Puskesmas dilibatkan dalam penanggulangan Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru. Selain mengedukasi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih, petugas puskesmas bertugas mendeteksi awal virus itu.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan menjadikan pusat layanan kesehatan masyarakat atau puskesmas sebagai garda terdepan dalam menyaring pasien Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru. Untuk itu, petugas puskesmas dibekali alat untuk mendeteksi virus itu dan dilatih mencegah, menyaring atau memeriksa, hingga menangani pasien yang dinyatakan positif.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bambang Wibowo, dalam konferensi pers daring via Youtube, Selasa (7/4/2020), mengatakan, puskesmas amat diperlukan dalam perang melawan Covid-19. Dengan jaringan luas di seluruh Indonesia, puskesmas menjadi garda utama untuk menyaring pasien Covid-19.
Dalam upaya penyaringan itu, terang Bambang, di tahap awal puskesmas akan menelusuri masyarakat yang diduga kontak erat dengan kasus positif Covid-19. Setelah itu, mereka akan mewawancarai orang terkait dengan penyelidikan epidemiologi.
Ada dua cara untuk mendeteksi seseorang telah tertular atau tidak. Pertama, metode tes cepat berbasis antibodi (rapid test antibody), yakni pengambilan sampel darah dari kapiler atau ujung jari seseorang untuk diperiksa. Kedua, metode tes usap (swab test) tenggorok atau pangkal hidung yang kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR).
Setelah hasil keluar, puskesmas akan menyampaikan informasi ataupun edukasi untuk penanganan selanjutnya. Bagi orang-orang yang positif dari hasil tes cepat berbasis antibodi ataupun tes usap dengan gejala sakit berat/sedang, akan ada perawatan di fasilitas kesehatan. ”Bagi orang-orang yang positif dari hasil rapid test antibody ataupun swab test, tetapi tidak ada gejala sakit berat ataupun sedang, mereka akan diminta isolasi diri di rumah,” katanya.
Bagi orang-orang yang positif dari hasil rapid test antibody ataupun swab test, tetapi tidak ada gejala sakit berat ataupun sedang, mereka akan diminta isolasi diri di rumah.
Menurut Bambang, petugas puskesmas sudah dilatih secara daring dan telah menjalani prinsip-prinsip pencegahan, penyaringan, dan penanganan pasien Covid-19. Setidaknya, petugas puskesmas dibekali kemampuan untuk menyampaikan informasi ataupun edukasi kepada pasien Covid-19 yang harus isolasi diri di rumah. Petugas akan selalu memantau pasien bersangkutan dan mengabarkan apa yang perlu dilakukan pasien itu via daring/ponsel.
Hal yang menjadi masalah saat ini, puskesmas masih kekurangan alat pelindung diri (APD). ”Namun, kami meminta petugas yang ada tetap bekerja optimal dengan memanfaatkan APD yang terbatas secara tepat/benar untuk melindungi diri,” katanya.
Distribusi alat pelindung
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menuturkan, pihaknya menyadari ada kekurangan APD untuk petugas medis. Hal itu yang turut memicu banyaknya korban meninggal dari tenaga medis yang turut menangani Covid-19.
Paling tidak, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) per 7 April mencatat, ada 19 dokter yang gugur karena terinfeksi virus SARS-CoV-2 pemicu Covid-19 saat merawat ataupun menangani pasien-pasien itu. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) per 7 April mendata, enam dokter gigi meninggal karena terinfeksi Covid-19 saat menangani pasien dengan virus itu.
Atas dasar itu, lanjut Doni, pihaknya menyalurkan bantuan 5.000 APD dan perlengkapan lain untuk PB PDGI serta 2.000 APD dan perlengkapan lain bagi Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok (PP Perhati). ”APD ini diberikan untuk semua dokter di rumah sakit rujukan ataupun bukan. Ini bentuk upaya perlindungan maksimal kepada para dokter yang menjadi ujung tombak penanganan Covid-19,” katanya.
Dalam kesempatan itu, BNPB juga mengimbau agar warga tidak menjual/membeli masker medis jenis bedah ataupun N95 karena masker itu hanya untuk tenaga medis. Bagi masyarakat umum, diminta menggunakan masker kain berlapis tiga sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal itu bertujuan mengatasi keterbatasan APD bagi tenaga medis di tengah upaya penanganan Covid-19.
Menekan korban
Ketua Umum PB PDGI RM Sri Hananto Seno dan Ketua PP Perhati Jenny Bashiruddin menyampaikan, APD amat penting untuk menekan jumlah korban jiwa dari kalangan medis, terutama para dokter gigi dan tenaga ahli penyakit THT. Apalagi, dokter gigi dan tenaga ahli penyakit THT bersentuhan sangat dekat dengan para pasien sehingga berpotensi tinggi tertular Covid-19 dari pasien.
Dokter spesialis penyakit THT Jenny, misalnya, merupakan tenaga medis yang menangani pasien dengan keluhan awal Covid-19 sebelum pasien bersangkutan diserahkan ke petugas penyaring. Hal yang terjadi beberapa waktu terakhir, mereka bertugas tanpa APD lengkap dengan standar minimal level 2, terutama masker N95. Di sisi lain, mereka tidak tahu mana pasien yang sudah positif Covid-19.
Untuk itu, bantuan APD yang diberikan saat ini akan sangat mengangkat semangat para dokter gigi dan tenaga ahli penyakit THT, terutama di daerah merah ataupun daerah yang ada kasus positif Covid-19. Semangat itu sangat penting untuk menjaga imunitas para tenaga medis tersebut agar tetap dalam kondisi baik dan tidak mudah tertular virus.
”Kami akan segera mendistribusikan bantuan APD ini ke daerah-daerah. Kami harap ini adalah bantuan APD awal dan ada bantuan selanjutnya jika masih ada kekurangan APD di daerah-daerah,” pungkas Jenny.