Jelang Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta, Penumpang KRL Masih Padat
›
Jelang Pembatasan Sosial...
Iklan
Jelang Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta, Penumpang KRL Masih Padat
Imbauan pembatasan fisik belum sepenuhnya diterapkan oleh masyarakat, khususnya para pengguna kereta ”commuter line” di pagi hari. Mereka tetap rela berdesakan untuk sampai ke Jakarta dan bekerja.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
Kepadatan penumpang di kereta commuter line atau KRL pada Selasa (7/4/2020) pukul 06.55 tetap tak terelakkan. Para penumpang kereta sudah memenuhi bangku panjang maupun bangku prioritas sejak dari Stasiun Bogor.
Pada awalnya, memang para penumpang mematuhi untuk menjaga jarak satu dengan yang lain. Namun, saat kereta sampai di Stasiun Depok, jumlah penumpang terus bertambah dan kepadatan pun tetap terjadi.
Bangku panjang yang hanya boleh diisi oleh empat orang dan bangku prioritas hanya boleh diisi dua orang akhirnya terisi penuh tanpa ada jarak. Begitu pun penumpang yang berdiri, hampir semua pegangan tangan di KRL menjadi tumpuan penumpang untuk berdiri.
Adi (55), karyawan swasta di perusahaan logistik di Jakarta, harus tetap masuk kantor dengan sistem sif. Meski kereta saat sampai di Stasiun Depok sudah penuh, ia tetap naik. Menurut dia, kondisi KRL di pagi hari saat pandemi tidak jauh berbeda dengan kondisi pada hari normal, tetap padat.
Terkait dengan adanya pandemi Covid-19, Adi mengaku tidak cemas. Ia pun selalu membawa hand sanitizer dan menggunakan masker sebagai upaya mencegah terinfeksi Covid-19.
”Saya rasa kalau pemerintah belum juga tegas memberikan kebijakan serta memberikan biaya hidup bagi pekerja harian, keadaan akan tetap seperti ini (tetap padat). Makan, kan, enggak bisa ditunda,” kata Adi.
Keadaan inilah yang dialami oleh Yusuf Tjandra (50). Sebagai penjual kaus di Bekasi yang mengandalkan pendapatan harian, ia tetap harus berjualan dan mengambil barang dari Pasar Tanah Abang setiap hari.
Meski omzet berkurang 70 persen sehingga hanya mendapat sekitar Rp 50.000 per hari, Yusuf tetap memilih untuk berjualan. Rasa waswas yang kerap menghampiri dirinya pun harus dikesampingkan.
”Waswas sebenarnya kalau naik KRL, kan, masih cukup padat. Apalagi kemarin saya baru sembuh dari sakit jantung. Cuma, ya, mau bagaimana lagi. Anak saya masih ada yang umur tujuh tahun, kan, perlu makan,” ucapnya.
Manager External Relations PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) Adli Hakim mengakui, memang ada dua hingga tiga kereta pada jadwal keberangkatan favorit masih agak padat. Misalnya, untuk mengurangi kepadatan di dalam kereta, petugas memberlakukan sistem buka tutup untuk antrean pengguna KRL pada pukul 07.00 dan 17.00.
”Ini yang terus kami benahi dari segi pengaturan penumpang oleh petugas. Apabila memungkinkan, bagi pengguna, sebetulnya bisa menyesuaikan sedikit, naik kereta sebelum atau sesudahnya yang mungkin lebih kosong,” kata Adli.
Untuk kebijakan jumlah maksimal penumpang dalam satu gerbong, kata Adi, masih dalam perumusan. Sementara ini, PT KCI terus berupaya menjaga jarak aman bagi pengguna dengan menempelkan stiker pembatasan jarak di bangku dan lantai.
Berkurang
Data PT KCI, selama tiga pekan terakhir, pengguna KRL turun hampir 80 persen. Sebelum ditetapkan status tanggap darurat Covid-19, jumlah pengguna KRL mencapai 900.000 hingga 1,1 juta pengguna per hari.
Saat ini, pengguna KRL menjadi hanya sekitar 200.000 pengguna tiap hari, bahkan pada akhir pekan hanya 100.000 pengguna. Pada Senin (6/4/2020), tercatat volume pengguna 263.504 orang.
Dengan berkurangnya jumlah penumpang, PT KCI juga menyesuaikan jam operasi KRL menjadi dari pukul 04.00 hingga 20.00. Penyesuaian waktu operasi sejalan dengan penyesuaian jam operasi berbagai moda transportasi publik lain di Jakarta.
Pola operasi di setiap lintas kereta, sebagai contoh, kereta pertama dari Bogor tujuan Jakarta Kota, yakni KA 1045, berangkat pukul 04.02. Sementara kereta terakhir dari Jakarta Kota tujuan Bogor dengan KA 1208, berangkat pukul 19.55.
Pada pagi dan sore, jarak keberangkatan antarkereta (headway) adalah 5-10 menit. Sementara untuk pada jam yang tidak sibuk, diadakan pembatasan dan pengurangan operasi KRL, yakni dari pukul 09.00-15.00 dengan jarak keberangkatan antarkereta 30-60 menit. Untuk jadwal selengkapnya, selama pembatasan operasi KRL dapat diunduh melalui situs www.krl.co.id.
Belum maksimal
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah menandatangani surat persetujuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Untuk ke depan, keputusan terkait detail dari penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta masih menunggu keputusan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebelumnya, Anies mengusulkan status PSBB pada Kamis (2/4/2020) lalu sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, jika tidak ada ketegasan dari pemerintah untuk benar-benar membatasi mobilitas masyarakat, kerumunan akan tetap terjadi. Upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 pun akan semakin lambat.
”Pemerintah harus lebih tegas dan kalau perlu harus ada sanksi bagi yang melanggar. Kalau tidak begitu, sebagian masyarakat yang harus mencari makan akan tetap keluar rumah. Bantuan sosial pun harus segera direalisasikan kepada masyarakat,” kata Agus.
Untuk diketahui, DKI Jakarta kini menjadi provinsi dengan kasus Covid-19 terbanyak di Indonesia. Merujuk pada data pantauan Covid-19 Jakarta melalui laman corona.jakarta.go.id, ada 1.395 kasus di DKI Jakarta dari total 2.491 kasus secara nasional.