DPR terus ”ngotot” membahas sejumlah RUU meskipun di tengah kondisi ”perang” melawan Covid-19. Ketidakpedulian DPR terhadap persoalan hidup mati rakyat saat ini bakal tercatat dalam sejarah kelabu lembaga legislasi.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpedulian anggota DPR terhadap persoalan hidup mati rakyat yang tengah berjuang mengatasi pandemi Covid-19 dengan meneruskan pembahasan sejumlah RUU akan dicatat sejarah. Ekspresi ketidakpuasan masyarakat sebagian bakal tercurah di media sosial.
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Imam B Prasodjo, saat dihubungi pada Minggu (5/4/2020) di Jakarta, mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia dan seluruh dunia tengah melakukan apa saja untuk mencegah serbuan virus pencetus Covid-19. Pada saat itu, imbuh Imam, semua orang menciptakan sejarah dan narasi mereka masing-masing.
”Apa yang dia (orang-orang) lakukan (penanganan Covid-19) selama krisis ini terjadi,” ujar Imam.
Itu adalah sejarah yang akan dicatat, dan itu akan (diingat) seumur hidup.
Ia menambahkan, akan menjadi catatan sejarah, di saat masyarakat bahu-membahu mengatasi dampak wabah Covid-19, anggota DPR masih terus membahas sejumlah RUU yang kontroversial. Menurut Iman, itu menandakan DPR tidak peduli terhadap apa yang terjadi di luar.
”Itu adalah sejarah yang akan dicatat, dan itu akan (diingat) seumur hidup,” tambah Imam lagi.
Ingatan sejarah itu juga ditambahi dengan relatif banyaknya korban serta tenaga medis yang berjuang, antara hidup dan mati. Sebagian di antaranya bahkan gugur. Sementara di saat yang sama, imbuh Imam, wakil rakyat bukannya memikirkan rakyat, tapi perhatiannya justru berbeda.
Saat ini, DPR tengah melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang dibentuk dengan cara omnibus law. Selain itu, DPR juga bakal melanjutkan pembahasan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Pemasyarakatan
Imam menambahkan, publik juga akan melihat DPR tidak bisa melihat skala prioritas dalam bekerja. Selain itu, DPR juga seperti mencuri untuk melakukan sesuatu di tengah kesibukan orang-orang bertaruh nyawa dalam memerangi Covid-19.
Menurut Imam, hal ini bisa menjadikan DPR sebagai kambing hitam atas seluruh masalah yang terjadi dalam penanganan wabah Covid-19. Ini walaupun tidak seluruh persoalan dalam penanganan wabah itu menjadi kesalahan DPR.
Penyebabnya, kata Imam, adalah langkah-langkah telanjang yang dilakukan DPR terlihat sangat demonstratif. Langkah-langkah yang kontraproduktif di hadapan masyarakat yang tengah mengalami musibah.
Adapun ekspresi publik yang mungkin muncul segera muncul adalah di kalangan pengguna media sosial. Sementara secara umum, masyarakat kini dinilai masih akan bersikap tak acuh karena tengah sibuk menggalang upaya pertahanan dari serbuan wabah Covid-19.
Perubahan radikal
Profesor Riset Bidang Sosiologi pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Henny Warsilah mengatakan, secara sosiologis, masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan radikal pada tatanan sosial ekonomi. Sektor informal yang berbasis relasi sosial kini kolaps karena jaga jarak secara fisik harus dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. Pembahasan RUU sebaiknya ditunda karena akan membuat masyarakat menganggap DPR dan pemerintah tidak prorakyat.
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk pada hari yang sama mengatakan, tingkat kepercayaan pada DPR dipastikan turun. Bisa jadi pula, kata Hamdi, akan terjadi kemarahan.
DPR bersiap-siap bakal terus menjadi musuh masyarakat.
Ekspresi terbesar dipastikan bakal tercurah di media sosial. Hal ini menyusul tidak memungkinkannya dilakukan demonstrasi pada saat pandemi.
Hamdi menyebutkan tiada urgensi bagi DPR melakukan pembahasan RUU pada saat ini. Alasan untuk mengejar target legislasi juga tidak tepat menyusul situasi darurat kini. Hamdi mengatakan, sekarang ini masyarakat paham jika target legislasi tidak terpenuhi. Karena target semua pihak, yakni korporasi, kementerian, dan lainnya, juga gagal.
Hamdi mengingatkan agar DPR bersiap-siap bakal terus menjadi musuh masyarakat. Karena itulah, ia mengimbau agar anggota DPR tidak melakukan pembahasan RUU dan fokus kepada implementasi pembatasan sosial berskala besar.