Literan Manis nan Laris
Kopi yang dikemas dalam botol menjadi tren sejak pandemi berlangsung. Tak sekadar cita rasa, kopi itu menjadi terobosan untuk meniti masa melewati krisis.
Kopi yang dikemas dalam botol menjadi tren sejak pandemi berlangsung. Tak sekadar cita rasa, kopi itu menjadi terobosan untuk meniti masa melewati krisis. Kepiawaian meracik, keekonomisan, hingga elemen humor menjadi andalan para barista untuk memasarkan kopinya.
Rendy Kartapraja (26), pegawai restoran Busy Beans, menyiapkan kopi susu gula aren literan. Antrean pemesan tampak di depan kasir. ”Hampir 30 botol yang terjual hari ini. Minuman itu jadi kopi paling laris,” ucapnya dengan semringah, Kamis (14/5/2020).
Di restoran keluarga berkonsep modern di Jalan Brawijaya III, Jakarta Selatan, itu sejumlah pengunjung duduk menunggu pesanannya ditemani lagu-lagu retro. Beberapa botol kopi susu gula aren di lemari pendingin terlihat siap diambil pengojek daring.
Kopi itu tercetus saat pandemi merebak. Sebelumnya, di Busy Beans sudah tersedia beragam kopi, seperti espreso, kapucino, dan latte yang disajikan dengan cangkir. ”Saya lantas bikin inovasi kopi literan. Tujuannya, biar praktis,” ujar pemilik Busy Beans, Lutfie Abdullah.
Konsumen tak usah bolak-balik ke Busy Beans atau mengorder kopi. Prosedur keluar rumah saat ini cukup merepotkan. ”Harus pakai antiseptik untuk tangan, langsung cuci baju, dan mandi. Jadi, beli sekalian saja yang banyak,” katanya.
Pembuatan kopi susu gula aren cukup rumit. Hasil paduan kopi arabika itu terdiri dari Aceh Gayo dan Brasil. Setelah selesai dibuat, minuman berbasis espreso itu disimpan di kulkas selama 24 jam agar aromanya keluar. Tak serta-merta pula diluncurkan, Lutfie harus meramu kopinya dengan saksama.
”Makanya, baru tercantum di menu sejak akhir April 2020. Setiap hari, saya bareng istri dan barista mencoba komposisi berbeda,” ujarnya. Mereka menentukan kopi, susu, dan gula aren cair paling cocok. Belum lagi, krimer dijual dengan bermacam merek.
”Sekali bikin, kami coba tiga hingga empat varian. Dicoba, kurang apa. Diinapkan atau enggak juga beda rasanya. Beberapa barista ikut menyampaikan usul,” katanya. Tak disangka, saat awal dirilis, kopi itu selalu ludes. Lutfie pun harus menjaga stok agar konsumen bisa memesan kopi susu gula aren.
Kopi itu tercecap kental dengan krim yang lembut. Kelezatan kopi tetap dapat dinikmati di sela manis gula aren. Jika suka dengan kopi yang legit, manisnya kopi tersebut terasa pas. Kopi susu gula aren lebih sedap jika ditambah es batu dengan bagian sepertiga dari minuman itu.
”Saya yakin dengan rasa kopi susu gula aren karena formulanya sudah pas. Malah, banyak yang jadi pelanggan baru setelah mereka mencicipinya,” ucap Lutfie. Mereka rutin membeli kopi susu gula aren. Harga kopi itu Rp 95.000 per liter.
Sejumlah minuman lain di Busy Beans dijual literan, tetapi kopi susu gula aren menjadi produk terbaru yang permintaannya melonjak. ”Rata-rata 25 liter kopi itu terjual per hari. Waktu pertama kali dirilis, hanya sekitar 10 liter per hari. Itu pun, separuhnya dibagikan gratis untuk promosi,” katanya.
Kopi literan menjadi inovasi di tengah masa pandemi. Keengganan konsumen mendatangi kedai justru menjadi peluang yang sigap diraih para peramu kopi. Laris manis. Penjualan kopi literan melejit. Nyambi Ngopi, misalnya, menjual kopi dalam botol sejak awal April 2020.
”Bisa dibilang blessing in disguise (berkah tersembunyi). Jadi terobosan kami di sela pandemi,” ujar pemilik Nyambi Ngopi, Andry Bey.
Lantaran permintaan melambung, kopi literan yang semula hanya tersedia tiga varian kini menjadi delapan varian. Kopi laman, sproberry, dan kocok disusul matcha latte, red velvet, avocado espresso, choco butterscotch, dan cold brew. Laman atau latte manis paling digemari.
”Total penjualan semua kopi itu sekitar 25 liter per hari dan separuhnya adalah laman. Saat baru diluncurkan, penjualannya hanya sekitar 8 liter per hari,” kata Bey. Harga laman, misalnya, Rp 75.000 per liter dan kocok Rp 90.000 per liter.
Laman membekas nyaman di mulut, tetapi tetap mencuatkan sensasi kopi espreso yang utuh. Kuatnya rasa kopi berpadu sedikit wangi aroma semacam vanila dan krimer. Campuran sirup dan susu kental menjadi pemanis laman, tetapi tanpa legit yang dominan.
”Awalnya pakai botol biasa. Belakangan, kami pikir wadahnya harus beda. Jadi, dibuat gimmick (menarik),” ucap Bey.
Label berwarna hijau pada botol tersebut sejenak menjadi penghibur dengan tulisan #Bukan Hand Sanitizer dan #Bukan Desinfektan.
Kejenakaan juga ditunjukkan dengan botol yang lazim dipakai untuk mengepak antiseptik. Botol-botol itu langsung dibeli dari distributor. ”Botolnya dibungkus plastik. Distributor bilang botolnya steril, tapi kami tetap cuci biar yakin sudah bersih,” ujar Bey.
Nyambi Ngopi yang berdiri sejak 2017 sudah membuka dua kedai. Kopi literan dapat dipesan di Jalan Palakali, Depok, Jawa Barat. ”Kami terkejut saat meluncurkan kopi literan. Semua tandas dalam sehari, bahkan kurang,” ujar project leader Nyambi Ngopi, Zahran Bagasanda.
Kopi literan juga lebih ekonomis. Laman, misalnya, jika dibeli per sajian dengan takaran 120 mililiter, harganya Rp 15.000. Jika beli seliter, maka hemat Rp 15.000. ”Botol juga kami cek. Ada keterangan kalau bahannya sudah food grade. Artinya, aman untuk tempat kopi,” kata Zahran.
Tukucur, kopi literan Toko Kopi Tuku, juga disambut pelanggannya dengan antusias. Minuman itu diproduksi agar mereka tak perlu datang ke Toko Kopi Tuku. ”Bukan soal tren. Kami membuat Tukucur untuk menjawab kebutuhan konsumen,” ujar pemilik Toko Kopi Tuku, Andanu Prasetyo.
Diluncurkan pada pertengahan Maret 2020, penjualan Tukucur seharga Rp 85.000 per liter sudah meningkat mulai akhir bulan itu. ”Alhamdulillah, penjualan Tukucur naik terus sehingga kami bisa bertahan tanpa perlu merumahkan pegawai,” ucapnya.
Kopi Satu Kata tak ketinggalan memproduksi minuman literan sejak April 2020. Usaha itu menyesuaikan pola kehidupan konsumen terkini. ”Klop dengan kebutuhan masyarakat yang tak bisa pergi. Kami menyediakan dua macam kopi literan,” ucap Fanny Pardiansyah, pendiri Kopi Satu Kata.
Es Kopi Susu seharga Rp 75.000 per liter dibuat dari espreso yang diracik dengan susu cair, gula aren, dan krimer, sementara Es Kopi Item menggunakan arabika tanpa campuran. Kopi seharga Rp 90.000 per liter itu diseduh dengan japanese drip.
Kopi Satu Kata rata-rata menjual minuman literan 12 botol per hari. Porsi besar juga disukai karena kopi bisa dikonsumsi bersama keluarga.
Kopi Satu Kata dijalankan Fanny bersama Aji Bekti dan Syarif Hidayat sejak tahun 2017. Sesama pekerja periklanan itu masih membuat kopi di rumah masing-masing yang berada di Pejaten, Jakarta, dan Cinere, Depok. Kopi diseduh manual. ”Kami enggak punya toko fisik. Bikin kopi pun di sela atau seusai menuntaskan pekerjaan,” ujarnya.