Presiden: Pengambilan Keputusan Tak Bisa Grasa-grusu
›
Presiden: Pengambilan...
Iklan
Presiden: Pengambilan Keputusan Tak Bisa Grasa-grusu
Penerapan pembatasan sosial berskala besar di daerah dinilai lambat diterapkan, meskipun payung hukumnya sudah diterbitkan. Presiden Jokowi pun menyatakan keputusan tak boleh asal cepat, tetapi tidak tepat ke warga.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengundang kritik sebagian kalangan meskipun ada juga kelompok yang mendukung langkah pemerintah. Sebab, proses pengambilan keputusan PSBB di daerah terkesan lambat. Penerapannya yang memerlukan Peraturan Menteri Kesehatan juga memakan waktu beberapa hari.
Daerah pun ternyata tidak serta merta menerapkan karena mesti mempertimbangkan dengan saksama sebelum keputusan daerah diambil untuk menerapkan PSBB di daerah. Namun, Presiden Joko Widodo menilai semua keputusan ini memang memerlukan kehati-hatian.
Presiden Jokowi sebelumnya menolak opsi karantina wilayah dan memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 31 Maret lalu dengan pertimbangan dan penghitungan karakter dan budaya Indonesia, demografi, ekonomi dan kemampuan fiskal yang berbeda dengan China, Italia, dan India serta sejumlah negara lainnya.
”Daerah pun ternyata tidak serta merta menerapkan karena mesti mempertimbangkan dengan saksama sebelum keputusan daerah diambil untuk menerapkan PSBB di daerah.”
Keputusan pembatasan sosial ini dibuat setelah dua kasus pertama di Indonesia diumumkan 2 Maret. Adapun saat opsi PSBB disampaikan Presiden Jokowi pada 31 Maret, yang pada saat itu setidaknya 1.528 orang positif Covid-19 dan 136 sudah meninggal, dan yang sembuh tercatat 81 orang.
Tak mudah diterapkan
Diumumkan Presiden tak berarti PSBB bisa diterapkan secara hukum. Diperlukan Peraturan Menteri Kesehatan untuk mengatur penerapannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Baru 3 April, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan Peraturan Menkes tentang Pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Sesuai ketentuan, kepala-kepala daerah pun harus menyurati Menkes untuk meminta status PSBB di wilayahnya karena Menkes bertanggung jawab pada PSBB. Namun, tak bisa serta-merta status PSBB tersebut diberikan, kepala daerah harus menyertakan data penambahan pasien dan kondisi persebaran Covid-19 di wilayahnya kepada Menkes. Tujuannya, agar keputusan yang dikeluarkan tidak keliru.
Izin memberlakukan PSBB di DKI Jakarta akhirnya muncul pada 7 April. Adapun sebelumnya Pemerintah Provinsi Jakarta baru meminta tertulis kepada Menkes pada 2 April. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga pernah menyurati Presiden Jokowi karena kekhawatirannya banyak pasien positif Covid-19 di wilayahnya. Namun, saat itu, peraturan presiden terkait PSBB belum diputuskan.
Selanjutnya, Pemprov DKI Jakarta baru memberlakukan PSBB mulai 10 April, Jumat besok. Gubernur Anies beralasan pemberlakuan mulai 10 April memberikan waktu kepada setiap pekerja dan pengusaha untuk bersiap-siap mengalihkan kerja dari rumah. Selain itu, Jumat adalah hari peringatan Jumat Agung dan hari libur sehingga diharap tak terjadi keguncangan besar pada saat PSBB diterapkan.
Kamis (9/4/2020) ini, kasus positif Covid-19 bertambah 337 menjadi 3.293. Adapun yang meninggal bertambah 40 menjadi 280 orang. Sementara yang sembuh tercatat 252 orang. Penambahan pasien positif Covid-19 dan penambahan korban meninggal sejauh ini paling banyak hari ini.
Kepala Pelaksana Gugus Tugas Doni Monardo pernah menyatakan kepada Kompas, tidak apa banyak yang tertular karena kedisiplinan dan kepatuhan warga untuk menjaga jarak dan memakai masker masih kurang, asalkan banyak yang juga disembuhkan. "Syukur jika yang disembuhkan lebih banyak daripada yang meninggal,” ujarnya, seusai mendampingi Presiden Jokowi meninjau Rumah Sakit Khusus Covid-19 di Pulau Galang, Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada Rabu pekan lalu.
Keputusan tidak boleh salah
Dalam situasi pandemi saat ini, Presiden Jokowi menyatakan, semua pengambilan keputusan didasarkan kehati-hatian dan tidak boleh terburu-buru. ”Saya kira, kita semuanya dalam kondisi seperti ini, jangan sampai mengambil keputusan itu salah. Semuanya harus hati-hati dan tidak grasa-grusu,” kata Presiden dalam keterangan persnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, (9/4/2020).
”Saya kira, kita semuanya dalam kondisi seperti ini, jangan sampai mengambil keputusan itu salah. Semuanya harus hati-hati dan tidak grasa-grusu.”
Pelaksanaan PSBB juga tidak diberlakukan secara seragam di seluruh Indonesia karena situasi di setiap daerah berbeda-beda. Pemerintah akan melihat kondisi setiap daerah sebelum nantinya Menteri Kesehatan menetapkan status PSBB di daerah tersebut, sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
”Ini penting sekali. Sekali lagi, kita tidak ingin memutuskan itu grasa-grusu. Cepat tetapi tidak tepat. Saya kira lebih baik kita memutuskan ini dengan perhitungan, dengan kejernihan dan kalkulasi yang detail dan mendalam,” tutur Presiden.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dijelaskan bahwa PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum untuk memutus pandemi Covid-19.