Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengancam mengakhiri kesepakatan keamanan dengan Israel dan AS. Namun, banyak pihak ragu akan ancaman itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengancam mengakhiri kesepakatan keamanan dengan Israel dan AS. Namun, banyak pihak ragu akan ancaman itu.
Israel menilai tak mudah Abbas melaksanakan keputusannya di lapangan karena Palestina sangat bergantung kepada Israel di semua sektor kehidupan sehari-hari. Palestina membeli air, listrik, dan bahan bakar minyak dari Israel serta perlu berkoordinasi dengan Israel untuk urusan keamanan dan sipil dalam kehidupan keseharian (Kompas, 22/5/2020).
Pada 2018, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pernah menyatakan mengakhiri kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dan Israel. PLO memberikan otoritas kepada Mahmoud Abbas untuk mengambil langkah lanjutan. Namun, sejauh ini belum ada langkah yang diambilnya.
Situasi dan kondisi yang menyebabkan ancaman Abbas sekarang berbeda dengan pada 2018. Ancaman Palestina akan kehilangan wilayah benar-benar di depan mata, apalagi tak satu negara pun di dunia yang mampu menghambat Israel menganeksasi sebagian wilayah Palestina.
Seperti diketahui, ada kesepakatan antara Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz untuk menganeksasi Lembah Jordan dan permukiman Yahudi ke dalam wilayah Israel. Mereka akan membentuk bersama pemerintahan dari hasil pemilu Israel pada Maret 2020. Partai Gerakan Biru Putih pimpinan Gantz memenangi pemilu dengan 36 kursi, disusul Partai Likud dengan 33 kursi dari 120 kursi Knesset.
Di bulan ini, kedua partai berkoalisi untuk membentuk pemerintahan. Salah satu kesepakatannya, aneksasi wilayah Palestina, yang selama ini secara tidak sah telah diduduki Isreal. Kesepakatan itu sesuai dengan proposal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada Januari 2020, yang populer dikenal dengan nama Transaksi Abad Ini.
Dari lapangan, Al Jazeera melaporkan, pejabat keamanan Palestina telah diperintahkan untuk berhenti berbicara dengan rekan Israel mereka. Namun, para pejabat Palestina harus berkoordinasi dengan perwira Israel bahkan hanya untuk bergerak di sekitar wilayah Tepi Barat.
Sabtu (16/5), Raja Jordania Abdullah II memperingatkan bahwa aneksasi Israel dapat menyebabkan ”konflik besar” antara negaranya dan Israel. Aneksasi dapat mengganggu perbatasan Jordania dan Israel. Padahal pada 1994 kedua negara sepakat bahwa Israel menjamin Jordania memulihkan tanah yang diduduki Israel (sekitar 380 kilometer persegi), pembagian air yang adil dari Sungai Yarmouk dan Jordania, serta perbatasan barat Jordania-Israel dengan jelas.
Dunia harus kembali pada Kesepakatan Oslo 1993 yang menyepakati solusi damai dua negara, Palestina dan Israel. Langkah Israel mencaplok sebagian wilayah Palestina sangat bertentangan dengan kesepakatan itu. Ancaman Palestina keluar dari kesepakatan bisa berarti solusi damai dua negara harus dimulai dari nol lagi. Hal itu juga bisa berarti stabilitas keamanan dan perdamaian Timur Tengah akan terancam.