Tak ada perasaan lain yang dirasakan warga kota Wuhan selain bahagia setelah kebijakan penutupan kota itu dicabut. Namun, pencabutan itu bukan berarti kehidupan bisa kembali normal seperti sebelum Covid-19 terjadi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Kegembiraan menyelimuti warga kota Wuhan di Provinsi Hubei, China, Rabu (8/4/2020). Setelah 76 hari kota itu ditutup karena wabah Covid-19, kini Pemerintah China mencabut kebijakan penutupan Wuhan dan mengizinkan warga untuk bepergian. Kota industri di wilayah tengah China itu siap berdenyut kembali.
Stasiun kereta, terminal bus, dan jalanan kota yang semula sepi dalam sekejap harus melayani puluhan ribu warga yang ingin bepergian. Menurut pemerintah, ada sekitar 55.000 warga Wuhan yang bepergian keluar Wuhan menggunakan kereta api, Rabu (8/4/2020).
Rabu pagi, arus lalu lintas yang mengarah keluar Wuhan juga ramai setelah malam sebelumnya barikade di perbatasan kota dicabut dan warga diizinkan untuk pergi keluar kota.
Moda transportasi lain, yaitu feri, trem, dan taksi, kembali beroperasi. Bahkan, bandar udara juga kembali melayani penerbangan domestik. Sebagian penumpang yang mengantre di bandara mengenakan masker dan alat pelindung diri. Kantor berita Xinhua melaporkan, ada sekitar 200 penerbangan dari dan ke Wuhan pada Rabu.
Pemerintah setempat memperkirakan sebagian besar warga yang pergi meninggalkan Wuhan mengarah ke selatan, yakni ke Provinsi Guangdong yang merupakan magnet bagi pekerja migran.
”Saya akan menemui orangtua saya,” ujar salah seorang calon penumpang pesawat, Wang Wenshu, saat menunggu di Bandar udara Tianhe, Wuhan. ”Tentu saya rindu mereka. Berhentilah menanyakan itu atau saya akan menangis.”
Hao Mei, orangtua tunggal berusia 39 tahun, mengatakan, dirinya harus terpisah dari dua anaknya yang tinggal di kota Enshi karena saat penutupan diberlakukan ia masih bekerja di dapur sebuah sekolah di Wuhan.
”Kamu tidak tahu! Saya sudah terbangun sejak pukul 04.00. Saya merasa senang. Anak-anak saya juga gembira. Ibu akhirnya pulang,” kata Mei saat menunggu kereta.
”Saat Wuhan ditutup, saya menangis setiap malam. Saya benar-benar sedih karena anak-anak saya masih kecil, umurnya 10 tahun.”
Kebahagiaan bercampur sedih dialami tenaga medis yang selama ini menjadi benteng pertahanan untuk menyelamatkan pasien Covid-19 yang dirawat. Sekelompok tenaga medis yang diperbantukan dari luar Wuhan akhirnya harus meninggalkan kota itu. Mereka berpelukan untuk berpamitan kepada koleganya di Wuhan.
Pemerintah China menutup Wuhan yang menjadi pusat pandemi Covid-19 pada 23 Januari 2020. Sebanyak 11 juta warga Wuhan dilarang bepergian keluar rumah apalagi keluar daerah. Akses Wuhan dari luar pun ditutup. Setelah Wuhan, kota lain di Provinsi Hubei juga ditutup.
Ada lebih dari 50.000 kasus Covid-19 di Wuhan dengan jumlah kasus meninggal 2.571 jiwa atau sekitar 80 persen kasus kematian akibat Covid-19 di China. Dalam beberapa minggu terakhir kasus baru Covid-19 telah menurun.
”Wuhan telah kehilangan banyak dalam pandemi ini dan warga Wuhan harus membayar mahal,” ujar seorang pria berumur 21 tahun bermarga Yao yang hendak kembali ke restoran tempatnya bekerja di Shanghai. ”Sekarang penutupan telah dicabut, saya pikir kami semua cukup bahagia.”
Kebijakan melonggarkan penutupan Provinsi Hubei secara bertahap sebenarnya telah dimulai dua minggu lalu. Otoritas setempat harus menunggu sampai Rabu (8/4/2020) untuk membuka arus lalu lintas di Wuhan kembali normal.
Meski begitu, kekhawatiran wabah Covid-19 merebak kembali tetap ada. Di stasiun kereta api Hankou, sebuah robot melaju di antara kerumunan penumpang menyemprotkan disinfektan ke arah kaki penumpang sambil memutar suara mengingatkan penumpang untuk menggunakan masker.
Pencabutan kebijakan penutupan Wuhan belum sepenuhnya membuat warga bebas sebebas-bebasnya. Hanya warga yang bisa menunjukkan kode hijau di telepon seluler mereka—yang menunjukkan mereka tidak terinfeksi—yang diizinkan bepergian.
Setelah bisa keluar dari Wuhan dan Provinsi Hubei warga belum benar-benar bebas. Mereka masih harus menjalani karantina mandiri selama dua minggu di provinsi tujuan. Bahkan, Pemerintah Provinsi Zhejiang menyampaikan bahwa semua warga yang tiba dari Wuhan dalam dua minggu ke depan harus menjalani tes untuk mengetahui status infeksi Covid-19 dari orang itu.
Selain itu, sejumlah pembatasan juga masih berlaku di dalam kota Wuhan. Semua ini ditujukan untuk mencegah terjadinya gelombang kedua infeksi, yakni merebak kembalinya Covid-19 dari pasien positif tanpa gejala dan kasus impor.
Koran milik pemerintah, People Daily, memberikan peringatan bahwa membuka kembali Wuhan ”bukan berarti melepaskan kendali”.
Otoritas kota Wuhan mengatakan bahwa sekolah di Wuhan tetap ditutup dan warga diimbau untuk tidak meninggalkan kota meski hanya ke provinsi tetangga.
Pejabat dari Biro Keamanan Publik Wuhan, Yan Qiangsheng, menyampaikan bahwa ”mencabut kebijakan penutupan tidak berarti berhenti melakukan intervensi melawan virus yang selama ini dilakukan”.
Tampaknya, kebebasan warga Wuhan untuk bepergian setelah 76 hari hidup di dalam rumahnya masing-masing tidak berarti kehidupan akan kembali normal dalam waktu cepat. (AFP)