Bupati Kudus nonaktif Tamzil divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta karena kasus suap dan gratifikasi. Pada 2015, ia divonis 1 tahun 10 bulan penjara karena terbukti korupsi saat menjabat Bupati Kudus 2003-2008.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Senin (6/4/2020), memvonis Bupati Kudus Nonaktif Tamzil bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi. Ini vonis bersalah kedua baginya sejak 2015. Hak politiknya dicabut 3 tahun.
”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp 250 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama empat bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Sulistiyono. Vonis itu dua tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Tamzil juga diharuskan membayar kerugian negara Rp 2,125 miliar. Apabila tak dibayar dalam waktu sebulan setelah kasus berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa akan disita dan dilelang. Apabila harta benda tak mencukupi, diganti penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp 250 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama empat bulan. (Sulistiyono)
Dalam putusan tersebut, hakim juga menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun, terhitung sejak ia selesai menjalani pidana penjara.
Sejumlah pertimbangan yang memberatkan adalah terdakwa dinilai mencederai amanah sebagai kepala daerah dan pernah dihukum pada 2015. Adapun hal yang meringankan adalah ia bersikap sopan selama menjalani persidangan.
”Kami mengajukan banding,” ujar Tamzil, merespons vonis itu. Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Joko Hermawan menyatakan pikir-pikir untuk banding.
Dalam persidangan, Tamzil disebutkan telah menerima suap Rp 350 juta dari Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kudus Akhmad Shofian. Suap itu dimaksudkan untuk mengangkat Akhmad dan istrinya pada jabatan baru di lingkungan Pemkab Kudus.
Tamzil juga disebut menerima gratifikasi yang diterima lewat staf khususnya, Agus Soeranto, dan ajudannya, Uka Wisnu.
”Terbukti dalam kurun September 2018 hingga Juli 2019, terdakwa sebagai Bupati Kudus menerima gratifikasi berupa pemberian uang Rp 1,775 miliar,” ujar hakim.
Hakim menyatakan, Tamzil melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Juga Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Ia dilantik menjadi Bupati Kudus untuk kedua kali pada September 2018. Pada Juli 2019, ia tertangkap tangan oleh KPK karena suap dan gratifikasi.
Vonis bagi Tamzil menambah panjang deretan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di Jateng. Dalam tiga tahun terakhir setidaknya ada empat kepala daerah yang divonis bersalah, yakni Bupati Klaten (nonaktif) Sri Hartini, Wali Kota Tegal (nonaktif) Siti Masitha, Bupati Kebumen (nonaktif) Yahya Fuad, dan Bupati Purbalingga (nonaktif) Tasdi.