Memetik Buah Fanatisme Penggemar
Industri sepakbola Indonesia mulai tumbuh secara signifikan. Dominasi merek pakaian olahraga nasional di Liga 1 2020 menjadi bukti nyata.
Fanatisme luar biasa para pendukung klub sepak bola menghadirkan pangsa pasar besar bagi pertumbuhan cendera mata atau merchandise klub di Indonesia. Merek produsen olahraga lokal ibarat jamur di musim hujan, yang terus bermunculan dalam empat tahun terakhir untuk mendukung tim Liga 1. Termasuk kehadiran merek yang dibuat khusus oleh sejumlah klub yang memproduksi kostum mandiri.
Terlepasnya Indonesia dari sanksi FIFA pada 2016, dan hadirnya babak baru kompetisi nasional setahun berselang, yang diberi tajuk Liga 1, memberikan dampak positif bagi pembenahan industri sepak bola Indonesia secara bertahap. Tidak terkecuali munculnya sejumlah merek lokal yang memproduksi kostum tanding bagi konstestan Liga 1.
Baca juga: Pijakan Awal Klub di Era Industri
Pada 2017, sebanyak 14 klub Liga 1 memercayakan pengadaan kostum dan peralatan bertempur di lapangan hijau kepada produsen dalam negeri. Hanya empat klub yang kostumnya dibuat oleh apparel luar negeri. Musim berikutnya, klub pengguna kostum buatan lokal menurun menjadi 12 tim, sedangkan 6 tim menggunakan merek asing.
Setahun berselang, jumlah klub yang memproduksi kostum buatan Tanah Air menjadi 13, sehingga menyisakan 5 klub yang memakai merek asing. Dan, pada musim 2020, merek lokal semakin mengikis kehadiran merek asing dengan perbandingan 19 klub menggunakan merek lokal, termasuk kostum tanpa merek buatan klub, serta hanya 1 merek asing, yakni Umbro, yang masih eksis di kompetisi Indonesia.
Salah satu merek lokal yang konsisten mendukung kebutuhan klub Liga 1 sejak 2017 hingga 2020 ialah Specs, MBB, dan Riors. Senior Brand Manager Specs Indonesia Iwan Saktiawan mengungkapkan, pihaknya selalu berkomitmen untuk mendukung tim yang memiliki sejarah panjang dan berlabel kandidat juara. Musim ini Specs berkerja sama dengan Persipura Jayapura dan Bhayangkara FC. Pada 2019, Specs menjadi penyedia kostum bagi juara musim itu, Persija Jakarta.
Iwan memastikan, timnya memiliki tim riset dan pengembangan yang bertugas mengembangkan teknologi kostum termutakhir untuk memberikan kenyamanan bagi pemain. Untuk menentukan desain kostum, Specs berkolaborasi dengan klub untuk menentukan desain yang sesuai dengan corak dan identitas klub.
”Kami berkolaborasi dengan klub untuk menjual cendera mata klub, terutama kostum. Selama ini kerja sama Specs dengan tim Liga 1 berjalan baik karena besarnya antusiasme dari pendukung klub untuk membeli produk klub kesayangannya yang diproduksi Specs,” ujar Iwan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Untuk membuat kostum yang baik, kami perlu jadwal liga yang jelas untuk menyusun lini masa produksi kebutuhan klub. Sebab, produk berkualitas mustahil diciptakan dalam waktu singkat
Pemilik Riors Indonesia Yudhi Setiawie menuturkan, pihaknya hanya menargetkan maksimal mendukung dua tim di Liga 1 agar mampu optimal mendukung perlengkapan berlatih dan bertanding. Baik dari sisi riset dan pengembangan kualitas kostum maupun distribusi produk. Dalam memproduksi kostum, Riors berupaya mengombinasikan baju olahraga yang nyaman bagi atlet serta memiliki nilai estetika dari sisi fashion.
Terkait pola kerja sama dengan klub di Liga 1, Riors menyediakan perlengkapan tim untuk seluruh keperluan. Alhasil, tambah Yudhi, pihaknya tidak memberikan dana sepeser pun kepada klub. Untuk meraih keuntungan dari kostum, Riors juga tidak mewajibkan klub membeli produk, sehingga Riors melakukan penjualan sendiri dan klub tidak berhak menuntut bagi hasil. Tetapi, berlaku pula harga khusus apabila klub membeli kostum untuk dipasarkan mandiri di toko resmi klub.
”Kami memahami pemasaran klub bersifat terbatas karena pasar hanya di regional tertentu yang menjadi basis klub itu, serta dipengaruhi pula prestasi klub. Atas dasar itu, kami tidak mematok target penjualan tertentu setiap musim, sebab klub adalah etalase bagi kami untuk memperlihatkan dan mengembangkan teknologi kostum yang diproduksi Riors,” ucap Yudhi, yang ditemui di pusat produksi Riors di Kota Tangerang, Banten.
Pada 2017, Riors telah mendampingi Barito Putera, lalu PSIS Semarang sejak 2018 hingga musim ini. Kebersamaan Riors dengan ”Laskar Mahesa Jenar” telah dimulai sejak PSIS masih berlaga di Liga 2 pada 2017. Di Liga 1 2020, selain PSIS, Riors juga memberikan dukungan kepada Borneo FC.
Adapun Juara, merek penyedia perlengkapan Persija, berkomitmen menunjukkan kualitas terbaik bagi skuad Persija. Selain itu, kata CEO Juara Mochtar Sarman, pihaknya berupaya untuk menyediakan segala pernak-pernik Persija yang diinginkan The Jakmania, kelompok pendukung ”Macan Kemayoran”.
”Kami berjanji akan menghadirkan cendera mata yang lengkap, menarik, dan berkualitas untuk The Jakmania,” kata Mochtar.
Adapun Juara adalah merek ekslusif Persija mulai musim ini. Merek lain yang diciptakan oleh klub ialah AZA (Persebaya Surabaya), Sportama (Persib Bandung), SMBD (PSS Sleman), SEA (Arema FC), Octagon (Persela Lamongan), serta H (Barito Putera).
CEO Umbro Indonesia Ryan Gozali menjelaskan, kehadiran mereka sebagai satu-satunya merek luar negeri yang bertahan di Liga 1 musim ini, menunjukkan komitmen nyata Umbro untuk mendukung sepak bola Indonesia. Untuk bisa mendukung klub di Indonesia, Ryan mengungkapkan, pihaknya perlu mendapat persetujuan Umbro di Inggris, Izin itu termasuk menyusun desain untuk kostum tim, seperti PSM Makassar yang telah bermitra sejak 2018. Pada musim 2018, Umbro sempat berkerja sama dengan dua tim lain, yaitu Barito Putera dan Bhayangkara FC.
”Kekuatan basis pendukung, sejarah panjang, dan keunikan klub menjadi pertimbangan Umbro untuk mendukung klub Indonesia,” ujar Ryan.
Kendala
Kehadiran klub yang membuat kostum sendiri dan merek yang diciptakan klub disambut baik oleh Yudhi. Menurut dia, ekosistem positif bagi pertumbuhan merek penyedia kostum buatan dalam negeri perlu didukung oleh sistem yang lebih baik.
Oleh karena itu, Yudhi berharap pemangku kebijakan sepak bola di Indonesia mampu menciptakan sistem pengelolaan kompetisi yang berkelanjutan, terutama soal jadwal. ”Untuk membuat kostum yang baik, kami perlu jadwal liga yang jelas untuk menyusun lini masa produksi kebutuhan klub. Sebab, produk berkualitas mustahil diciptakan dalam waktu singkat,” kata dia.
Ryan juga berharap agar para klub lebih profesional dalam mengelola kontrak dengan penyedia perlengkapan tim. Di sisi lain, ia juga meminta agar klub dan PSSI memberikan edukasi kepada pendukung tim untuk membeli produk asli, sehingga dapat memberikan sumbangan nyata kepada klub yang didukung.
Bersaing
Kolektor kostum klub Liga Indonesia, Ferman Fitra Abdi, menilai, kostum buatan merek lokal atau produksi mandiri klub tidak kalah kualitas dengan produk asing. Pasalnya, pembuat kostum di Tanah Air sudah mampu mengembangkan teknologi, bahan, dan pola jahit yang mumpuni.
Tak hanya itu, strategi pemasaran klub yang menjual kostum dengan paket kotak eksklusif (boxset), yang umumnya mencantumkan sertifikat keaslian, terbukti telah menarik minat para penggemar untuk merogoh kocek.
”Kondisi saat ini menunjukkan, industri merek apparel di Indonesia telah berkembang positif. Kita perlu belajar dari merek Thailand yang diawali dengan menguasai liga domestik, lalu bisa berkiprah di luar negeri,” kata Ferman yang mengelola akun Jersey.id di Instagram.
Pakar pemasaran olahraga, Hasani Abdulgani, menuturkan, kehadiran merek penyedia perlengkapan olahraga lokal, yang umumnya diawali usaha kecil dan menengah (UKM), harus didukung oleh pemerintah dengan menghadirkan ekosistem industri olahraga yang berpihak pada produk dalam negeri. Ia menyebut, Nike dan Adidas tidak akan bisa menjadi raksasa di industri olahraga dunia tanpa bekal dukungan dari pemerintah di negara asal mereka.