Jumlah pekerja migran yang akan pulang diperkirakan mencapai 49.823 orang 1-2 bulan ke depan. Selain memperketat antisipasi Covid-19 impor, pemerintah dinilai perlu menyiapkan skema bantuan sosial yang tepat sasaran.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah pekerja migran Indonesia yang akan kembali ke Tanah Air pada April-Mei 2020 diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan gelombang pertama pada Januari-Maret 2020. Selain mengantisipasi penambahan kasus impor Covid-19 melalui protokol kesehatan yang lebih ketat, pemerintah perlu mematangkan skema bantuan sosial bagi pekerja migran tanpa penghasilan.
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memprediksi, jumlah pekerja migran Indonesia yang akan kembali 1-2 bulan ke depan mencapai 49.823 orang. Mereka terdiri dari 37.075 pekerja migran yang sudah habis kontrak dan 12.748 pekerja migran yang merupakan anak buah kapal.
Pelaksana Tugas Kepala BP2MI, Tatang Budie Utama Razak, Minggu (5/4/2020) mengatakan, jumlah tersebut belum termasuk pekerja migran Indonesia (PMI) yang harus kembali karena negara tempat bekerjanya terdampak Covid-19 serta pekerja migran non-prosedural (informal) yang akan kembali dari Malaysia dan Timur Tengah.
Mereka diperkirakan akan pulang dalam waktu dekat karena beberapa alasan, antara lain imbas kebijakan penguncian wilayah di negara penempatan, pemutusan hubungan kerja dari perusahaan yang bangkrut, kebijakan amnesti khusus untuk warga negara Indonesia yang melewati batas tinggal, seperti di Arab Saudi, serta pemulangan pekerja migran non prosedural dalam jumlah besar.
Angka itu lebih tinggi dibandingkan arus kepulangan pada Januari-Maret yang mencapai 33.503 orang dari 85 negara. “Jumlahnya akan meningkat signifikan. Jadi kita perlu antisipasi dari segi penanganan, baik aspek protokol kesehatan dan program bantuan sosial untuk mereka yang tidak lagi bekerja,” kata Tatang.
Tatang mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan upaya pemetaan untuk memproyeksikan jumlah PMI yang selesai msaa kontrak kerjanya di negara penempatan dalam tiga bulan ke depan, serta mereka yang pulang mendekati hari raya Lebaran. Apalagi, ada banyak pekerja migran non-prosedural yang jumlahnya belum diketahui karena relatif lebih sulit dipantau.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, pemerintah perlu mengantisipasi lonjakan kepulangan PMI terkait dua aspek. Pertama, menyiapkan protokol kesehatan yang jauh lebih ketat untuk menghindari lonjakan kasus impor Covid-19. Sebab, saat ini saja, sudah ada sejumlah pekerja migran yang kembali yang terindikasi positif Covid-19.
Kedua, menyiapkan skema program bantuan sosial yang tepat sasaran untuk para pekerja migran, karena mayoritas dari mereka yang kembali sudah tidak punya penghasilan. Baik mereka yang sudah habis kontrak kerja maupun yang dipulangkan akibat Covid-19.
Wahyu mengatakan, kuncinya ada pada pendataan. Untuk pekerja migran prosedural relatif lebih mudah dipantau karena terdata. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan bisa fokus pada pekerja migran non-prosedural. Apalagi, mereka banyak yang merupakan pekerja level rendah dan berisiko tinggi.
“Pemerintah daerah perlu melakukan pendataan yang komprehensif, lewat kombinasi data dari pusat dan daerah asal desa yang menerima kepulangan mereka. Harus benar-benar diverifikasi,” katanya.
Sejauh ini, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial bagi para pekerja migran melalui program jaring pengaman sosial (social safety net), seperti program Padat Karya Tunai Desa (Cash for Work) yang dikelola Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Kartu Pra Kerja yang dikelola di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Terkait ini, Tatang mengatakan, BP2MI sudah menyiapkan data terkait PMI yang berhak menerima Kartu Pra Kerja. Data tersebut berisi jumlah dan identitas PMI yang penempatannya tertunda akibat Covid-19 dan kebijakan penguncian wilayah di sejumlah negara. Data ini juga sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Ketenagakerjaan.
Hasil pemetaan BP2MI, ada 72.461 orang dengan skema penempatan swasta (Private to Private), serta 1.145 orang PMI dengan skema penempatan pemerintah (Government to Government) ke Korea dan 328 orang PMI dengan skema penempatan yang sama ke Jepang. Selain itu, pihaknya juga akan mendata PMI purna yang sudah kembali ke Tanah Air selama pandemi ini untuk bisa masuk dalam skema Pra Kerja.
“Mereka ini yang sudah punya tiket dan visa, siap berangkat untuk bekerja, tetapi harus ditunda. Kami sudah beri data mereka ke Kemenaker untuk implementasi Kartu Pra Kerja,” kata Tatang.