Industri hotel di Jawa Barat babak belur dihajar pandemi Covid-19. Okupansi turun drastis. Di tengah situasi sulit ini, sajian kuliner melalui bisnis “dapur” menjadi harapan untuk bertahan.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga/Abdullah Fikri Ashri
·4 menit baca
Industri hotel di Jawa Barat babak belur dihajar pandemi Covid-19. Okupansi turun drastis. Di tengah situasi sulit ini, sajian kuliner melalui bisnis “dapur” menjadi harapan untuk bertahan.
Daun kering berguguran di halaman parkir Hotel Aston Cirebon di Kabupaten Cirebon, Senin (6/4/2020) siang, seperti menggambarkan muram itu. Tak tampak lagi kendaraan para tamu. Mobil hotel yang biasanya sibuk menjemput tamu kini terparkir di lantai basement.
Sekitar 200 kamar tak lagi terisi. Ruangan pertemuan untuk rapat, seminar, hingga musyawarah nasional partai tertutup rapat. Hotel yang kerap menjadi tempat menginap pejabat, itu kini dimakan sepi.
Wabah Covid-19 membuat hotel yang pernah dihuni atlet Asian Games 2018 itu kini tak berdaya. Tingkat okupansi penghuni terus menurun sejak pertengahan Maret lalu.
“Sabtu (4/4/2020) kemarin, tingkat keterisian hotel hanya 12,5 persen dari 200 kamar. Semua rencana pertemuan pun ditunda. Sebanyak 32 warga negara asing yang sudah memesan kamar juga batal karena virus korona baru,” kata Public Relation Hotel Aston Cirebon, Litania Putri Utami.
Kondisi ini memaksa manajemen hotel menutup sementara operasional hotel mulai 5 April 2020 hingga 3 Juni 2020. Ini mempertimbangkan keputusan pemerintah yang menetapkan darurat Covid-19 hingga akhir Mei. Pemerintah juga telah mengimbau warga tetap berada di rumah dan tidak mudik.
“Kalau kondisi segera membaik, kami buka lebih awal. Semoga,” ucapnya. Karyawan yang masih bekerja pun hanya hitungan jari dari total sekitar 160 karyawan. Selebihnya, tak bekerja meski tetap menerima gaji yang tak utuh. Meskipun tutup sementara, segala cara dilakukan untuk tetap bertahan.
Minuman khas di Oasis Bistro dan makanan di restoran Takebayashi jadi andalan. Pelanggan dianjurkan memesan dan membawa pulang makanannya, tidak makan di tempat. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan angkutan transportasi daring untuk mengantar makanan dan minuman.
“Kalau pelanggan tetap mau makan di sini, kami sudah siapkan tempat makan yang kursinya berjauhan sesuai konsep menjaga jarak,” kata Litania.
Sebelum masuk lobi, petugas yang mengenakan masker akan memeriksa suhu tubuh tamu. Jika suhunya mencapai 38 derajat Celcius, pengunjung diminta ke puskesmas terdekat. Cairan antiseptik pencucian tangan juga tersedia.
Pada Senin siang, Oasis Bistro telah mengirim pesanan dua Cappucino. Minuman andalan lainnya adalah vietnamese coffee dan cinnamon marshmallow. “Restoran masih kami buka karena orang yang di rumah mungkin rindu menu kami,” katanya.
Meskipun belum tampak tren lonjakan pesanan, Litania optimistis, restoran tersebut tidak ikut tutup sementara seperti operasional hotel. Terlebih lagi, sejumlah restoran dan kedai kopi sudah tutup. “Kalau orderan tinggi, restorannya pasti tetap buka,” ujarnya.
Restoran masih kami buka karena orang yang di rumah mungkin rindu menu kami
Kondisi di Cirebon adalah secuil kisah suram hotel di Jabar di tengah pandemi. Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Jabar, ada 600 hotel yang tutup sementara. Sekitar 10.000 orang terdampak. Ada yang dibayar tak penuh. Sebagian kehilangan pekerjaan. Namun, mereka tak ingin terus diam. Selalu ada jalan bagi yang percaya semua tantangan bisa ditempuh.
Mason Pine Hotel di Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat, memilih tetap beroperasi dalam situasi sulit ini. Manajamen hotel memeras otak. Bisnis penginapan saja tak bisa diandalkan.
“Okupansi akhir Februari masih bagus, 60 – 70 persen. Namun, saat ini di bawah lima persen,” ujar Manajer Komunikasi Pemasaran Mason Pine Hotel Bunga Faiti Putri, Selasa (7/4/2020).
Bunga mengatakan, pihaknya tidak menawarkan potongan harga untuk menarik minat masyarakat menginap di hotel itu. Sebab, mereka lebih memprioritaskan keselamatan tamu di saat pandemi.
“Tidak ada promosi apapun untuk menginap di hotel. Prioritas saat ini bukan bisnis (penginapan), namun keselamatan,” ujarnya.
Sejak sepekan terakhir, Mason Pine Hotel juga membuka layanan kuliner pesan antar. Mereka menawarkan beraneka makanan, di antaranya soto banjar, sup buntut, bebek goreng, steak, piza, dan batagor.
“Kami menerima pesanan dari sekitar Kota Baru Parahyangan. Jadi, warga pesan lewat telepon dan akan diantar sehingga mereka tidak perlu keluar rumah,” ujarnya.
Swiss-Belresort Dago Heritage Bandung juga memaksimalkan bisnis kuliner untuk menyiasati meredupnya pemesanan kamar hotel. Mereka menawarkan sejumlah paket makanan, di antaranya nasi goreng, pasta dan salad, dan piza.
“Banyak orang enggak mau keluar rumah karena Covid-19. Jadi, kami menawarkan paket makanan yang bisa diantar ke rumah dalam radius 2 kilometer dari hotel,” ujar Manajer Humas Swiss-Belresort Dago Heritage Bandung Atika Nurliawati.
Kami menerima pesanan dari sekitar Kota Baru Parahyangan. Jadi, warga pesan lewat telepon dan akan diantar sehingga mereka tidak perlu keluar rumah
Atika mengatakan, saat ini tingkat hunian di hotel itu 20-30 persen. Padahal, sebelum pertengahan Maret, okupansinya mencapai 100 persen setiap akhir pekan.
Selain penginapan, Swiss-Belresort Dago Heritage Bandung juga menerima layanan acara pernikahan dan gathering. “Namun, karena situasi pandemi Covid-19, kami mengikuti imbauan pemerintah menghindari kerumunan. Banyak tamu menunda jadwal acaranya,” ujarnya.
Atika menuturkan, pihaknya juga membuat promosi safecation dengan harga Rp 600 ribu per malam. Namun, promosi ini tidak untuk mengajak wisatawan dari luar kota berlibur ke Bandung.
“Paket promosi ini ditujukan untuk warga yang mungkin bosan kerja dari rumah. Jadi, bukan mengajak orang berlibur,” ucapnya.
Bisnis kuliner dan paket promosi jelas tidak bisa mengganti pemasukan hotel yang hilang karena turunnya tingkat hunian. Namun, pengoptimalan bisnis “dapur” dapat menjaga agar hotel tetap berpenghasilan dan bertahan di situasi sulit.