Pemerintah menerbitkan surat utang global senilai 1 miliar dollar AS. Surat utang ini merupakan salah satu dari rangkaian tiga surat utang dengan nilai total 4,3 miliar dollar AS.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi global berdenominasi dollar AS dengan tenor 50 tahun. Obligasi global dengan tenor terpanjang dalam sejarah ini akan digunakan untuk membiayai defisit APBN yang membengkak akibat pandemi Covid-19 dan ancaman krisis global.
Indonesia menerbitkan obligasi global tenor 50 tahun sebesar 1 miliar dollar AS dengan tingkat bunga 4,5 persen. Mengacu kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Selasa (7/4/2020), angka penerbitan global bonds tersebut setara dengan Rp 16,41 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, preferensi investor global terhadap surat utang pemerintah jangka panjang cukup kuat di tengah risiko pasar yang sangat tidak pasti dan bergejolak. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menerbitkan obligasi global bertenor 50 tahun untuk pertama kalinya.
”Preferensi investor global terhadap tenor obligasi jangka panjang cukup kuat sehingga Indonesia bisa melakukan penekanan atau mendapatkan tingkat bunga yang cukup baik,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers strategi pembiayaan APBN 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa, di Jakarta.
Obligasi global bertenor 50 tahun ini memiliki tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan obligasi global jangka panjang yang terbit tahun 2018. Obligasi global tenor 30 tahun memiliki tingkat bunga 5,38 persen, sedangkan tenor 10 tahun 4,78 persen.
Sri Mulyani mengatakan, penerbitan obligasi global tenor 50 tahun diharapkan dapat menyeimbangkan rata-rata profil jatuh tempo surat utang negara antara jangka pendek dan jangka menengah panjang. Selama ini, permintaan pasar domestik cenderung pada obligasi bertenor jangka pendek, yakni 5 tahun.
”Dengan tenor 50 tahun ini, Indonesia menciptakan acuan atau benchmark tenor baru bagi surat utang yang diterbitkan pemerintah,” kata Sri Mulyani.
Penerbitan obligasi global tenor 50 tahun juga memanfaatkan kurva tenor jangka panjang yang lebih flat. Dengan demikian, kata Sri Mulyani, risiko dan biaya atas penerbitan surat utang relatif terjaga. Kurva surat utang tenor jangka panjang yang cenderung flat ini merefleksikan beban bunga utang yang rendah.
”Strategi pembiayaan APBN 2020 akan tetap bersifat oportunistik, penambahan pembiayaan melalui utang dan nonutang dilakukan sesuai kondisi pasar keuangan,” kata Sri Mulyani.
Indonesia menciptakan acuan atau benchmark tenor baru bagi surat utang yang diterbitkan pemerintah
Defisit APBN
Hasil penerbitan obligasi tenor 50 akan digunakan untuk membiayai defisit APBN. Pada 2020, pemerintah mengubah proyeksi defisit dari Rp 307,2 triliun menjadi Rp 853 triliun. Defisit APBN 2020 melebar menjadi 5,07 persen produk domestik bruto (PDB). Pelebaran defisit ditengarai akibat penurunan pendapatan dan peningkatan belanja negara.
Selain obligasi global tenor jangka panjang ini, pemerintah tengah menyiapkan instrumen surat utang baru bernama pandemic bonds untuk stategi pembiayaan 2020 yang fokusnya untuk penanganan Covid-19. Skema dan mekanisme penerbitan masih dimatangkan oleh Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani menambahkan, Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang menerbitkan obligasi global sejak pandemi Covid-19 melanda dunia. Sepanjang Februari-Maret 2020, tidak satu pun negara di Asia yang masuk ke pasar surat utang global karena volatilitas dan gejolak yang sangat besar.
Dihubungi terpisah, Selasa, ekonom makro-ekonomi dan sektor Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, berpendapat, penerbitan surat utang bertenor jangka panjang dan berdenominasi dollar AS adalah langkah tepat dan optimal yang bisa diambil pemerintah dalam kondisi ruang fiskal pemerintah yang terbatas saat ini.
”Pemerintah akan tertolong apabila dapat menerbitkan surat utang dalam jangka panjang. Semakin panjang semakin bagus karena risiko gagal bayarnya dapat diminimalkan dan didiversifikasi lebih luas antarwaktu,” kata Riefky.
Di sisi lain, penerbitan obligasi berjangka panjang juga akan meminimalkan beban pembayaran bunga utang dalam APBN.
Meski demikian, menurut Riefky, penerbitan surat utang jangka panjang berisiko pada pembiayaan berkelanjutan yang lebih lama. Karena itu, pemerintah harus menjaga disiplin fiskal yang kredibel dan hati-hati agar instrumen surat utang tetap diminati investor hingga jangka panjang, tidak hanya tenor jangka pendek dan menengah.