Meski jalan yang dilalui tidak mudah, sejumlah pramuwisata mencoba berjuang menyambung hidup dengan beralih kerja secara serabutan. Mereka pun tetap menanti uluran tangan pemerintah.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA KOMPAS — Pandemi Covid-19 memukul sektor pariwisata, tak terkecuali ribuan pramuwisata di Tanah Air. Sebagian pramuwisata terpaksa meninggalkan profesinya untuk sementara waktu. Mereka terpaksa ”banting setir”, bekerja serabutan, demi periuk nasi tetap terpenuhi.
Hadi Purnomo (50), pramuwisata di Pulau Pahawang, Kabupaten Pesawaran, Lampung, tidak mendapatkan order melayani wisatawan dalam sebulan terakhir. Ia beralih pekerjaan menjadi buruh tani. ”Untuk sementara, saya merawat kebun pisang agar tetap ada penghasilan. Sekarang ini mencari uang Rp 50.000 per hari rasanya sulit sekali,” kata Hadi, Selasa (7/4/2020).
Selain menjadi pramuwisata, Hadi selama ini juga secara daring menyewakan kapal dan menyediakan paket wisata ke Pulau Pahawang. Dalam sebulan, setidaknya ia bisa meraup penghasilan hingga Rp 4 juta. Namun, semenjak virus korona baru merebak, ia sama sekali tidak mendapatkan order penyewaan kapal.
Sepi order melayani wisatawan sejak Maret juga diakui Didik Sulitiyo (39), pramuwisata di Batu, Jawa Timur. Hampir semua rencana kedatangan wisatawan pada Maret hingga April dibatalkan. ”Semua paket wisata macet sehingga otomatis kami (para pramuwisata) tidak bisa jalan karena jasa pramuwisata memakai agen travel,” ujar lelaki yang masuk dalam jajaran Dewan Penasihat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Batu ini.
Ada lebih dari 100 pramuwisata di Malang Raya yang terdampak lesunya sektor pariwisata. Agar tetap mendapatkan penghasilan, sebagian beralih profesi menjadi penjual empon-empon dan jamu, serta menawarkan jasa menjadi petugas kebersihan (cleaning service). Sepinya kunjungan wisatawan di tengah wabah Covid-19 juga membuat para pelaku wisata di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tidak bisa bekerja.
Mereka kehilangan sumber penghasilan. Sejak obyek wisata Candi Borobudur ditutup dan tidak ada wisatawan yang berkunjung, Farid (31), salah satu pramuwisata, beralih profesi menjadi buruh bangunan. Ia masih waswas bakal menganggur karena pekerjaan proyek pembangunan diprediksi rampung dalam sebulan. ”Jika mengacu pada proyek, kehidupan keluarga kami mungkin akan aman sekitar sebulan ini saja,” ujarnya.
Menganggur
Ketua HPI Kabupaten Magelang Soni Warsono mengatakan, seiring dengan sepinya kunjungan wisatawan sebulan terakhir, 52 pramuwisata di Kabupaten Magelang terpaksa menganggur. Dalam kondisi normal, mereka mempunyai penghasilan Rp 3 juta-Rp 5 juta per bulan.
Tidak semua pramuwisata bisa cepat beralih profesi karena kebanyakan sudah bertahun-tahun menggeluti profesi sebagai pemandu wisata. ”Kami juga tidak bisa bergerak untuk mencari pekerjaan di sektor lain karena menurut arahan pemerintah, seluruh masyarakat diminta berdiam di rumah,” ujarnya.
Di Sulawesi Utara, sedikitnya 600 pramuwisata juga kehilangan pekerjaan. ”Anggota kami tersebar di Manado, Minahasa, Minahasa Utara, Tomohon, Bitung, Kotamobagu, dan Kepulauan Sitaro. Kebanyakan berstatus freelance (pekerja lepas). Karena tidak ada wisatawan masuk seperti sekarang, nasib kami jadi tidak jelas,” kata Ketua HPI Sulut Roy Berty.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi Sulut sepanjang Januari 2020 mencapai 12.516 orang. Sebanyak 92,63 persen wisman ini berasal dari China. Pada awal Februari 2020, pemerintah menutup penerbangan langsung antara China dan Indonesia untuk mencegah penularan Covid-19. Akibatnya, Sulut hanya kedatangan sebanyak 929 wisman sepanjang Februari 2020 atau turun 92,58 persen dari Januari.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulut Johnny Lieke mengatakan, industri pariwisata terpukul. Ini tidak hanya di Sulut, tetapi juga di seluruh Indonesia. Tingkat hunian kamar hotel pun anjlok, di bawah 10 persen. ”Penghasilan dari pariwisata hampir nol. Biro perjalanan dan para pemandu juga terkena dampaknya. Boleh dikatakan tidak ada pemasukan sama sekali,” kata Johnny.
Oleh karena itu, 30 asosiasi di bawah GIPI bekerja sama dengan pemerintah provinsi untuk menyalurkan bantuan kepada para pelaku pariwisata, termasuk bagi para pramuwisata. ”GIPI dan organisasi lain, seperti PHRI, sedang mengumpulkan dana untuk membeli kebutuhan pokok, kemudian disalurkan kepada teman- teman pramuwisata di HPI,” kata Johnny.
Penghasilan dari pariwisata hampir nol. Biro perjalanan dan para pemandu juga terkena dampaknya.
Kepala Dinas Pariwisata Sulut Henry Kaitjily mengatakan, pihaknya berusaha mengikuti anjuran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mengumpulkan bantuan bagi pelaku pariwisata yang kehilangan pekerjaan. Salah satu imbauan dalam Surat Edaran Menparekraf Nomor 2 Tahun 2020 adalah memberikan kompensasi berupa bahan makanan pokok kepada para pekerja informal di bidang pariwisata.
Menparekraf Wishnutama mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah strategi yang dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase tanggap darurat, fase pemulihan, dan fase normalisasi. Industri pariwisata kemungkinan baru pulih pada 2022, Kompas (8/4). (WER/OKA/EGI/ZAK/VIO).