Perhotelan Terpuruk, Pendapatan Daerah Kota Cirebon Rentan Anjlok
›
Perhotelan Terpuruk,...
Iklan
Perhotelan Terpuruk, Pendapatan Daerah Kota Cirebon Rentan Anjlok
Bisnis perhotelan dan restoran di Kota Cirebon, Jawa Barat, terpuruk akibat wabah Covid-19. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada ratusan pekerja hotel, tetapi juga mengurangi pendapatan pajak daerah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Bisnis perhotelan dan restoran di Kota Cirebon, Jawa Barat, terpuruk akibat wabah Covid-19. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada ratusan pekerja hotel, tetapi juga rentan mengurangi pendapatan pajak daerah. Padahal, sektor ini berkontribusi besar untuk pendapatan daerah.
Hingga triwulan pertama 2020, pendapatan pajak daerah Kota Cirebon dari sektor hiburan, hotel, dan restoran masing-masing mencapai Rp 2,6 miliar, Rp 4,9 miliar, dan Rp 15,1 miliar. Angka tersebut sekita 25 persen dari target pendapatan Rp 88,6 miliar. Ketiga sektor ini berkontribusi hingga 44 persen dari target pendapatan pajak Kota Cirebon sekitar Rp 202 miliar.
”Untuk triwulan I, pendapatan di sektor ini mencapai target. Namun, target 30 persen pendapatan daerah pada triwulan II (April-Juni) sulit tercapai,” kata Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi kepada Kompas, Rabu (8/4/2020), di Cirebon.
Menurut Agus, pendapatan daerah bisa tersendat karena saat ini bisnis perhotelan, hiburan, dan restoran terdampak wabah Covid-19. Tempat hiburan, misalnya, sudah ditutup sementara untuk menghindari kerumunan orang yang dapat menjadi tempat penyebaran virus korona baru.
Sejumlah hotel dan restoran pun berhenti beroperasi sementara karena minin pengunjung. Imam Reza Hakiki, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Cirebon, mengatakan, saat ini setidaknya delapan hotel di Kota Cirebon tutup sementara.
”Jumlahnya masih bisa bertambah. Bulan ini jadi penentu,” ucapnya. Jika dipaksakan beroperasi, katanya, manajemen hotel tidak hanya merugi, tetapi juga tombok karena ongkos operasional lebih besar dibandingkan pemasukan.
Saat ini, hotel yang berupaya bertahan dengan menerapkan protokol kesehatan harus ”membanting” harga dengan memangkas ratusan ribu rupiah per kamar agar menarik tamu. Namun, okupansi hotel rata-rata tetap berkisar 10-20 persen. Padahal, di hari normal, okupansi hotel, katanya, paling rendah 40 persen.
”Ini kondisi terburuk industri hotel Cirebon. Padahal, menjelang mudik Lebaran bulan depan, kami selalu mendapat berkah pemudik,” ujar Kiki yang terpaksa menutup satu dari dua hotelnya.
Menurut Kiki, upaya pemerintah membantu industri perhotelan dengan menunda pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan juga Pajak Penghasilan belum cukup. ”Kami sedang mengajukan keringanan untuk pembayaran listrik, PDAM, dan gas. Listrik termasuk pos pengeluaran terbesar selain belanja makanan dan minuman serta sumber daya manusia,” katanya.
Kami sedang mengajukan keringanan untuk pembayaran listrik, PDAM, dan gas. Listrik termasuk pos pengeluaran terbesar selain belanja makanan dan minuman serta sumber daya manusia.
Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon Agus Suherman mengatakan, sekitar 350 karyawan untuk sementara tidak bekerja akibat sejumlah hotel berhenti beroperasi di Kota Cirebon. Hotel ini tutup sebulan, tiga bulan, bahkan ada yang belum menentukan kapan beroperasi lagi.
Tidak hanya hotel, destinasi wisata unggulan Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan dan Goa Sunyaragi yang berumur ratusan tahun juga ditutup sementara hingga waktu yang belum ditentukan. Sekitar 30 karyawan pun terdampak.
”Pekerja yang terdampak sudah menerima kompensasi dari pengelola wisata,” katanya. Kunjungan wisata juga anjlok sampai 90 persen. Padahal, tahun ini, kami menargetkan kunjungan wisatawan 2,1 juta orang.