Multiperan Anneke
Kecintaan terhadap arsitektur, sejarah, dan antropologi mengantar Anneke Prasyanti (46) merevitalisasi bangunan-bangunan bersejarah.
Kecintaan terhadap arsitektur, sejarah, dan antropologi mengantar Anneke Prasyanti (46) merevitalisasi bangunan-bangunan bersejarah. Arsitek tersebut menaklukkan rintangan teknis, birokratis, ataupun politis tanpa menanggalkan marwah sebagai ibu.
”Tadinya, ada acian di sini, tetapi sudah terkelupas, retak-retak, dan kotor. Catnya juga sudah rontok,” ujar Anneke seraya menunjuk dinding Kerta Niaga pada perjumpaan awal Maret lalu. Ia tengah menjelaskan kondisi gedung di Kota Tua, Jakarta, itu sebelum dibenahi.
”Bangunan ini didirikan tahun 1912 sebagai kantor asuransi Koloniale Zee en Brand Assurantie Maatschappij. Waktu saya mulai bertugas, enggak ada atapnya. Semua rangka kuda-kuda hingga genteng hilang. Banyak gelandangan. Enggak ada air, listrik, dan toilet,” ucapnya. Kelelawar dan tikus berkeliaran. Beringin, pakis, jamur, hingga lumut tumbuh pada dinding dan lantai.
Akhir tahun 2014, Anneke dipanggil arsitek ternama, Han Awal, yang menyeleksinya untuk meremajakan Kota Tua. Han adalah penasihat perusahaan yang mengelola Kota Tua. ”Saya penggemar berat beliau,” katanya sambil tertawa.
Anneke ditunjuk sebagai manajer proyek perbaikan beberapa bangunan. Tak heran jika ia turut membidani pemulihan Kerta Niaga. Di kalangan pegiat arsitektur, ia dikenal karena pengabdiannya terhadap cagar budaya.
Saat memulai penugasannya tahun 2014, Anneke bisa bekerja hingga 12 jam setiap hari. Ia mengoordinasikan arsitek-arsitek ternama. ”Saya mengoordinasikan semua eksekusi, mulai kelengkapan data gedung, sejarah, jadwal, rencana anggaran biaya, hingga tujuh konsultan arsitektur,” ujarnya.
Ia juga mengelola lima kontraktor dan konsultan pendukung. Orang-orang yang tak berhak tinggal di Kerta Niaga diatasi petugas Satuan Polisi Pamong Praja. Izin-izin diurus untuk membuka gedung tua. ”Saya harus galak. Harus berhadapan dengan masalah yang enggak terduga. Tentu banyak konflik karena bermacam kepentingan, tetapi solusinya harus dicari,” katanya.
Saat rapat, sejumlah anggota tim awalnya kerap terlambat, bahkan absen. Anneke bersikap tegas hingga mereka lebih disiplin. ”Kalau gambar enggak diserahkan tepat waktu, otomatis termin pembayaran tertunda,” katanya.
Sembari duduk-duduk dan berjalan santai, Anneke menjelaskan konservasi Kerta Niaga. Ia, misalnya, menuturkan soal tembok lembab yang harus dikeringkan. ”Bata-bata ini harus kena sirkulasi udara. Sekitar 60 persen rangka jendela kayu juga hilang dan sebagian dibersihkan dari rayap,” katanya.
Kerta Niaga dengan luas 6.000 meter persegi akhirnya selesai dikonservasi tahun 2016. Ruang-ruang gedung yang dimiliki salah satu BUMN itu berangsur terisi, antara lain dengan museum, penginapan, dan kafe sejak tahun 2018. ”Harus dilakukan adaptive-reuse. Kalau enggak, rusak lagi gedungnya,” ucapnya.
Tak hanya Kerta Niaga, Anneke dipercaya mengonservasi Museum Fatahillah, Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp (OLVEH), Cipta Niaga, Dharma Niaga, Rotterdamsche Lloyd, Pantjoran Tea House, dan G Kolff & Co dalam kurun 2014-2016.
Berpijak dari kemahirannya pula, Anneke diminta menjadi Tenaga Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Ketua Tim Percepatan Homestay Desa Wisata tahun 2016-2019. Ia mengangkat potensi daerah, khususnya kearifan lokal arsitektur Nusantara dan potensi budaya untuk dikembangkan. Penugasan itu melahirkan buku Panduan Pengembangan Homestay Desa Wisata dengan pelestarian arsitektur sebagai poin penting.
ASI eksklusif
Di sela berkutat dengan proyeknya di Kota Tua, Anneke masih menyusui anak kedua. Ia berkukuh memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif. ”Saya ingin menggugah perempuan arsitek lebih berperan. Jumlah perempuan arsitek masih sangat minim,” ucapnya.
Berbagi tugas dengan suami menjadi tantangan terbesar. Ia enggan memakai jasa asisten rumah tangga. Anneke menjalankan multiperan sebagai ibu, pekerja, berikut guru.
”Berganti peran sebagai manajer proyek dan arsitek, termasuk guru waktu anak mengerjakan tugas itu perjuangan banget. Lelahnya empat kali, tetapi saya bersyukur,” tuturnya.
Anneke menunjukkan minat terhadap bangunan dan bercita-cita menjadi arsitek setidaknya sejak kelas III sekolah dasar. ”Saya suka sejarah dan gedung bagus. Kalau lomba gambar, saya pilih obyek gedung dan juara beberapa kali,” ujarnya.
Pertukaran pelajar yang diikuti Anneke saat SMA ke Jerman menguatkan hasratnya. Ia berdiam bersama keluarga arsitek yang memiliki biro besar dengan proyek tersebar di sejumlah negara Eropa. Tak pelak, arsitektur menjadi pilihan Anneke saat kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Almarhum Ayahnya yang berprofesi sama turut mengukuhkan latar belakang Anneke.
Setelah lulus, ia menerima tawaran seniman kondang Nyoman Nuarta untuk dilibatkan membangun kompleks Garuda Wisnu Kencana. Setahun kemudian, Anneke melanjutkan kiprah sebagai arsitek lapangan resor bintang lima di Ubud, Bali, lantas menetap hingga 11 tahun di provinsi itu.
Membentuk band
Anneke memulai studio arsitektur Bhumi Aras Hospitality+Design di Bali tahun 2003. Klien pertamanya warga Inggris. ”Lalu, dapat klien Inggris lain. Sampai saya dapat proyek terbesar membuat resor di Fiji, kemudian spa di JW Marriott California di Amerika Serikat,” ucapnya.
Di tengah kesibukan, ia mengendurkan urat saraf dengan bermusik. Anneke tergabung dalam band semasa di sekolah menengah pertama. ”Kalau belajar terus, stres. Tidur bisa pukul 01.00,” ujarnya.
Menari bali, hip hop, siaran radio, dan mengajar piano juga menjadi ekspresi Anneke untuk menghilangkan kejenuhan menggambar di studio kampus sekaligus mengasah kemandiriannya. ”Honornya buat beli kertas, rapido, spidol, dan buku yang mahal banget,” ucapnya.
Tahun 2017, Anneke tergabung dengan Salapan Tilu Oye (Salto), band yang beranggotakan alumni ITB angkatan 1993 dan merilis lagu ”Omaigat” tahun 2019.
Akhir 2019, Anneke kembali mengaktivasi konsultannya setelah tak bertugas lagi di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. ”Kalau masih tenaga ahli, tetapi jadi konsultan, bisa konflik kepentingan,” ucapnya.
Turut memeriahkan Bintaro Design District, ia menyuarakan pelestarian dan kearifan lokal. Anata Rupa merupakan karya kolaborasi Anneke dengan beberapa pihak. Instalasi ini dapat dilihat di Kebun Ide, Tangerang Selatan.
”Tak ada standardisasi untuk budaya Indonesia. Arsitektur, adat, budaya, hingga makanan berbeda-beda dan unik. Semua indah. Mari melestarikan Indonesia demi merajut kebersamaan dalam keragaman,” pesannya.
Anneke Prasyanti
Lahir: Bandung, Jawa Barat,
12 Maret 1974
Suami: Bernhard Picaulima (48)
Anak:
- Caleb Narendra Picaulima (14)
- Dominio Gyanendra Picaulima (6)
Pendidikan:
- SD Santo Yusuf Bengawan (sekarang Santa Ursula), Bandung, Jawa Barat
- SMP Santo Aloysius 1, Bandung, Jawa Barat
- SMA Santo Aloysius 1, Bandung, Jawa Barat
- S-1 Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, Ganesha, Bandung
- Pendidikan Profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Organisasi:
- IAI
- Bandung Heritage Society
Komunitas:
- Ikatan Alumni ITB
- Ikatan Alumni Arsitektur ITB
- Heritage Community, IAI
- Keluarga Musik ITB (KMI)