Komnas HAM Minta Pembahasan RKUHP Tak Dilakukan di Tengah Pandemi Covid-19
›
Komnas HAM Minta Pembahasan...
Iklan
Komnas HAM Minta Pembahasan RKUHP Tak Dilakukan di Tengah Pandemi Covid-19
Saat seluruh sumber daya bangsa fokus mengatasi pandemi Covid-19, akan sulit mencermati pembahasan RKUHP, publik terutama. Padahal, partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang sangat penting.
Oleh
Edna C PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak dilakukan saat sumber daya bangsa sedang fokus berjuang mengatasi pandemi Covid-19. Kondisi darurat itu tak memungkinkan bagi publik berpartisipasi dalam penyusunan undang-undang. Terlebih, masih banyak pasal bermasalah di dalamnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam, Selasa (7/4/2020), mengatakan, dari sisi waktu, rencana pembahasan tidak tepat karena sumber daya bangsa sedang berjuang mengatasi pandemi Covid-19.
Selain itu, dari sisi proses, diperlukan kajian mendalam dan partisipasi publik untuk memberikan respons atas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tersebut.
”Pembentuk undang-undang agar memberikan waktu yang memadai agar hak masyarakat untuk berpartisipasi terpenuhi,” kata Anam.
Komisioner Komnas HAM lainnya, Sandra Moniaga, mengatakan, dari sisi substansi, Komnas HAM telah menyampaikan Surat Rekomendasi Nomor 062/TUA/IX/2019 kepada Presiden dan Ketua DPR. Surat berisi pasal-pasal yang dinilai Komnas HAM masih bermasalah. Di antaranya terkait adanya norma hukum kebiasaan di masyarakat yang rawan untuk ditafsirkan secara salah, pidana mati, dan tindak pidana khusus, khususnya kejahatan yang dianggap kejahatan luar biasa, seperti pelanggaran HAM berat.
”Komnas HAM meminta Presiden dan DPR agar memperhatikan beberapa catatan tersebut,” kata Sandra.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga diminta membuka kepada publik draf RKUHP yang terakhir sebagai bagian dari hak publik untuk tahu serta untuk memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas.
Komnas HAM juga meminta kepada Presiden dan DPR agar rencana pengesahan RKUHP ditunda supaya pembahasan serta pengesahan RKUHP membawa perubahan yang signifikan bagi perlindungan dan penegakan HAM.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPR yang digelar Kamis (2/4/2020), disetujui agar RKUHP dilanjutkan pembahasannya ke tingkat II atau persetujuan pengesahan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR.
Namun, kemudian sejumlah anggota Komisi III DPR tidak ingin RKUHP yang materinya sudah disetujui di tingkat I oleh DPR periode 2014-2019 langsung disahkan. Salah satu penyebabnya karena masih banyak pasal di RKUHP yang dipermasalahkan oleh publik. Mereka pun berjanji akan membuka kembali ruang pembahasan terhadap pasal-pasal itu.
Selain Komnas HAM, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga meminta DPR menunda pembahasan RKUHP dan fokus pada penanganan Covid-19.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Genoveva Alicia, menekankan, masih banyak pasal kontroversial di dalam RKUHP sehingga sebaiknya tidak dipaksakan untuk dibahas. Pasal bermasalah itu di antaranya penghinaan presiden dan pemerintah, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, penggelandangan, aborsi, tindak pidana korupsi, penghinaan terhadap pengadilan, makar, tindak pidana terhadap agama, tindak pidana narkotika, serta pelanggaran HAM berat.
”Pandemi ini tidak boleh dijadikan kesempatan untuk mengesahkan RUU yang masih mengandung banyak permasalahan dan tidak dibahas secara inklusif,” kata Genoveva.
Pembahasan RKUHP, lanjut Genoveva, belum melibatkan banyak pihak. Selama ini pembahasan hanya fokus dilakukan oleh ahli-ahli hukum pidana tanpa mempertimbangkan pendapat dari bidang ilmu lain yang terdampak, seperti bidang kesehatan, kesehatan masyarakat, kriminologi, pariwisata, dan ekonomi.