Usulan Sejumlah Daerah soal Penetapan Status PSBB Belum Disetujui
›
Usulan Sejumlah Daerah soal...
Iklan
Usulan Sejumlah Daerah soal Penetapan Status PSBB Belum Disetujui
Sudah ada beberapa daerah yang mengajukan permohonan kepada Menteri Kesehatan Terawan AP untuk penetapan pembatasan sosial berkala besar (PSBB) di daerah. Namun, belum ada permohonan yang disetujui.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usulan sejumlah daerah untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar belum juga disetujui. Selain perlu terlebih dahulu menyampaikan rencana aksi, dalam melaksanakan PSBB, kebijakan pemerintah daerah juga tidak boleh bertentangan dengan kebijakan nasional.
Dalam jumpa wartawan seusai rapat terbatas membahas laporan Tim Gugus Tugas Covid-19 yang digelar melalui telekonferensi, Senin (6/4/2020), Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Doni Monardo mengungkapkan, sudah ada beberapa kepala daerah yang mengusulkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, belum ada satu pun usulan yang disetujui Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
”Tentang PSBB, sudah ada beberapa daerah yang mengajukan. Kemarin (Minggu) siang, Bapak Menkes bersama tim kami dari Gugus Tugas telah berdiskusi tentang apa yang harus kami lakukan setelah mendapat surat permohonan dari daerah. (Sampai saat ini) belum (ada yang disetujui),” kata Doni saat ditanya soal apakah ada daerah yang sudah mendapat izin menerapkan PSBB.
Belum lengkapnya dokumen untuk melaksanakan PSBB menjadi alasan pemerintah pusat belum memberikan izin kepada daerah pengusul. Menurut Doni, usulan pemberlakuan PSBB harus dilengkapi dengan kesiapan sekaligus rencana aksi.
”Kami dari Gugus Tugas telah membuat surat kepada Bapak Menkes agar daerah yang mengajukan usulan untuk mendapat izin PSBB ini melengkapi dengan rencana aksi dan juga membuat rencana tentang kesiapannya,” tuturnya.
Dengan demikian, menurut Doni, diharapkan tidak ada kesulitan yang dialami pemerintah daerah dan masyarakat saat PSBB diberlakukan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB mengatur, daerah harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk melaksanakan PSBB. Di antaranya, memiliki jumlah kasus dan/ atau jumlah kematian akibat penyakit yang meningkat dan menyebar signifikan serta cepat ke beberapa wilayah, dan punya keterkaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Tak hanya itu, kepala daerah yang mengajukan usulan pemberlakuan PSBB juga harus menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah. Hal tersebut terutama kesiapan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, serta aspek keamanan.
Kebijakan selaras
Saat menyampaikan sambutan pengantar rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya keselarasan kebijakan di pusat dan daerah dalam pelaksanaan PSBB. Dengan demikian, tujuan PSBB untuk mempercepat pencegahan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 bisa tercapai.
”Kerja sama antara pusat dan daerah penting sehingga komunikasi pusat dan daerah betul-betul harus selalu dilakukan. Semua harus memiliki satu visi, satu garis yang sama dalam menyelesaikan Covid-19 ini,” kata Presiden.
Doni menjabarkan, dalam menjalankan PSBB, sebuah daerah tidak boleh menimbulkan perbedaan dengan daerah lainnya. Hal yang tak kalah penting, praktik PSBB tidak boleh bertentangan dengan kebijakan nasional, terutama terkait akses untuk aktivitas masyarakat dengan memperhatikan social distancing dan physical distancing.
Secara terpisah, Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fajri Nursyamsi berpandangan, tata cara penetapan status PSBB yang diatur dalam Permenkes 9/2020 terlalu panjang.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4, pemda wajib mengajukan permohonan berdasarkan sejumlah data, seperti peningkatan kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, serta transmisi lokal. Padahal, semestinya data-data itu sudah dihimpun pemerintah pusat berdasarkan laporan laboratorium hasil tes Covid-19.
Alur birokrasi juga semakin panjang karena permohonan pemda harus melalui kajian oleh tim penetapan PSBB Kementerian Kesehatan. Ditambah lagi, prosedur rekomendasi atas usulan dari daerah dari Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 membuat alur birokrasi yang panjang.
Hal yang tak kalah penting adalah pemberian kewenangan penetapan status PSBB kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Karena itu, alih-alih mempercepat pencegahan penyebaran Covid-19, peraturan ini malah menambah rentang birokrasi yang berpotensi semakin lambatnya penanganan Covid,” kata Fajri.
PSHK mengusulkan agar Permenkes 9/2020 segera diubah dengan memangkas alur birokrasi penetapan PSBB. Persyaratan pengajuan usulan PSBB oleh pemerintah daerah harus lebih sederhana dengan menjadikan data nasional sebagai pertimbangan. Hal yang tak kalah penting adalah pemberian kewenangan penetapan status PSBB kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.