Inovasi dalam negeri dituntut untuk menghasilkan ventilator yang bisa segera diproduksi secara massal. Hal itu sebagai bagian dari upaya mengatasi kekurangan ketersediaan alat bantu pernapasan bagi pasien Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan ventilator atau alat bantu napas semakin mendesak dengan meningkatnya jumlah pasien Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona (corona) baru di Indonesia. Keterbatasan jumlah alat yang diimpor menuntut inovasi dalam negeri untuk menghasilkan ventilator yang bisa segera diproduksi secara massal.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah melalui konsorsium riset dan teknologi untuk penanganan Covid-19 telah menghasilkan sejumlah inovasi dalam negeri. Salah satu inovasi tersebut adalah ventilator portabel yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
”Ketika belum ada produk dari inovasi dalam negeri semua kebutuhan diimpor. Padahal, kami sadari impor itu tidak mudah karena stoknya sudah langka dan diperebutkan banyak negara. Artinya, kita perlu upayakan untuk percepatan penyediaan dalam negeri,” katanya dalam kunjungan tanpa tatap muka dengan harian Kompas di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Bambang menyebutkan, ventilator portabel yang dikembangkan saat ini telah masuk dalam proses pengujian di Kementerian Kesehatan dan akan segera dilakukan uji klinis di sejumlah rumah sakit. Ditargetkan, ventilator portabel dalam negeri ini bisa diproduksi secara massal pada tiga minggu ke depan.
Berdasarkan data yang tercatat dalam aplikasi sarana, prasarana, dan alat kesehatan (Aspak) per Maret 2020, jumlah ventilator yang tersedia di seluruh Indonesia sebanyak 8.413 alat. Ventilator itu tersebar di 2.867 rumah sakit di Indonesia.
Ketika belum ada produk dari inovasi dalam negeri semua kebutuhan diimpor. Padahal, kami sadari impor itu tidak mudah karena stoknya sudah langka dan diperebutkan banyak negara.
Meski begitu, distribusi dari alat ini tidak merata di sejumlah wilayah. Sebagai contoh, di Jawa Barat tersedia 1.215 alat, Jawa Tengah 1.154 alat, DKI Jakarta 1.071 alat, Kalimantan Tengah 26 alat, Maluku ada 21 alat, dan Papua Barat 19 alat.
Saat dihubungi secara terpisah, Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, ventilator portabel yang dikembangkan oleh BPPT akan diperuntukkan bagi pasien yang tidak dirawat di ruang perawatan intensif (ICU). Setelah melalui proses verifikasi dan validasi dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan serta uji klinis di rumah sakit, alat ini bisa segera diproduksi oleh industri.
Setidaknya tiga industri sudah bekerja sama untuk memproduksi alat ini, salah satunya PT LEN Industri. Berdasarkan hasil komunikasi yang dilakukan BPPT dengan industri, Hammam menyampaikan, 100 unit setiap minggu ditargetkan bisa diproduksi oleh masing-masing industri . Karena itu, diperkirakan minimal 300 unit bisa dihasilkan dalam satu minggu.
”Jumlah kebutuhan ventilator di Indonesia hingga saat ini masih didata gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Ini nanti akan dihitung termasuk kebutuhan di rumah sakit darurat, baik untuk keperluan isolasi maupun observasi. Minggu depan diharapkan alat ini sudah bisa diproduksi,” katanya.
Tes kit
Selain ventilator portabel, Bambang menambahkan, sejumlah inovasi lain telah dikembangkan para peneliti di Indonesia. Inovasi tersebut, antara lain, tes cepat atau rapid test Covid-19, alat deteksi dengan cip mikro, alatuji PCR (polymerase chain reaction), dan laboratorium uji PCR bergerak.
Pemerintah telah menganggarkan Rp 41,24 miliar untuk mendukung hasil inovasi dalam negeri guna menghadapi Covid-19. Dari besaran itu, sekitar Rp 3,20 miliar digunakan untuk kegiatan non-penelitian, seperti pengadaan masker, sarung tangan, dan sosialisasi, serta Rp 38,04 miliar untuk kegiatan riset seperti pembuatan alat tes cepat Covid-19, pengembangan alat pelindung diri (APD), dan pengembangan vaksin Covid-19.
Alat tes cepat Covid-19 direncanakan bisa diproduksi hingga 100.000 alat dalam dua bulan mendatang. Dengan alat ini, hasil pemeriksaan bisa diperoleh secara cepat dalam 10-15 menit dengan sensitivitas sekitar 75 persen. Pemeriksaan dari alat ini harus dikonfirmasi lagi dengan tes lanjutan dengan metode PCR.
Hamman menambahkan, selain alat tes cepat, BPPT juga mengembangkan alat uji Covid-19 dengan metode PCR. Alat itu ditargetkan mulai diproduksi secara massal mulai tiga pekan mendatang dengan jumlah 10.000 alat. Distribusi alat ini akan disampaikan ke gugus tugas agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan di setiap daerah. Untuk hilirisasi alat ini akan diproduksi melalui PT Bio Farma dan Nusantics.
”Kendala saat ini reagen dari alat ini masih harus diimpor sehingga ketersediaannya juga membutuhkan waktu tunggu yang cukup lama. Namun, kami terus upayakan akan bisa terus berlanjut sehingga produksinya juga bisa dipastikan berlangsung dalam jangka panjang,” tuturnya.