Masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja dan tidak lagi mendapat pemasukan kini berharap dapat segera memanfaatkan program Kartu Prakerja.
Oleh
SHARON PATRICIA/AGNES THEODORA
·4 menit baca
Jumlah korban pemutusan hubungan kerja akibat pandemi Covid-19 semakin bertambah. Dalam kondisi tidak lagi memperoleh pendapatan, mereka berharap implementasi program Kartu Prakerja dapat segera direalisasikan.
Rifki Maulana (21), karyawan di salah satu perusahaan percetakan di Bogor, dirumahkan tanpa upah sejak 3 April 2020. Ia menjelaskan, alasan perusahaan tidak memperpanjang kontrak adalah untuk melakukan efisiensi akibat dampak Covid-19.
”Seharusnya saya sudah diangkat menjadi karyawan tetap karena sudah menjalani masa uji coba selama 3 bulan, tetapi malah dirumahkan,” katanya saat dihubungi Kompas, Kamis (9/4/2020).
Terkait program Kartu Prakerja, Rifki mengaku belum mendaftar karena kurang paham bagaimana implementasi dari program tersebut. ”Mau banget sebenarnya (ikut program Kartu Prakerja), kalau masih bisa mendaftar, saya mau daftar,” ujarnya.
Begitupun yang dialami Kevin (20), wartawan di salah satu media di Jakarta terkena PHK setelah satu tahun bekerja. Menurut dia, perusahaan telah mem-PHK secara sepihak karena tidak ada diskusi, pesangon pun tidak diberikan.
Kini dengan tabungan yang ada, Kevin mengatakan setidaknya bisa bertahan hingga dua bulan ke depan. ”Semoga program Kartu Prakerja bisa cepat direalisasikan agar dapat segera menambah kemampuan dan bisa kembali bekerja,” katanya.
Adapun Adi (23), karyawan tetap di perusahaan rintisan di Jakarta, juga menjadi korban PHK sejak 24 Maret 2020.
”Sekarang situasi (perusahaan) dikatakan sedang tidak kondusif sehingga sulit menjalankan bisnis. Perusahaan tidak punya uang yang cukup untuk menggaji para karyawan sehingga dilakukan efisiensi,” katanya.
Dengan tidak adanya pemasukan lagi, Adi berharap program Kartu Prakerja dapat segera dilaksanakan. Ia sudah mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam pelatihan, salah satunya pelatihan mengenai pengelolaan data.
”Kalau benar terealisasi (program Kartu Prakerja), tentu akan sangat membantu. Soalnya, kan, susah juga mendapatkan kerja lagi dalam kondisi seperti ini, jadi kalau benar bisa mengoneksikan antara pencari kerja dan pemberi kerja, jelas sangat terbantu,” ucap Adi.
Mundur dari target
Peluncuran program Kartu Prakerja terus mundur dari rencana seharusnya. Awalnya, program bantuan bagi para pekerja yang terdampak Covid-19 itu ditargetkan meluncur pada 7 April 2020. Karena masalah pendataan, jadwal itu pun dimundurkan ke Kamis (9/4/2020) ini.
Namun, saat dikonfirmasi, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pendaftaran Kartu Prakerja tidak jadi dibuka hari ini karena kendala teknis. Ia menjamin selambatnya akhir pekan ini program senilai Rp 20 triliun itu sudah berlaku.
”Pagi ini ada pembahasan teknis dengan pelaksana program. Saya optimistis dalam hari-hari sudah bisa melayani pendaftaran supaya masyarakat bisa segera mendapat insentif,” katanya.
Persoalan teknis yang dihadapi, ujarnya, bukan terkait pendataan korban PHK Covid-19 yang sedang dikumpulkan sejumlah kementerian/lembaga. ”Sudah tidak ada masalah kalau pendataan. Data yang sudah ada, meski belum 100 persen, akan divalidasi dengan data nomor induk kependudukan (NIK) dan data terpadu kesejahteraan sosial (DTSK) dari Kemendagri dan Kemensos,” ujar Susiwijono.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Dandy Rafitrandi, mengatakan, tidak dapat dimungkiri bahwa masyarakat memiliki ekspektasi yang tinggi pada program ini, terutama untuk memperbaiki kualitas tenaga kerja melalui pelatihan keterampilan. Sebab, pelatihan diharapkan dapat memberikan insentif bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan keterampilan dalam era disrupsi.
”Namun, informasi dan sosialisasi program ini harus lebih digalakkan. Pemerintah harus dapat meluruskan bahwa program Kartu Prakerja bukan bertujuan menggaji penganggur, melainkan insentif pelatihan,” katanya.
Dandy menegaskan, jangan sampai masyarakat salah kaprah terkait dengan program ini seperti bantuan langsung tunai. Harus ditekankan juga bahwa peserta juga memiliki kewajiban mengikuti pelatihan dengan baik.
”Hal ini penting untuk menghindari peserta dengan motivasi yang keliru sehingga berpotensi menciptakan kegagalan pasar (market failure) dalam program ini. Apalagi, mengingat pada saat ini banyak angkatan kerja yang tidak lagi mendapatkan penghasilan,” ujar Dandy.
Untuk informasi, berdasarkan Data Kementerian Tenaga Kerja, per Rabu (8/4/2020), total jumlah pekerja dan buruh yang mengalami PHK dan dirumahkan 1,2 juta orang dari 74.430 perusahaan. Secara rinci, sejumlah 1,01 juta orang dari 39.977 perusahaan berasal dari sektor formal dan 189.452 orang dari 34.453 perusahaan berasal dari sektor informal.