Mengawasi orang per orang ini yang agak sulit. Kalau di tingkat distributor, importir, dan pedagang, Kementerian Perdagangan sudah mengantisipasi dan memperingatkan terus.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah belum menjatuhkan sanksi pencabutan izin usaha bagi pelaku yang menjual alat pelindung diri, termasuk masker, dengan harga mahal. Padahal, harga masker dan alat pelindung diri di pasaran terus naik seiring dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat yang juga meningkat.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Anggrijono, Senin (6/4/2020), mengatakan, sejauh ini, pemerintah hanya memberi peringatan kepada sejumlah importir, produsen, dan distributor untuk tidak menjual masker dan alat pelindung diri (APD) dengan harga mahal.
”Kami tidak berharap di kesusahan ini kami memberi sanksi, tetapi kami akan mengimbau. Kami masih melakukan secara persuasif dan kami meminta komitmen serta pernyataannya untuk tidak menjual dengan harga tinggi,” katanya.
Menurut Veri, Kemendag bekerja sama dengan Kepolisian RI mengawasi pelaku usaha penjual APD, termasuk masker. Pemantauan terhadap pelaku usaha di tingkat distributor, importir, dan produsen relatif lebih mudah karena terdata secara detil sampai nama serta alamat perusahaan.
Namun, pemerintah dan polisi kesulitan memantau pelaku usaha perorangan atau masyarakat yang di tengah kondisi ini tiba-tiba membeli dalam jumlah banyak dan menjual dengan harga mahal.
”Yang sulit itu kalau ada segelintir masyarakat yang melihat ada kesempatan dan mengumpulkan APD lalu menjualnya dengan harga tinggi. Mengawasi orang per orang ini yang agak sulit. Kalau di tingkat distributor, importir, dan pedagang, kami sudah antisipasi dan kami beri peringatan terus,” katanya.
Pemerintah dan polisi kesulitan memantau pelaku usaha perorangan atau masyarakat yang di tengah kondisi ini tiba-tiba membeli dalam jumlah banyak dan menjual dengan harga mahal.
Meski peringatan sudah diberikan, kasus penimbunan dan penjualan dengan harga mahal tetap ditemukan. Pada 2 April 2020, Kepolisian menetapkan 33 tersangka penimbunan serta penjual masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) dengan harga mahal. Mereka diamankan dari 18 kasus yang sudah diungkap kepolisian.
Sebanyak 18 kasus itu tersebar di beberapa wilayah, antara lain, Polda Metro Jaya sebanyak 6 kasus, Sulawesi Selatan (2 kasus), Jawa Timur (2 kasus), Jawa Barat (3 kasus), Kepulauan Riau (2 kasus), dan Jawa Tengah (1 kasus). Di luar kasus yang ditangani kepolisian, masih bisa ditemukan penjualan masker dan APD dengan harga mahal dari penjualan daring (online).
Veri mengatakan, sanksi administratif terberat adalah pencabutan izin usaha yang akan dijatuhkan setelah tiga kali peringatan. Namun, sejauh ini, pemerintah masih sebatas mengawasi, memberi imbauan dan peringatan, tetapi belum menjatuhkan sanksi pencabutan izin usaha.
”Kalau memang sekarang masih ditemukan pedagang yang menjual masker dan APD dengan harga mahal, ini bisa jadi masukan bagi kami, akan kami telusuri,” katanya.
Sanksi administratif terberat adalah pencabutan izin usaha, yang akan dijatuhkan setelah tiga kali peringatan.
Menurut Veri, harga jual masker belakangan meningkat karena permintaan dari masyarakat yang semakin tinggi serta harga bahan baku masker yang juga semakin mahal. Veri mengatakan, masker impor yang biasanya dijual lebih murah pun harganya sudah naik.
”Ini campuran dari mekanisme pasar, di mana sekarang masker menjadi rebutan tidak hanya di dalam negeri tetapi juga lintas negara, juga harga bahan baku yang semakin mahal. Kami tidak melarang mereka untuk mendapat keuntungan, tetapi tetap harus dalam batas wajar,” ujar Veri.
Relaksasi impor
Untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan alat kesehatan di dalam negeri, Kemendag juga memastikan kebijakan relaksasi impor dan larangan ekspor resmi berlaku. Kemendag menerbitkan empat peraturan Mendag yang melarang sementara ekspor beberapa bahan baku dan alat kesehatan serta merelaksasi sementara impor alat kesehatan.
Kebijakan itu antara lain Permendag Nomor 34 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, APD, dan Masker yang berlaku hingga 30 Juni 2020. Selain itu, ada pula Permendag Nomor 28 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu yang memberi pembebasan sementara dokumen laporan surveyor (LS) untuk impor masker.
Larangan itu dikeluarkan mengingat kebutuhan produk alat kesehatan, masker, APD, dan hand sanitizer sangat tinggi di dalam negeri seiring dengan penyebaran virus korona baru yang semakin luas.
”Pertimbangan pemberian relaksasi regulasi ini untuk mendorong aksi lebih cepat menangani virus. Kami ingin memastikan ketersediaan alkes dan APD bisa terpenuhi dengan kebijakan ini,” ujar Mendag Agus Suparmanto lewat keterangan tertulis, Senin.