Meski punya waktu lebih panjang untuk bersiap mengikuti Olimpiade Tokyo 2020, atlet muda harus berjuang keras mengatasi kejenuhan. Pandemi virus korona membuat tak ada kejuaraan untuk menguji hasil latihan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penundaan Olimpiade Tokyo 2020 berdampak ganda pada para atlet muda yang sudah memastikan lolos kualifikasi. Penundaan selama satu tahun membuat waktu persiapan atlet lebih panjang. Di sisi lain, tantangannya cukup berat. Para atlet hanya bisa berlatih tanpa tahu kapan bisa mengevaluasi hasil latihan dan menguji mental karena jadwal kejuaraan yang sudah tak pasti.
”Saya dan pelatih berusaha berlatih setahap demi setahap. Kami tidak mau terlalu memforsir, khawatir cepat mencapai puncak performa sedangkan tidak ada kejuaraan yang bisa diikuti. Kalau itu terjadi, atlet bisa lemes karena tidak ada tempat untuk menguji diri,” ujar atlet menembak air rifle putri Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba, yang sudah memastikan tiket ke Tokyo, ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (5/4/2020).
Di luar bulu tangkis, Indonesia telah meloloskan enam atlet ke Tokyo, yakni sprinter Lalu Muhammad Zohri di nomor lari 100 meter, lifter Eko Yuli Irawan di cabang angkat besi kelas kelas 62 kilogram putra, lifter Windy Cantika Aisah di kelas 49 kg putri, Vidya Rafika di nomor 10 meter dan 50 m air rifle putri, serta dua atlet panahan di nomor recurve putra dan putri, Riau Ega Agatha dan Diananda Chairunnisa. Empat atlet menjalani debut di Olimpiade, yakni Zohri (19), Windy (17), Vidya (18), dan Diananda (23).
Bagi atlet muda, Olimpiade adalah ajang besar yang dinanti. Persiapan pun sudah dijalani sejak jauh hari. Setelah Olimpiade Tokyo dipastikan ditunda karena pandemi virus korona (Covid-19), Vidya mengatakan, waktu persiapan otomatis menjadi lebih panjang. ”Latihan lebih panjang dan fokus karena tidak bisa melakukan kegiatan lain di luar ruangan,” kata atlet kelahiran Depok, 27 Mei 2001 itu.
Menurut Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PB Perbakin Sarozawato Zai, hasil latihan mulai terlihat karena Vidya terus melewati rekor terbaiknya. Hasil Vidya saat kualifikasi di nomor 10 m air rifle adalah 625,4 poin pada Kejuaraan Asia Menembak 2019 di Doha, Qatar, 5-13 November lalu. Saat ini, saat latihan dia telah mencapai 628-630 poin. Adapun menurut data Federasi Olahraga Menembak Internasional (ISSF), rekor dunia babak kualifikasi 10 m air rifle putri dipegang penembak China Ruozhu Zhao dengan 634,0 poin pada Piala Dunia Menembak 2019 di New Delhi, India.
Sementara itu, rekor terbaik Vidya di babak final nomor tersebut adalah 249,9 poin saat meraih emas SEA Games 2019 Filipina. Adapun rekor dunia babak final 10 m air rifle putri dipegang penembak India Apurvi Chandela dengan 252,9 poin pada Piala Dunia Menembak 2019 di New Delhi.
”Perkembangan Vidya pesat sekali. Saat Asian Games 2018 skornya sekitar 622-623 poin. Setahun kemarin, 623-625 poin. Saat ini berkisar 625-628 poin, bahkan pernah mencapai 630 poin. Artinya, dengan penundaan setahun, ada harapan kemampuannya bisa meningkat lagi dan mudah-mudahan bisa bersaing untuk lolos ke final,” tutur Sarozawato.
Hal serupa disampaikan Zohri. Penundaan Olimpiade memberinuya kesempatan berbenah. “Saya ambil hikmahnya saja, ada kesempatan lebih panjang untuk memperbaiki kekurangan saya," ujar atlet kelahiran Lombok Utara, NTB, 1 Juli 2000 itu.
Asisten pelatih sprint PB PASI Fadlin menuturkan, Zohri masih berkutat memperbaiki reaksi start blok yang lambat dan akselerasi 30 meter pertama yang belum optimal. Hal itu pula yang membuatnya tampil di bawah performa terbaik ketika tampil pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, 27 September-6 Oktober. Belakangan, tim pelatih harus memperkuat otot inti dan menyeimbangkan kekuatan otot kedua kaki pelari yang mencatat rekor nasional 10,03 detik ketika meraih perunggu pada Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang.
Tim pelatih mendapat info dari tim dokter, kekuatan otot kedua kaki Zohri tidak seimbang sehingga rawan memicu cedera. "Semua aspek itu butuh waktu panjang untuk perbaikannya. Kalau Olimpiade dilaksanakan tahun ini, waktu untuk memperbaiki semua itu sangat singkat dan sulit. Tetapi, dengan ditunda satu tahun, ada harapan semua kekurangan itu bisa jadi lebih baik," kata Fadlin.
Jenuh
Terlepas dari keuntungan itu, atlet mulai jenuh dan tak bisa melakukan hal lain selain berlatih secara tertutup, seperti pelatnas menembak di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta. Usai berlatih, para atlet dikarantina untuk mengantisipasi penularan wabah.
Situasi kian sulit karena tak ada kejuaraan yang bisa diikuti. Semua ajang nasional maupun internasional ditunda atau dibatalkan. Di cabang menembak, dua seri Piala Dunia 2020, yakni seri India pada Maret dan seri Jerman pada April urung dilaksanakan.
Vidya mengutarakan, dirinya dan pelatih harus pandai-pandai mengelola latihan agar tetap menyenangkan. Jika terlalu dipaksakan, kemampuan atlet bisa cepat meningkat tetapi akan membuat mental terganggu, karena saat mencapai kondisi terbaik, tidak ada kejuaraan untuk dijadikan uji coba dan evaluasi.
“Untungnya, pelatih saya (Ali Reza) paham kondisi saat ini. Dia tidak terlalu menekan atlet dalam latihan. Bahkan, dia lebih sering bercanda dan terus memberi motivasi. Dia juga punya dasar psikologi," tuturnya.
Selain itu, Vidya juga mencoba mengelola emosi agar tak mudah jenuh dengan melakukan beberapa hobi selama di karantina. Termasuk bermain game PUBG, yakni game strategi berbasis daring yang bertema utama tembak-tembakan. "Saat ini, jadwal latihan berkurang 50 persen. Dari biasanya bisa latihan dari jam 9 pagi sampai 5 sore sehari, sekarang cuma latihan dari jam 8 pagi sampai 12 siang. Sisanya, kami cuma di mess dan tidak boleh ke mana-mana. Kalau enggak ada kegiatan, pasti jadi jenuh banget," ujarnya.
Di cabang atletik, pelatnas dihentikan sementara waktu. Para atlet kembali ke daerah masing-masing. Zohri telah kembali ke Mataram, NTB sejak 17 Maret. Di kampung halamannya, Zohri tetap berlatih bersama Fadlin yang berasal dari daerah yang sama.
Fadlin mengakui, kejenuhan tetap melanda Zohri meski berlatih di kampung sendiri, karena tidak ada kejuaraan untuk menguji hasil latihan dan mengasah mental. Padahal, salah satu kekurangan utama Zohri adalah mental bertanding, terutama saat bertemu pelari top dunia di ajang besar seperti pada Kejuaraan Dunia 2019 lalu.
Untuk itu, Fadlin coba mengatur latihan Zohri agar tak membosankan. Latihan kadang dilakukan di rumah, dalam ruangan, di lapangan, di pantai, atau di bukit. "Latihan Zohri memang harus dibuat dinamis dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Ini menjadi cara untuk menghilangkan kejenuhan. Apalagi Zohri sudah masuk tahap latihan khusus dengan intensitas mencapai 85-90 persen. Karena keterbatasan ruang gerak oleh wabah korona, latihannya kembali jadi program umum dengan intensitas 70-75 persen," kata kapten tim estafet 4x100 meter Indonesia yang meraih medali perak Asian Games 2018 itu.