Jepang akhirnya menetapkan keadaan darurat Covid-19. Negara itu menyiapkan dana stimulus terbesar dalam sejarahnya agar tak terlalu dalam masuk jurang resesi.
Oleh
·3 menit baca
Jepang akhirnya menetapkan keadaan darurat Covid-19. Negara itu menyiapkan dana stimulus terbesar dalam sejarahnya agar tak terlalu dalam masuk jurang resesi.
"Akhirnya", karena pemerintahan Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe awalnya tampak enggan mengambil langkah itu. Hingga pekan kedua Maret lalu, di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Abe masih bersikukuh, bahwa Olimpiade Tokyo 2020 akan berlangsung sesuai jadwal semula, 24 Juli-9 Agustus 2020. Baru pada 24 Maret, Abe mengumumkan pesta akbar olahraga dunia itu ditunda tahun depan.
Dalam menangani wabah Covid-19, Abe tak luput dari kritik. Seperti beberapa pemimpin di belahan dunia lain, ia dinilai terlalu percaya diri—jika tidak disebut menganggap enteng— mampu mengendalikan wabah itu. Pada perayaan Tahun Baru Imlek, saat wabah Covid-19 diketahui menyebar dari Wuhan, episentrum wabah, pemerintahan Abe masih menerima kedatangan turis China. Pemerintahan Abe juga menuai kritik dalam menangani kapal pesiar Diamond Princess yang membawa penumpang berstatus positif Covid-19.
Tak dipungkiri, Jepang awalnya terlihat tidak terlalu terdampak wabah Covid-19, atau setidaknya tak secepat negara kekuatan ekonomi dunia lain, dalam mengalami penyebaran wabah. Mengutip perbandingan yang dicatat The Economist (28 Maret-3 April 2020), Jepang mendapatkan kasus pertama Covid-19 pada pertengahan Januari, dua pekan sebelum kasus pertama di Italia. Sejak itu, hingga pekan terakhir Maret lalu, Italia membukukan lebih dari 74.000 kasus dan 7.500 kematian. Jepang sedikit di atas 1.300 kasus dan 45 kematian.
Namun, seperti sering diingatkan oleh pakar kesehatan, tak ada satu negara—cepat atau lambat—yang tak dilanda wabah Covid-19, situasi di Jepang mulai berubah sejak akhir pekan lalu. Ada peningkatan signifikan dalam penularan Covid-19. Situasi ini mendorong PM Abe, Selasa (7/4/2020), menetapkan keadaan darurat Covid-19 di negaranya. Status darurat diberlakukan di tujuh dari 47 prefektur, yakni Tokyo, Chiba, Kanagawa, Saitama, Osaka, Hyogo, dan Fukuoka.
Status keadaan darurat, dengan beberapa pembatasan itu, tidak seperti penutupan wilayah di negara-negara lain di Eropa atau karantina ekstra-ketat di Wuhan, China. Transportasi publik masih beroperasi normal. Warga juga tetap boleh keluar rumah untuk keperluan penting, seperti berangkat ke tempat kerja, pergi ke rumah sakit, dan pusat perbelanjaan. Tak ada sanksi bagi warga, kecuali pelanggaran terkait distribusi alat- alat perlengkapan medis dan keperluan penanganan darurat.
Untuk menangani krisis, Abe meluncurkan dana stimulus senilai 108 triliun yen atau setara dengan 20 persen produk domestik bruto (PDB). Inilah paket stimulus terbesar dalam sejarah Jepang, yang akan dipakai, antara lain, untuk bantuan langsung tunai, talangan perusahaan, dan layanan kesehatan. Semua langkah itu diharapkan bisa mengurangi dampak pandemi Covid-19 terhadap negara kekuatan ekonomi terbesar ketiga dunia itu agar tak terlalu dalam masuk resesi, yang dikhawatirkan banyak kalangan.