Lawan Korona dengan Karya
Mahasiswa tak mau berdiam diri di tengah pandemi Covid-19. Mereka ikut terlibat dalam berbagai penelitian untuk membuat alat-alat teknologi yang bisa membantu mengatasi penyebaran virus corona.
Anak-anak muda tak pernah kehabisan ide untuk ikut berkontribusi melawan pandemi Covid-19. Sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia ikut ambil bagian mengembangkan teknologi untuk memberantas virus korona. Di tengah pandemi, mereka menjawab kebutuhan cepat dari para tenaga medis, pemerintah, maupun masyarakat.
Dari kampung halaman masing-masing, para mahasiswa tetap saling terhubung untuk merealisasikan ide mencari solusi melawan Covid-19. Ada mahasiswa yang harus bertahan di kampus karena mesti berada di bengkel kerja hingga larut malam. Semua itu dilakoninya dengan senang hati.
Berbekal ilmu yang didapat di bangku kuliah serta keterlibatan di unit kegiatan mahasiswa yang disukai, para mahasiswa ini menerima ajakan dosen untuk masuk dalam tim kampus. Saat ini, setiap kampus diajak berkontribusi melahirkan karya inovatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi berbagai kebutuhan akibat dampak Covid-19.
Lalu, hadirlah sejumlah karya seperti aplikasi EndCorona, robot untuk menyemprotkan desinfektan ultra violet di rumah sakit, kotak dengan sinar ultraviolet untuk mensterilkan alat pelindung diri para tenaga medis, hingga pesawat tanpa awak atau drone untuk memantau kerumunan orang dan mengeluarkan imbauan membubarkan diri saat pembantasan sosial berskala besar.
Sebagai mahasiswa kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Arya Lukmana tertarik untuk membuat aplikasi yang bisa membantu masyarakat. Dia menginisiasi aplikasi EndCorona yang diluncurkan UI pada 1 April 2020 secara daring.
Ide terbersit saat Arya sedang menonton berita soal Covid-19 di warung makan dekat kosnya di Depok, Februari lalu. “Pas kembali ke kos, aku makin kepo, soal dampak corona. Aku perhatikan, grafik penderita di dunia mulai naik dan aku berpikir ini bisa jadi pandemi. Saat itu, aku terpikir untuk bisa membantu, lalu muncul buat aplikasi untuk mendeteksi risiko corona dan edukasi ke masyarakat,” ujar Arya
Arya bergerak cepat untuk mewujudkan idenya. Dia menghubungi teman-temannya di FK UI untuk mengisi konten edukasi soal Covid-19 berdasarkan rujukan jurnal ilmiah, serta mematahkan berbagai informasi hoaks. Selain itu, dia menghubungi kenalannya mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UI untuk membantu teknis kerja aplikasi ini. Mereka sempat berdiskusi terbatas secara langsung. Ketika kampus diliburkan, kerja keras untuk mewujudkan aplikasi EndCorona tetap dikerjakan.
Inisiatif Arya dan tim mendapat dukungan dari Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FK UI dan pengabdian masyarakat sehingga dalam waktu kurang dari sebulan, aplikasi itu bisa diakses publik. Aplikasi itu membantu orang-orang untuk skrining mandiri dengan menjawab sejumlah pertanyaan. Usai mengisi, pengguna akan segera tahu apakah dia masuk dalam kategori risiko rendah, hati-hati, rentan, atau sangat rentan.
“Ada layanan telehealth juga dengan bantuan dari ahli di FKUI. Kami berharap EndCorona ini bisa didukung supaya lebih banyak dimanfaatkan lagi,” ujar Arya yang menyukai robotik ini.
Kerja sama intens secara daring juga dilakukan Adam Sultansyah, mahasiswa Fakultas Teknik UI bersama timnya yang menjadi salah satu satu pemenang Proyek Covid-19 Ina Ideathon yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. Tim UI terpilih dalam 17 proposal dari 5.590 proposal ide yang masuk untuk mengatasi Covid-19. Prototipe segera dihadirkan dalam beberapa bulan ke depan.
Adam selaku ketua tim mengatakan, timnya menawarkan pesawat tanpa awak bernama Hybrid Quadplane UAV yang dapat membantu pemerintah mengawasi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tim terdiri dari tujuh mahasiswa Fakultas Teknik, Psikologi, dan MIPA UI. Setelah melihat kerumunan orang lebih dari lima orang, alat ini mengeluarkan suara imbauan agar segera membubarkan diri.
“Jadi diharapkan melalui drone ini semua daerah yang dilalui drone bisa terpantau, dibandingkan jika patroli biasa kan belum menyeluruh dan belum menjangkau daerah-daerah sulit,” jelas Adam.
Adam menambahkan, drone yang mereka rancang dapat bekerja secara autonomous dengan meminimalkan peran manusia dalam kerjanya. Pesawat tanpa awak ini hanya membutuhkan pemasangan baterai dan penentuan jalur Quadplane yang akan dilalui. Alat ini akan mampu terbang dengan radius 1 kilometer x 1 kilometer dengan jam terbang 20-30 menit sekali pakai.
“Dulunya kami tergabung di tim untuk lomba kontes robot terbang Indonesia. Jadi, kami punya latar belakang di bidang pesawat tanpa awak. Kami ingin mencoba mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk membuat pesawat jenis quadplane ini,” jelas Adam.
Bertahan di kampus
Tuntutan untuk mengerjakan riset dan inovasi yang segera bisa diaplikasikan membuat sejumlah mahasiswa harus bertahan di kampus. Mereka harus merakit langsung produk yang disiapkan tim kampus di bawah bimbingan dosen, sehingga tak bisa dikerjakan dari jarak jauh.
Risnanda Satriatama, mahasiswa semester 8 Fakultas Teknik Elektro Telkom University, sebenarnya sudah lulus sidang skripsi pada Januari lalu. Saat dia menunggu di Bandung, dia mendapat tawaran dosennya yang mengajak dirinya ikut membuat robot Autonomous UVC Mobile (AUMR) untuk membantu mengatasi dampak Covid-19.
Tak berpikir panjang, Risnanda yang menyukai robotik dan ikut kegiatan mahasiswa di bidang ini, mengambil kesempatan ini. Tuntutan pengerjaan yang cepat tidak menyurutkan niatnya untuk terlibat. “Bisa sampai malam di Bandung Techno Park di kawasan kampus jika sudah merakit robot bersama tim. Saya senang jika latar belakang dan pengalaman saya bisa bermanfaat untuk mengatasi Covid-19,” ujar Risnanda yang orangtuanya tinggal di Semarang, Jawa Tengah.
Risnanda merasa senang ketika uji coba Robot AUMR bisa diuji coba. Sebagai bagian dari tim, Risnanda ikut mengawal uji coba Robot AUMR di Wisma Atlet di Jakarta. Demikian juga saat diuji coba di RS Hasan Sadikin dan RS Pindad di Bandung. Uji coba ini jadi cara untuk meningkatkan kinerja robot sehingga sesuai kebutuhan. Pengembangan juga dilakukan untuk membuat robot AUMR yang manual dan otomatis.
Saat harus berada di Bandung Techno Park bersama tim, Risnanda seakan lupa waktu. Dia fokus mengerjakan tugasnya. Apalagi pengembangan terus dilakukan tim. Pembuatan robot juga ditambah lagi untuk bisa menjadi robot yang melakukan pengantaran makanan dan yang bisa mewakili dokter.
“Intinya, supaya bisa melakukan tugas yang seminimal mungkin melibatkan orang. Covid-19 ini kan mudah menular ya, jadi kami membantu dengan menciptakan robot yang bisa menggantikan tugas orang,” jelas Risnanda.
Bertahan di kampus juga dipilih Bayu Hari Santoso, mahasiswa semester akhir Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia diajak dosen UGM menghasilkan sejumlah produk yang mengatasi masalah Covid-19. “Saya merasa senang bisa diajak. Kami bisa diskusi bersama untuk menawarkan ide yang bisa diwujudkan,” ujar Bayu yang orangtuanya tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur.
Bayu merasakan pengalaman harus bekerja sama dengan tim dari Fakultas Kedokteran yang memahami kebutuhan medis dari sebuah alat. Sebagai contoh untuk mengatasi minimnya alat pelindung diri (APD) para tenaga medis di RS, tim mereka menyediakan produk sterlisasi box dengan penyinaran ultra violet.
Uji coba dilakukan untuk mensterilisasi masker N-95. Bayu belajar banyak mengenai kebutuhan medis yang mesti diperhatikan. Semisal untuk alat sterilisasi, harus diperhatikan berapa lama dan dosis untuk penyinaran.
“Rasanya senang alat sterilisasi bisa bekerja. Pas uji coba sterilisasi masker dengan bakteri kuat, dalam waktu lima menit sudah oke. Nanti akan dikembangkan lagi untuk sterilisasi hasmat, dan pakaian medis,” ujar Bayu.
Menurut Bayu, ancaman Covid-19 juga memacu perguruan tinggi untuk berinovasi. Tim dosen Bayu berkreasi untuk menghadirkan ventilator yang bisa digunakan dalam kondisi darurat hingga sekat pemisah portabel dengan tombol darurat.
“Kami ingin membantu supaya petugas medis dan rumah sakit juga bisa terlindungi. Sebenarnya dengan teknologi bisa dibantu. Saya senang bisa terlibat untuk merancang. Meskipun harus berpacu waktu karena kebutuhan mendesak, bagi saya ini pengalaman berharga. Semoga yang dihasilkan bisa berguna,” ujar Bayu.