Kelompok Kampanye Menuntut Pemutihan Utang Negara Miskin
›
Kelompok Kampanye Menuntut...
Iklan
Kelompok Kampanye Menuntut Pemutihan Utang Negara Miskin
Banyak negara berkembang dan miskin tak siap dalam menghadapi Covid-19. Lembaga-lembaga sosial masyarakat mendesakkan pemutihan utang bagi mereka.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Hampir 140 kelompok kampanye yang terdiri atas lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan badan amal mendesak lembaga keuangan global, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, pemerintah negara-negara kelompok G-20, dan kreditor swasta untuk memutihkan utang negara-negara miskin.
Kebijakan pemutihan itu mendesak diterbitkan untuk mengurangi beban negara-negara miskin dari tekanan akibat pandemi Covid-19.
Seruan tersebut dipelopori oleh kelompok Jubilee Debt yang berpusat di Inggris, Selasa (7/4/2020). Seruan itu disuarakan keras sehari sebelum kelompok kerja negara-negara G-20 dijadwalkan bertemu melalui konferensi video.
Kelompok kerja G-20 itu ditugaskan untuk mencari formula dan tindak lanjut menanggapi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Utang negara-negara miskin tahun ini diperkirakan jumlahnya mencapai 25 milir dollar AS. Jika ditambahkan dengan kewajiban serupa tahun depan, jumlahnya diperkirakan dua kali lipat atau senilai 50 miliar dollar AS.
Selain pemutihan utang, kelompok masyarakat sipil itu juga menyerukan pembatalan utang atau keuangan tambahan agar bebas dari persyaratan kebijakan ekonomi seperti penghematan.
Kelompok G-20 juga didesak mendukung aturan darurat yang akan mencegah negara-negara miskin dituntut oleh kreditor swasta. ”Negara-negara berkembang sedang dilanda guncangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pada saat yang sama menghadapi keadaan darurat kesehatan yang mendesak,” kata Sarah-Jayne Clifton, Direktur Kampanye Utang Jubilee.
Negara-negara berkembang sedang dilanda guncangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pada saat yang sama menghadapi keadaan darurat kesehatan yang mendesak. (Sarah-Jayne Clifton)
Pemerintah dan sejumlah lembaga besar sudah mendorong beberapa langkah yang diminta oleh kelompok itu. Dana Moneter Internasional, misalnya, menyediakan 50 miliar dollar AS berupa fasilitas pembiayaan darurat. Atas fasilitas itu, sekitar 80 negara telah meminta bantuan. Bank Dunia juga telah menyetujui paket darurat menghadapi Covid-19 senilai 14 miliar dollar AS.
Lembaga-lembaga tersebut juga membuat dorongan bersama terhadap kreditor bilateral resmi. Kreditor-kreditor itu diharapkan menciptakan formula khusus untuk menangguhkan pembayaran utang bagi negara-negara berpenghasilan rendah. Waktu pelonggaran yang diharapkan adalah selama selama 14 bulan dari awal Mei mendatang.
Sejumlah LSM dan kelompok kampanye menggemakan keprihatinan sejumlah pemerintah di benua Afrika baru-baru ini. Namun, gerakan itu dinilai tidak akan cukup. Etiopia mengatakan dalam proposal yang diajukan sebelum pertemuan G-20 bahwa Afrika saja kemungkinan membutuhkan dana bantuan hingga 150 miliar dollar AS.
”Dari 69 negara berpenghasilan rendah yang kita bicarakan, setidaknya 45 dari mereka perlu meminta dana darurat hanya untuk melewati tahun 2020 semata,” kata Mark Perera, manajer kebijakan untuk Jaringan Eropa tentang Utang dan Pembangunan.
Kelompok itu adalah salah satu jaringan yang terlibat dalam gerakan seruan itu. Kelompok LSM lain, seperti Oxfam dan Save the Children, juga menyerukan penciptaan formula sistematis tentang restrukturisasi utang melalui PBB. Lembaga itu diharapkan dapat menghasilkan formula khusus tentang restrukturisasi utang negara.
Ketika IMF dan Bank Dunia meluncurkan program bantuan utang bertajuk Heavily Indebted Poor Countries (HIPC) pada tahun 1996, negara-negara di Afrika kala itu terutama berutang dalam bentuk uang ke negara-negara kaya dan lembaga multilateral.
Kondisi saat ini relatif berbeda. Pemerintah, bank-bank, dan perusahaan-perusahaan China meminjamkan 143 miliar dollar AS ke Afrika antara tahun 2000 dan 2017.
Menurut Universitas Johns Hopkins, pemerintah-pemerintah di Afrika telah berutang lebih dari 55 miliar dollar AS utang internasional dalam dua tahun terakhir. (REUTERS)