Pelindung Wajah untuk Petugas Medis di Faskes Pertama
›
Pelindung Wajah untuk Petugas ...
Iklan
Pelindung Wajah untuk Petugas Medis di Faskes Pertama
Sejumlah mahasiswa Universitas PGRI Palembang mengumpulkan dana, mencari bahan, dan membuat pelindung wajah berbahan mika untuk melindungi tenaga medis yang berada di fasilitas kesehatan tingkat pertama di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Solidaritas sosial terus bermunculan di tengah pandemi Covid-19. Sejumlah mahasiswa Universitas PGRI Palembang mengumpulkan dana, mencari bahan, dan membuat pelindung wajah dari mika untuk melindungi tenaga medis yang berada di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ada di sejumlah daerah di Sumsel. Langkah ini dilakukan karena tenaga medislah yang paling rentan tertular.
Alex Hendra (22), Ketua Mahasiswa Pencinta Alam Universitas PGRI Palembang (Mapala Palaspa), bersama rekannya Enita Rian Tulbi (19) Senin (6/4/2020) mengelap pelindung wajah yang terbuat dari mika (masker mika) dengan cairan disinfektan. Setelah bersih, masker yang berbahan mika, busa, dan karet itu diletakkan di sebuah kardus berwarna coklat.
Masker mika itu dibuat oleh empat mahasiswa Universitas PGRI. Masker itu akan dikirim ke sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama di Kota Palembang, Prabumulih, Muara Enim, Baturaja, dan Muara Dua.
”Tenaga kesehatan adalah orang yang paling rentan tertular karena berhadapan langsung dengan orang banyak,” kata Alex. Tenaga kesehatan di faskes tingkat pertama juga rentan tertular karena mereka tidak tahu apakah pasien yang ditangani sudah terjangkit Covid-19 atau belum. Oleh karena itu, para mahasiswa itu membuat masker mika sebagai bentuk kepedulian mereka pada tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas dan dokter umum di klinik.
Adapun sumber dana untuk membuat masker ini berasal dari patungan para alumni Universitas PGRI Palembang dan anggota Mapala Palaspa. ”Untuk tahap pertama terkumpul sekitar Rp 3.500.000. Dari dana tersebut, kami bisa membuat sekitar 300 unit masker mika untuk para tenaga medis,” ungkap Alex. Pembuatan satu alat pelindung wajah itu membutuhkan dana sekitar Rp 10.000.
”Ini merupakan bentuk kontribusi mahasiswa untuk mendukung tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan dalam penanggulangan Covid-19,” kata Alex. Dengan alat pelindung itu, diharapkan para tenaga kesehatan tidak tertular virus dari pasien yang mereka tangani.
Dengan alat pelindung itu, diharapkan para tenaga kesehatan tidak tertular virus dari pasien yang mereka tangani.
Penasihat Mapala Palaspa Universitas PGRI Palembang Beni Martha Daya mengungkapkan, pembuatan alat pelindung wajah itu sempat terkendala bahan baku. Idealnya masker mika terbuat dari mika dengan ketebalan sekitar 0,70 milimeter. Namun, saat ini, sangat sulit mendapatkan mika dengan ketebalan seperti itu. ”Kami pun terpaksa menggunakan mika dengan ketebalan 0,25 milimeter,” ujarnya.
Meskipun lebih tipis, setelah ditanyakan ke dokter, ukuran itu masih memenuhi standar. ”Pada dasarnya, masker mika ini adalah pelapis untuk menutupi seluruh wajah tenaga kesehatan. Tenaga medis sendiri pasti sudah melengkapi dirinya dengan masker medis atau penutup mulut yang lain. Kami berharap masker ini bisa melindungi wajah para tenaga medis secara keseluruhan,” ungkapnya.
Bantuan untuk tenaga medis juga datang dari siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Sumsel. Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Riza Pahlevi mengungkapkan, saat ini hampir semua SMK di Sumsel berkontribusi membantu penanggulangan Covid-19 dengan membuat berbagai peralatan penanggulangan di antara bilik sehat (bilik disinfektan), tempat cuci tangan, masker, dan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis lainnya.
Alat itu nantinya diserahkan ke sejumlah kantor pemerintahan, tenaga medis, dan dipasang di tempat-tempat umum. Namun, ujar Riza, pembuatan perlengkapan itu tidak bisa menyeluruh di semua sekolah karena sebagian besar sekolah masih terkendala pada ketersediaan bahan baku.
Catatan Kompas dari dari 16 orang yang positif Covid-19 di Sumsel, tiga di antaranya merupakan tenaga medis, bahkan satu di antaranya meninggal. Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumatera selatan, Yusri mengatakan, sebagian besar tenaga kesehatan itu tertular Covid-19 saat memeriksa orang yang positif Covid-19, tetapi tanpa gejala.
Tenaga kesehatan yang paling rentan memang petugas di fasilitas tingkat satu karena setiap orang yang datang belum terdeteksi apakah mereka sudah terjangkit Covid-19 atau belum. Apalagi tenaga medis di tingkat pertama tidak menggunakan APD.
Selain itu, tenaga kesehatan yang mengambil sampel swab (usap tenggorokan) juga rentan tertular Covid-19 karena terkadang pasien yang diambil sampel swab-nya mengeluarkan air liur atau bahkan muntah.
Yusri mengakui, sampai saat ini keberadaan alat pelindung diri memang belum mencukupi untuk melindungi setiap tenaga kesehatan. ”Tidak hanya di rumah sakit rujukan (yang membutuhkan APD), tetapi juga di setiap fasilitas kesehatan karena mereka juga rentan tertular,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nurainy mengatakan, secara keseluruhan, jumlah tenaga medis di Sumatera Selatan mencapai 400.000 orang, sedangkan bantuan yang diterima tidak sebanyak itu. Karena itu, kata Lesty, pihaknya terus berupaya berkeja sama dengan sejumlah perusahaan swasta atau BUMN agar turut membantu menyediakan APD terutama bagi tenaga medis.
Selain itu, tenaga kesehatan juga akan diprioritaskan untuk menjalani pemeriksaan cepat (rapid test), meskipun tingkat sensitivitas tes cepat kurang dari 60 persen.
Yusri menambahkan, hingga saat ini jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Sumsel berjumlah 1.686 orang. Sebanyak 661 orang sudah selesai pemantauan dan sisanya masih dipantau. Adapun total pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 47 orang. Sebanyak 31 orang di antaranya dinyatakan negatif dan diperbolehkan pulang, sedangkan 16 orang masih dirawat.
Adapun untuk jumlah sampel yang diperiksa mencapai 113 orang. Sebanyak 16 orang di antaranya positif Covid-19, 70 orang dinyatakan negatif, dan 27 orang masih dalam pemeriksaan. Yusri mengatakan, sampai saat ini jumlah tenaga kesehatan yang berinteraksi erat dengan pasien positif masih didata untuk menekan penyebaran Covid-19.