Virus Covid-19 Bikin Babak-Belur Pasar Properti Indonesia
›
Virus Covid-19 Bikin...
Iklan
Virus Covid-19 Bikin Babak-Belur Pasar Properti Indonesia
Hanya tiga bulan. Begitulah daya tahan properti Indonesia akibat wabah Covid-19. Tanpa dukungan pemerintah dalam melakukan restrukturisasi KPR, sektor properti bisa makin babak-belur dan merembet ke sektor lain.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jangan harap bisa menjual rumah bekas atau second saat ini. Angin segar kebangkitan properti yang berembus dua bulan pertama tahun 2020 terasa berubah drastis menjadi badai tak berujung akibat wabah Covid-19. Kondisi ini akan terus berlanjut menghantam sektor properti beberapa waktu ke depan.
Wabah Covid-19 ini diperkirakan menjadi salah satu faktor utama melemahnya pasar perumahan sekunder pada sisa dua bulan terakhir kuartal pertama tahun 2020. Entah sampai kapan sektor ini akan bisa bangkit kembali, mengingat perjuangan panjang masih harus dihadapi masyarakat Indonesia.
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, kepada Kompas di Jakarta, Rabu (8/4/2020), mengatakan, “Antisipasi daya tahan pengembang hanya sampai tiga bulan. Strategi yang bisa dilakukan pengembang saat ini adalah bertahan. Sebab, faktor pasar tidak bisa dikendalikan. Semua masuk ke pemasaran melalui online, meskipun tidak menjamin penjualan akan naik. Paling tidak, promosi dan branding tetap jalan.”
Menurut Ali, pergerakan pasar sekunder mulai terlihat bertumbuh pada awal tahun ini. Sayangnya, begitu memasuki bulan Maret, sebagian wilayah menunjukkan aktivitas pasar yang menurun. Ini memengaruhi pergerakan harga secara triwulanan.
Walaupun demikian, kata Ali, sebagian wilayah memang masih memperlihatkan pertumbuhan positif pada triwulan pertama. Namun, diperkirakan akan melambat bervariasi di triwulan berikutnya.
Berdasarkan survei pasar sekunder yang dilakukan Indonesia Property Watch pada triwulan pertama tahun 2020, pergerakan harga cenderung melambat. Hal ini diperkirakan akan terus berdampak pada pergerakan harga pada triwulan berikutnya.
Padahal, secara umum pasar perumahan sekunder telah menunjukkan pertumbuhan tipis pada awal tahun ini. Kini, memasuki akhir triwulan pertama tahun 2020, aktivitas pasar relatif menurun cukup tinggi.
Menurut Ali, aktivitas pasar yang menurun juga diwarnai banyaknya pembatalan atau penundaan transaksi di pasar sekunder. Kendala tidak hanya datang dari konsumen, melainkan juga berbagai pihak lain, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan notaris akibat terkendalanya mekanisme komunikasi dan tatap muka.
Sebagaimana diketahui banyak pihak, sejak pertengahan Maret lalu, semua pihak sudah diwajibkan melakukan social distancing maupun physical distancing. Komunikasi secara daring dinilai belum dapat dilakukan secara maksimal.
IPW menyebutkan, wilayah Bali menjadi wilayah dengan perlambatan tertinggi dan hanya bertumbuh 0,23 persen pada kuartal pertama 2020, diikuti Surabaya (0,28 persen), Jakarta (0,29 persen), dan DI Yogyakarta (0,34 persen). Keempat wilayah tersebut merupakan wilayah yang mengalami perlambatan.
Sementara, beberapa wilayah masih memperlihatkan pertumbuhan lebih tinggi, meskipun kecenderungannya mulai melambat. Wilayah Palembang tumbuh menjadi 0,48 persen, Bandung masih tumbuh 0,49 persen, Makassar 0,50 persen, dan tertinggi terjadi di Balikpapan yang tumbuh 0,86 persen.
Ali mengatakan, seluruh survei ini baru memperlihatkan kondisi pasar rumah second. Belum pasar rumah baru yang sebetulnya sedang dikembangkan banyak pemain properti. Gairah pembangunan rumah baru itu sebetulnya sedang gencar dilakukan, menyusul semakin berkembangnya infrastruktur pendukungnya.
Strategi bertahan
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menambahkan, strategi bertahan pemain properti tetap membutuhkan dukungan pemerintah. Relaksasi dari pemerintah sangat menjadi kebutuhan untuk bisa membuat pemain properti bertahan.
REI mencontohkan, PPh 21 untuk karyawan sektor properti belum ada. Padahal, para pekerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan, termasuk pengawas dan kontraktor, juga tetap perlu berjalan mengejar target pembangunan.
“Selama pandemi corona menimpa seluruh dunia, kami hanya bisa melaksanakan instruksi pemerintah untuk berdiam di rumah saja demi kebaikan bersama,” ujar Totok.
DPP REI mengakui, situasi slow down pemasaran perumahan pasti akan terjadi. Penurunan penjualan tidak bisa dihindari, karena kondisinya sudah tergolong force majeure. Entah, sampai kapan bisa bangkit kembali, semua tidak ada kepastian.
Totok menegaskan, “Dalam kondisi seperti ini, restrukturisasi terhadap kredit kepemilikan rumah memang sudah digaungkan pemerintah. Kadang, bank sebagai ujung tombak masih setengah hati dalam memberikan restrukturisasi.”
Dia mencontohkan, pegawai ASN yang menerima gaji tetap mungkin tidak perlu restrukturisasi KPR. Namun, tidaklah demikian bagi karyawan biasa lainnya yang penghasilannya tergerus akibat kurangnya pemasukan. Penurunan suku bunga tidaklah cukup.
Soal pasar perumahan saat ini, Ketua Umum DPP Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong mengatakan, pengembang yang bisa mengandalkan jaringan agen properti lah yang bisa bertahan. Memang, untuk bisa terus memasarkan, agen properti kini mengutamakan sistem digitalisasi. Selain itu, produk yang ditawarkan memang harus pas dan bisa diterima pasar saat ini.
“Yang pasti, agen pemasaran pun akan melihat sampai kapan penyebaran wabah Covid-19 ini selesai. Begitu selesai pun, kita masih perlu waktu tiga bulan untuk kembali persiapan dan pemanasan market,” ujar Lukas. (OSA)