Industri pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling parah terdampak pandemi Covid-19. Mengacu riset Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), industri pariwisata diperkirakan baru pulih pada tahun 2022.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Para pelaku usaha pariwisata dan turunannya mulai kesulitan membayar gaji dan tunjangan karyawan. Pemerintah menyiapkan langkah pemulihan. Namun, normalisasi diperkirakan memakan waktu relatif lama setelah pandemi.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama menyatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah strategi menghadapi dampak pandemi, terbagi dalam tiga fase, yaitu tanggap darurat, pemulihan, dan normalisasi. Mengacu pada riset Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), industri pariwisata diperkirakan baru pulih pada tahun 2022.
”Bahkan, ada yang bilang butuh tujuh tahun. Itu bicara kondisi global. Kami sudah menyiapkan langkah pemulihan dan normalisasi yang kami harapkan bisa mempercepat proses itu. Jadi semoga tidak perlu selama itu pemulihannya,” kata Wishnutama, melalui diskusi telekonferensi di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Meski demikian, pemulihan sektor pariwisata adalah hal yang kompleks. Saat ini, salah satu fokusnya adalah memperbaiki kondisi psikologi para wisatawan agar setelah pandemi, arus kunjungan wisatawan bisa kembali cepat normal. Hal ini berkaitan pula dengan pemulihan di bidang transportasi. Industri penerbangan, misalnya, harus juga dipulihkan agar konektivitas kembali normal.
”Pariwisata ini terkait erat dengan sektor lain, industri transportasi, jadi memang tidak bisa kita sendiri saja yang pulih, semua sektor dan negara harus pulih pada saat yang bersamaan. Saya sendiri tidak berharap normalisasi pariwisata harus selama itu, tapi ini sudah analisis dari lembaga yang penelitiannya selama ini tepercaya,” katanya.
Tidak menggaji
Saat ini, kondisi industri pariwisata dan turunannya sudah meradang. Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, mayoritas perusahaan sudah tidak memiliki uang kas lagi untuk menggaji karyawan.
”Kalau dipetakan, ada yang masih mampu membayar utuh, ada yang hanya sebagian, dan ada yang tidak bisa bayar sama sekali. Kondisinya, yang tidak bisa bayar sama sekali lebih dominan,” katanya.
Hingga Senin (6/4/2020), ada 1.266 hotel yang tutup karena terdampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan data PHRI, hingga Senin (6/4/2020), ada 1.266 hotel tutup karena terdampak pandemi. Karyawan yang terdampak diperkirakan 130.000 orang. Pemasukan dan sumber nafkah hilang karena mereka diharuskan mengambil cuti di luar tanggungan.
Hariyadi menegaskan, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan pelaku usaha karena tanggungan pesangon bisa lebih besar daripada gaji karyawan.
”Yang terjadi adalah karyawan disuruh cuti di luar tanggungan atau unpaid leave. Kami tidak menggunakan istilah ’dirumahkan’, karena kalau dirumahkan pun masih ada konsekuensi harus membayarkan 70 persen gaji karyawan,” kata Hariyadi.
Tidak hanya gaji karyawan, perusahaan di sektor hotel dan restoran pun, menurut dia, sudah tidak bisa membayar tunjangan hari raya (THR) karyawan. ”Kalau ada uangnya pasti dibayar, kalau tidak, mau bagaimana lagi? Kami harap bisa ada soft landing, ini bukan perusahaan membangkang, tapi kondisinya tidak mungkin bayar THR,” katanya.
Dari hasil pendataan, ada 74.000 karyawan di seluruh Indonesia yang akan diusulkan PHRI untuk mendapat bantuan Kartu Prakerja. Data itu kini sudah diserahkan ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk digabungkan dengan pendataan yang sudah dilakukan dinas-dinas pariwisata di setiap daerah.
Hariyadi mengatakan, usulan data itu diberikan karena perusahaan sudah tidak sanggup membayar para pekerjanya. Untuk menyehatkan kembali arus kas perusahaan, pelaku usaha meminta pemerintah untuk menyediakan stimulus yang lebih jelas bagi sektor pariwisata.
Beberapa permintaan pelaku usaha, antara lain, penundaan Pajak Bumi dan Bangunan, pembebasan pajak hotel dan restoran, diskon pajak air bawah tanah, dan diskon retribusi sampah. Selain itu, untuk menjamin gaji karyawan, pelaku usaha juga meminta pembebasan iuran BP Jamsostek dan BPJS Kesehatan tanpa pengurangan manfaat untuk satu tahun ke depan.
Pelaku usaha juga meminta agar tabungan tunjangan hari tua di BP Jamsostek bisa dicairkan lebih cepat agar manfaatnya bisa dimanfaatkan oleh para pekerja yang saat ini sudah tidak punya nafkah. ”Kami minta agar ini boleh dicairkan sekarang. Karena, toh, itu juga tabungan para pekerja, supaya bisa menambah daya beli pekerja dan bertahan hidup selama pandemi,” tutur Hariyadi.