Band ska Shaggydog menginisiasi konser virtual Sound of Crew untuk menjaring donasi bagi para kru dan teknisi produksi band. Festival Synchronize Fest juga melakukan donasi serupa. Para pekerja lepas berperan penting.
Oleh
Herlambang Jaluardi
·5 menit baca
Pencegahan wabah covid-19 berdampak pada pelarangan sejumlah kegiatan yang berpotensi mengumpulkan massa. Sejumlah acara musik terkena getahnya. Akibatnya, bukan cuma para musisi yang kelimpungan, melainkan juga para pekerja panggung di baliknya. Band, musisi, dan penyelenggara festival turun tangan, termasuk band Shaggydog.
Sejak awal Maret hingga hari ini, ingar-bingar panggung musik masih belum terdengar. Konser dalam berbagai skala, baik festival maupun tunggal, di stadion ataupun di bar, dibatalkan atau ditunda. Masih samar kapan kesenyapan di ranah musik ini akan berakhir. Sementara itu, para individu yang semula hidup dari pentas musik punya kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
Koalisi Seni Indonesia (KSI) hingga 21 April 2020 mencatat, sedikitnya ada 234 acara seni di Indonesia yang dibatalkan atau ditunda. Hafez Gumay, Koordinator Advokasi Kebijakan KSI, dalam keterangan persnya mengatakan, kerugian akibat berhentinya kegiatan seni itu besar.
”Dari sisi finansial, setidaknya para seniman dan pekerja seni lainnya—kru panggung, penata cahaya, penata suara, kurator, dan sebagainya—kehilangan sumber pendapatan mereka,” kata Hafez.
Pembatalan itu juga dialami band Shaggydog. Menurut Bandizt, pemain bas, semua pertunjukan mereka dibatalkan—ada yang ditunda—untuk jadwal bulan Maret hingga Agustus. ”Enggak tahu sampai kapan,” kata Bandizt.
Selain nge-band, Shaggydog sebenarnya telah membikin unit usaha lain sejak beberapa tahun silam. Usaha bernama Doggyhouse itu, antara lain memproduksi dan menjual pernak-pernik (merchandise) resmi band serta label rekaman, yang sejatinya diharapkan bisa menambah penghasilan awak band dan tim produksinya. Namun, apa boleh buat, pandemi ini berdampak juga pada kinerja Doggyhouse.
Agusta, yang bertanggung jawab atas urusan merchandise, menuturkan, penjualan pernak-pernik menurun selama masa pembatasan sosial ini. ”Orang (pembeli) sudah enggak ada yang datang sama sekali ke toko. Pembelian sekarang lewat daring, tetapi itu juga menurun karena harus diimbangi show Shaggydog. Sekarang enggak bisa show,” tuturnya.
”Ya, bingung juga mau ngapain. Semua acara ditunda, jadi enggak bisa kerja,” kata Hendi, kru gitar band asal Yogyakarta ini lewat wawancara yang ditayangkan pada Jumat (15/5/2020) malam. Band beraliran ska itu menayangkan acara Sound of Crew yang berisi jamming secara langsung antara band dan krunya.
Acara itu ditayangkan di platform loket.com mulai pukul 20.00. Untuk bisa menyimaknya, penonton harus membeli tiket seharga Rp 20.000 atau Rp 50.000. Setelah menyelesaikan pembayaran, pembeli diberikan tautan yang mengarah pada laman situs penjualan karcis itu sebagai ”venue” acara.
Tiket itu merupakan donasi bagi kru musik band dan tim produksi musik band-band di Yogyakarta, termasuk Shaggydog, tentu saja. Donasi yang mereka tuai hingga pertunjukan usai malam itu mungkin tak terlalu banyak. Penontonnya sekitar 40 orang, angka yang teramat sedikit jika dibandingkan dengan berjubelnya penonton di setiap pentas Shaggydog.
Kru penting
”Lumayanlah, dari acara ini memberi sedikit ’pencerahan’ bagi kami,” lanjut Hendi. Inisiatif acara ini datang dari Bandizt. Dia menyadari betul penghasilan para kru bandnya bergantung pada aktivitas panggung band. Apalagi, ada beberapa orang awaknya yang tak punya usaha sampingan lain selain bekerja untuk band yang terbentuk sejak 1997 itu.
Peran kru bagi Shaggydog amat penting. Mereka tak cuma penyokong produksi panggung, tetapi juga menjaga moral personel band lewat interaksi akrab yang terjalin. ”Mereka menjaga mood anak-anak (band). Kalau sound bagus, enggak ada masalah satu pun, anak-anak mainnya bagus, jadi pada senang,” kata gitaris Raymond.
Heru Wahyono, vokalis band, menambahkan, di masa krisis seperti ini band perlu turun tangan membantu para krunya. ”Mereka (kru) ini enggak ada gaji tetap. Kalau enggak manggung, ya enggak ada penghasilan. Beberapa orang menggantungkan penghasilan pada Shaggydog,” tuturnya.
Sesuai judulnya, acara itu menampilkan para kru Shaggydog yang selama ini setia ada di belakang setiap aksi panggung Heru dan kawan-kawan. Selain Hendi, ada Anom, yang biasa jadi road manager, Bruri (teknisi bas), Henry (teknisi keyboard), Mimo (teknisi drum), dan Leo, manajer para kru itu.
Para kru itulah yang nge-band, sementara personel band sesekali main mengiringi. Mereka memainkan lagu Shaggydog, seperti ”Rock Da Mic”, ”Aku Rindu”, dan tak ketinggalan ”Di Sayidan”. Kebanyakan, Hendi yang jadi vokalisnya. Pada jago juga mainnya. Gitaris band, Richard Bernardo, Lilik Sugiyarto (keyboard), Bandizt (bas), dan Yoyok (drum) bergantian ikut main.
”Semoga (donasi melalui acara ini) bisa membantu meringankan beban para kru sekaligus menghibur penonton di rumah,” kata Heru. Di tengah ketidakpastian kondisi, selama sekitar 40 menit pertunjukan, musik ska yang ditampilkan bisa sedikit mengendurkan saraf. Penonton di rumah dan para kru bisa kembali berdansa walau sejenak.
Gerakan bersama
Upaya solidaritas juga tengah digulirkan penyelenggara festival musik tahunan Synchronize Fest. Mereka menjalankan program #GerakanBersama dalam bentuk donasi paket sembako untuk para pekerja lepas di balik layar, seperti teknisi panggung, penata cahaya, penata bunyi, dan sebagainya yang terdampak covid-19.
Aldila Karina, Communication Director Synchronize Fest, lewat siaran persnya menyebutkan, sejauh ini timnya telah mendata 184 pekerja panggung yang akan menerima donasi. Jumlah itu akan bertambah seiring pengumpulan data yang masih dilakukan. Publik bisa ikut berdonasi ke rekening BNI 988-28268-20-10-0234 atas nama Gerakan Bersama.
Selain berupa donasi, gerakan ini juga akan menyiarkan acara bincang-bincang dengan pelaku industri panggung musik lewat kanal Youtube DemajorsTV pada 15-20 Mei.
”Harapannya, program ini menjadi penyemangat bagi para pekerja kreatif dan seni pertunjukan dalam melewati masa sulit ini. Kami percaya aksi kecil dapat membawa dampak besar jika dilakukan bersama-sama,” kata Aldila. (HEI)