Kabupaten Malang, Jawa Timur, urung menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Kasus kematian yang kecil dan belum adanya kasus penularan secara lokal menjadi pertimbangan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kabupaten Malang, Jawa Timur, urung menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Penyebabnya adalah perkembangan wabah Covid-19 di Kabupaten Malang belum masuk kriteria yang ditentukan oleh pemerintah pusat, salah satunya terkait jumlah korban meninggal yang masih sedikit.
Sebelumnya, tiga daerah di Malang Raya, yakni Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu, memiliki rencana melakukan PSBB. Bahkan, koordinasi tiga kepala daerah telah dilakukan guna mematangkan persiapan. Kota Malang akhirnya mengajukan rencana PSBB ke Gubernur Jawa Timur.
Bupati Malang M Sanusi, Selasa (7/4/2020), mengatakan, pihaknya tidak jadi menerapkan PSBB. Alasannya, kriteria yang ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 tidak terpenuhi.
”Setelah permenkes keluar, kriteria kami tidak terpenuhi. Soal angka kematian yang signifikan, kami hanya satu. Karena tidak terpenuhi kriterianya, Kabupaten Malang tidak akan mengajukan usulan PSBB,” kata Sanusi seusai menghadiri musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) secara daring dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur di Pendopo Kabupaten Malang.
Mengacu data Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Malang, per Selasa siang, ada 1.622 orang dengan risiko, 159 orang dalam pemantauan (122 dipantau, 29 sembuh, 8 dirawat), 55 pasien dalam pengawasan (23 dirawat, 2 dirawat rumah, 30 sehat), dan 7 orang terkonfirmasi positif (sembuh 4, dirawat 1, isolasi rumah 1, dan meninggal 1).
Selain angka kematian kecil, lanjut Sanusi, hal lain tidak masuk kriteria adalah bahwa penderita Covid-19 di Kabupaten Malang membawa virus itu dari luar daerah. Penularan dari penderita di dalam wilayah belum ada.
Setelah permenkes keluar, kriteria kami tidak terpenuhi. Soal angka kematian yang signifikan, kami hanya satu.
”Jadi, dari kriteria-kriteria itu, Kabupaten Malang tidak memenuhi untuk mengajukan PSBB. Syarat PSBB, bupati harus mengajukan dulu ke gubernur, lalu gubernur mengajukan ke menteri. Nantinya menteri yang akan memutuskan. Jadi, kita (kabupaten) beda dengan Kota Malang,” tutur Sanusi yang berharap Covid-19 segera selesai.
Karena urung menerapkan PSBB, akhirnya Kabupaten Malang memilih menerapkan physical distancing secara intens. Langkah ini sudah dilakukan sejak dua pekan lalu dengan cara menutup sejumlah akses jalan.
Pemerintah Kabupaten Malang telah menyiapkan Rumah Susun (Rusun) Aparatur Sipil Negara di Kepanjen sebagai tempat karantina untuk warga terdampak. Di tempat itu terdapat 54 kamar dengan jumlah tempat tidur 108 buah. Saat itu, tempat tersebut sudah bisa digunakan.
”Untuk pemudik dari luar daerah, akan kami bagi menjadi dua. Yang sehat akan ditempatkan di Stadion Kanjuruhan, sedangkan yang merasa sakit dipindah ke Rusun ASN,” kata Sanusi yang meminta warganya tidak keluar rumah apabila tidak ada urusan penting guna memutus rantai penyebaran Covid-19.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang Purnadi, yang ditemui sebelum musrenbang, mengatakan, Covid-19 berdampak pada berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD). Diperkirakan, penurunan PAD bisa mencapai 50 persen.
Seharusnya, menurut Purnadi, PAD Kabupaten Malang tahun ini bisa mencapai Rp 715 miliar. Penurunan terjadi akibat aktivitas barang dan jasa yang tidak lancar selama wabah Covid-19 berlangsung. ”Kemungkinan turun sampai 50 persen menjadi Rp 371 miliar,” katanya.