Glenn Fredly, Satu Tarikan Napas Musik dan Kemanusiaan Bersama Maluku
›
Glenn Fredly, Satu Tarikan...
Iklan
Glenn Fredly, Satu Tarikan Napas Musik dan Kemanusiaan Bersama Maluku
Musisi Glenn Fredly Latuihamallo (44) menutup irama hidupnya Rabu (8/4/2020). Lebih dari sekadar bermain musik, ”Nyong Ambon” itu menjadikan panggung sebagai sarana memperjuangkan nilai kemanusiaan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Musisi Glenn Fredly Latuihamallo (44) menutup irama hidupnya, Rabu (8/4/2020). Lebih dari sekadar bermain musik, ”Nyong Ambon” itu menjadikan panggung sebagai sarana memperjuangkan nilai kemanusiaan. Dalam dua dekade terakhir, Glenn, musik, dan pergulatannya Bersama Maluku terasa dalam satu tarikan napas yang menginspirasi dunia.
Postingan tulisan, foto, video kenangan, serta ucapan duka membanjiri dinding media sosial pada Rabu malam. Kabar tak terduga itu seperti memotong aliran informasi pandemi Covid-19 yang kini membanjiri jagad maya. Kenangan akan Glenn mendominasi. Indonesia jelas tak mudah melepas kepergiannya.
Beredar kabar Glenn menderita meningitis sebelum meninggal. Selain keluarga dan teman terdekat, tak banyak yang tahu tentang kabar itu. Sejuta pertanyaan muncul saat ia absen dalam konser #DiRumahAja yang dilakukan Narasi TV beberapa waktu lalu. Padahal, Glenn biasanya berdiri paling depan ketika seni dan kemanusiaan berpadu seperti itu.
Glenn menjadi warna tersendiri bagi industri musik Tanah Air sejak pertama kali merilis album berjudul Glenn tahun 1998. Pemilik oktaf suara tinggi itu terkenal dengan lagu bergenre pop. Liriknya menghujam ke jantung anak muda segala masa yang tengah patah hati.
Beberapa kalangan menyebutkan, lirik merayu dan mendayu-dayu itu menggambarkan karakter orang Maluku dalam bernyanyi. Alam indah Maluku ada di balik semua itu. Seperti melanjutkan kejayaan Broery Marantika, Bob Tutupoly, Franky Sahilatua, kehadirannya menegaskan Maluku adalah gudang musisi lagu cinta nan universal.
Beberapa kalangan menyebutkan, lirik merayu dan mendayu-dayu itu menggambarkan karakter orang Maluku dalam bernyanyi. Alam indah Maluku ada di balik semua itu.
Membumi
Glenn memang tidak lahir di Maluku. Ia lahir di Jakarta pada 30 September 1975. Orang berdarah Ambon yang lahir di daerah lain biasanya dinamai ”Ambon Card”. Namun, semuanya tidak memupuskan cintanya itu.
”Glenn benar-benar membumi di Maluku. Respons dukacita membumi di Maluku, bahkan melebihi tokoh-tokoh Maluku lain saat meninggal,” kata Levinus Kariuw, tokoh pemuda di Maluku.
Menurut Levinus, Maluku memiliki banyak musisi multitalenta di level nasional hingga dunia. Namun, tak banyak yang menaruh perhatian terhadap kampung halamannya. Glenn adalah sedikit yang peduli.
”Glenn menunjukkan dia lebih Maluku, bahkan dari kami yang lahir di Maluku. Dia tidak malu menjadi nyong Ambon di panggung. Lagu ’Rame-rame’, karya Glenn yang berbahasa Ambon, booming di level nasional,” lanjut Levinus.
Tak sekadar berkunjung, ia juga ikut membangun Maluku lewat beragam karyanya. Glenn ada di balik kesukseskan banyak penyanyi dan musisi asal Maluku. Mereka sama-sama menggaungkan Maluku ke pentas dunia.
Penetapan Ambon sebagai ”Kota Musik Dunia” oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) jadi salah satu jejaknya. Saat penetapannya pada Rabu (30/10/2019), Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, Ambon jadi satu-satunya kota di Asia Tenggara yang mendapat predikat itu.
Sebelumnya penetapan itu, Glenn menginisiasi Konferensi Musik Indonesia (KAMI) pertama di Ambon. KAMI 2018 itu digelar sejak industri musik di Tanah Air tumbuh dalam kurun setengah abad. Ini sejarah baru. Hasilnya pun manis. Menjadi tuan rumah konferensi musik itu adalah poin tambahan bagi Ambon. Hal itu membantu memuluskan UNESCO mengabulkan usulan Kota Musik Dunia.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy dalam pesan singkat mengatakan, saat memperjuangkan Ambon sebagai kota musik dunia, Glenn adalah ikon utama. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat Kota Ambon memberikan penghormatan tertinggi kepadanya.
”Glenn mengharumkan nama Ambon di level nasional dan dunia. Beta mengetik pesan ini dengan air mata menetes”, tulis Richard.
Glenn juga telah lama menjadikan karya seni sebagai sarana perdamaian. Saat Maluku dilanda konflik sosial bernuansa agama tahun 1999, Glenn yang baru saja ”naik daun” dalam industri musik tidak tinggal diam. Ia kerap mengirim beragam bantuan bagi para penyintasnya. Tak memihak, ia berdiri bersama semua golongan.
Setelah konflik usai, ia tak berhenti bersuara. Ia jadi produser film Cahaya dari Timur: Beta Maluku tahun 2014. Kisahnya tentang kehidupan masyarakat Ambon yang bangkit merajut perdamaian.
Tempat pengambilan gambar film karya Angga Dwimas Sasongko itu 80 persen dilakukan di Ambon. Sebagian besar pemeran tambahan adalah orang Maluku. Film itu menjadi yang terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 2014.
”Kalau berkorban untuk Maluku, beta tidak pernah hitung. Beta tidak pernah bilang rugi. Beta akan buat yang terbaik semampu beta. Yang beta mau, Maluku tidak hanya dikenal dari konflik atau kerusuhan. Beta mau Maluku dikenal karena keindahan dan energi positifnya. Beta ini Maluku,” kata Glenn kepada Kompas setelah rilis film itu.
Yang beta mau, Maluku tidak hanya dikenal dari konflik atau kerusuhan. Beta mau Maluku dikenal karena keindahan dan energi positifnya. Beta ini Maluku.
Musisi Ambon, yang juga pemimpin orkestra musik etnik Molucca Bamboo Wind Orchestra, Maynard Raynolds Nathanael Alfons, mengapresiasi semua karya Glenn. ”Dia pejuang kemanusiaan. Musik adalah sarana untuk Glenn mengaktualisasikan sisi humanisnya. Dada ini masih sesak mengenang dia”, tulis Maynard lewat pesan singkatnya.
Diiringi doa warga dari berbagai kalangan, Glenn berpulang menghadap Sang Kuasa. Meski kisahnya di dunia berakhir di bulan ini, karyanya akan terus dikenang dengan bahagia bukan air mata. Maluku tak akan lupa. Satu tarikan napas itu selalu di hati.
Selamat jalan Kakak Bung. Ale selalu ada di katongpung hati.