Keheningan Nossa Senhora da Anunciada
Rintik hujan mengantar subuh berlalu pergi menyongsong pagi di Ambon, Maluku, Minggu (29/3/2020). Tak terdengar dentang lonceng yang biasanya ramai di kota dengan mayoritas pemeluk Kristen itu.
Rintik hujan mengantar subuh berlalu pergi menyongsong pagi di Ambon, Maluku, Minggu (29/3/2020). Tak terdengar dentang lonceng yang biasanya ramai di kota dengan mayoritas pemeluk Kristen itu.
Wabah Covid-19 yang muncul di Wuhan, China, kini telah mencapai Ambon yang terpaut sekitar 4.200 kilometer di arah tenggara. Covid-19 membuat Ambon tenggelam dalam suasana minggu yang hening.
Kini tak terlihat lagi orang memegang Alkitab berbondong-bondong melewati lorong menuju gereja. Di kota berpenduduk hampir 300.000 jiwa, itu, terdapat lebih dari 100 gereja. Juga pelayan gereja, khususnya Kristen Protestan dengan seragam setelan serba hitam yang disebut mejelis jemaat, tak terlihat berdiri menyambut umat di lorong dan gerbang masuk gereja. Pintu gereja tertutup rapat.
Di pusat kota, Jalan Pattimura, yang biasanya paling ramai dengan kendaraan jemaat diparkir, pun sepi. Di jalan itu terdapat Gereja Kristen Protestan Maranatha dan Katedral Santo Fransiskus Xaverius, dua gereja terbesar, simbol Kristen Protestan dan Katolik di Maluku. Pintu gereja tertutup. Pengurus gereja sudah mengumumkan bahwa kegiatan peribadatan dilakukan secara pribadi di rumah masing-masing.
Penyebaran Covid-19 yang begitu cepat menjadi alasan pihak gereja meniadakan kegiatan peribadatan yang melibatkan banyak orang sebagaimana anjuran pemerintah. Gereja tunduk pada anjuran pemerintah demi kebaikan bersama. Menurut catatan Kompas, hingga Sabtu (28/3/2020), Indonesia memiliki pasien positif Covid-19 sebanyak 1.155 orang, korban sembuh 59 orang, dan meninggal 102 orang.
Di Maluku satu pasien dinyatakan positif Covid-19. Pasien itu berasal dari Bekasi, Jawa Barat, yang kebetulan baru tiba di Ambon pada 14 Maret. Sebanyak 54 sampling orang yang terlibat dengan pasien itu telah dikirim dan menunggu hasil dari Laboratorium Kementerian Kesehatan di Jakarta. Mereka kini waswas menunggu hasil diumumkan. Jumlah pasien dalam pengawasan enam orang dan jumlah orang dalam pemantauan 116 orang.
Secara global, 512.701 orang terinfeksi Covid-19 dan 23.495 orang meninggal. Virus itu tak mengenal kompromi. Masyarakat diminta melakukan pembatasan fisik. Negara yang gagal membendung warganya atau warga negara yang bandel dengan tetap keluar rumah membuka ruang bagi virus untuk menyebar lalu membunuh semakin banyak orang. Menjaga jarak jadi syarat mutlak.
Oleh karena itu, setiap gereja menyiasati dengan berbagai cara. Di Katedral Santo Fransiskus Xaverius Ambon, tetap digelar perayaan ekaristi tanpa umat dan disiarkan melalui media sosial Youtube dan Facebook. Itu sudah dimulai pada Minggu (22/3/2020). Minggu ini kedua kali. Pada Minggu ini, perayaan dipimpin langsung oleh pemimpin umat Katolik di Provinsi Maluku dan Maluku Utara Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC.
Selain Mandagi, hadir beberapa pastor sebagai petugas perayaan. Jumlah mereka kurang dari 10 orang di dalam gedung berkapasitas 1.200 orang itu. Tak ada umat. Lagu-lagu Gregorian, yang biasanya membuat Mandagi ikut menganggukkan kepala sambil bernyanyi saat memimpin perayaan-perayaan sebelumnya, pun tak terdengar. Gedung dengan model arsitektur Romawi klasik yang berdiri megah sejak tahun 2004 itu seakan hening.
”Sejak gereja berdiri di tanah Maluku jarang sekali terjadi seperti ini di mana satu kota hening dan berdoa di rumah masing-masing. Pada saat suasana konflik dan perang sekalipun, masih ada gereja yang melaksanakan peribadatan. Kondisi kali ini sangat berbeda,” kata Pastor Paroki Katedral St Fransiskus Xaverius Ambon Patrisius Angwarmas.
Misi penyebaran
Katedral Ambon menjadi salah satu simbol masuknya ajaran Kristiani di tanah Maluku. Adalah putra terbaik Serikat Yesuit, Fransiskus Xaverius dari Spanyol, yang tiba di Ambon pada tahun 1546. Ia memulai misi penyebaran agama Katolik. Masyarakat dari kampung-kampung sebagai penguasa wilayah pusat Kota Ambon kini, yakni Hative, Soya, dan Nusaniwe, yang sebelumnya menganut Hindu dan kepercayaan lokal, memilih menjadi pemeluk Katolik.
Begitu catatan Dieter Bartels, penulis kelahiran Muencen, Jerman, dalam bukunya berjudul Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku. Setelah Ambon jatuh ke tangan Belanda, hampir seluruh mereka yang memeluk Katolik beralih menjadi Kristen Protestan. Namun hingga kini, umat dan Gereja Kristen Protestan Maluku memberi penghormatan khusus kepada Santo Fransiskus Xaverius.
Di Desa Soya dan Hative Besar berdiri patung Fransiskus Xaverius. Katedral Ambon dengan nama Fransiskus Xaverius juga sebagai bentuk penghormatan Gereja Katolik kepada misionaris yang dihargai kalangan Kristiani dunia itu. Keheningan di katedral Ambon itu seakan mewakili keheningan hati umat Kristen yang kini sedang merenung di rumah masing-masing.
Merenung wabah Covid-19 dari kacamata iman sebagai teguran Allah. Dalam cerita Perjanjian Lama Alkitab diceritakan, Allah sering kali mengirim musibah agar umatnya sadar akan pelanggaran yang dibuat, baik terhadap Allah, sesama manusia, maupun alam semesta.
Lagu rohani
Virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang mengganas itu membuat orang semakin dekat, kalau tidak mau dibilang takut, dengan Sang Pencipta. Setiap pagi dan sore, di permukiman penduduk diputar lagu-lagu rohani. Lagu seperti ”Janji-Mu seperti Fajar” yang dipopulerkan Natashia Nikita dan lagu ”Mujizat Itu Nyata” yang dipopulerkan oleh Maria Shandi sering terdengar. Lagu itu bertema tentang kebaikan Tuhan, termasuk menguatkan umatnya di tengah persoalan wabah seperti saat ini.
Padahal biasanya, di kota yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai ”Kota Musik Dunia” itu lebih sering terdengar lagu-lagu pop bertema asmara dan cinta anak muda. Tak hanya di permukiman, para sopir angkutan kota terutama yang memeluk Kristen juga memutar lagu rohani. Padahal, angkutan kota di Ambon biasanya bak diskotek berjalan.
Lagu slow rock, lagu koplo hits ala Indonesia timur dengan lirik kocak, dan lagu-lagu karya disc jockey. Tak ada lagi pertunjukan musik di rumah kopi atau kafe yang biasanya berlangsung sepanjang hari. Rumah kopi di kota beribu rumah kopi itu ditutup. Biasanya, sejak pukul 07.00, rumah kopi, terutama di pusat kota, selalu penuh sesak. Rumah kopi menjadi tempat mereka ngobrol, mulai dari urusan penting hingga remeh-temeh.
Kota Ambon mulai hening dari ingar-bingar. Mereka yang awalnya memandang enteng korona kini mulai takut. ”Kami pernah melewati masa sulit selama lebih dari empat tahun saat konflik. Kalau konflik, kami bisa tahu dari mana serangan musuh, dari arah mana tembakan datang. Tapi virus ini sulit ditebak. Ini lebih berbahaya,” kata Fano Kaya (46), warga Ambon.
Seperti halnya kota lain, Ambon yang mulai dibangun sejak Portugis mendirikan Benteng Nossa Senhora da Anunciada tahun 1575 mulai hening. Semoga Covid-19 tidak meluluhlantakkan kota yang pernah terpuruk akibat konflik sosial itu. Semoga Ambon dan semua kota di dunia segera bangkit.