Sekalipun telah dilarang, setidaknya 1,2 juta migran dari kota telah kembali ke desa. Bukan karena telah menggenggam keberhasilan, melainkan sebagai ekses penurunan ekonomi kota.
Oleh
Ivanovich Agusta
·4 menit baca
Lebaran di desa tahun ini menjadi penguji kurva pandemi Covid-19 nasional. Tarikan tradisi mudik yang sangat kuat berpotensi melonjakkan kurva ke titik maksimal.
Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk menahan arus warga dari kota ke desa. Anjuran tidak mudik dikuatkan menjadi larangan mudik. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dikeluarkan untuk episentrum kota metropolitan dan kota besar lain, lalu meluas ke kota-kota kecil.
Namun, jelas penguji utamanya persis menjelang dan sesudah hari raya, yakni saat desakan untuk berkumpul, bertemu, dan tidak menjaga jarak memuncak.
Tanggap Covid-19
Persis dua bulan sebelum Lebaran dikeluarkan Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19. Efektivitas kebijakan ditunjukkan pada 19 Mei 2020, lima hari sebelum Lebaran. Desa telah melakukan karantina kepada 179.682 orang dalam pantauan (ODP). Kemampuan mendeteksi ODP di desa empat kali lipat daripada laporan nasional pada tanggal yang sama, yaitu 45.300 ODP.
Kapasitas desa bersumber dari penjagaan di pos gerbang desa dan pendataan pendatang. Pos jaga itu dibangun di 47.886 desa dan telah digunakan untuk mendata 766.138 orang. Pendatang dari kota otomatis masuk ruang isolasi sebagai ODP.
Kapasitas desa bersumber dari penjagaan di pos gerbang desa dan pendataan pendatang
Sebanyak 19.590 desa telah membangun ruang isolasi desa, mulai dari Aceh sampai Papua, dan selebihnya mengharuskan warganya mengisolasi mandiri di rumah ataupun kebun masing-masing. Ruang isolasi desa menyediakan 78.360 tempat tidur, kamar mandi, dan makanan sehari-hari bagi yang diisolasi. Di sinilah ODP menginap minimal dua minggu sebelum sampai ke rumah.
Hasil berbagai kegiatan desa tanggap Covid-19 menunjukkan pasien dalam pantauan (PDP) dan positif Covid-19 di desa lebih rendah dari tingkat nasional. Tercatat 2.594 PDP di desa, sementara Gugus Tugas Covid-19 Pusat mengabarkan 11.891 PDP. Demikian pula desa didatangi 629 warga positif Covid-19, sementara angka nasional 18.496 orang.
Data tersebut menunjukkan desa memang tidak kalis pandemi Covid-19, tetapi masih mampu menahannya. Sementara di kota pengelolaan pandemi bersifat individual dengan memperhatikan berita di media sosial, upaya penyusutan pandemi di desa digerakkan Relawan Desa Lawan Covid-19.
Mereka melayani edukasi pencegahan Covid-19, membangun pos jaga, melakukan penyemprotan disinfektan, menyediakan pembersih tangan di ruang publik, menjaga ruang isolasi desa, hingga mendata kondisi warga.
Sebanyak 1.743.343 sukarelawan dibentuk di 61.670 desa. Dengan jumlah sebesar itu, rata-rata seorang sukarelawan melayani 68 warga desa. Ini jumlah yang mencukupi di desa, apalagi dengan ODP, PDP, dan penderita yang masih jauh lebih rendah daripada di kota.
Uang Lebaran menyusut
Sekalipun telah dilarang, setidaknya 1,2 juta migran dari kota telah kembali ke desa. Bukan karena telah menggenggam keberhasilan, melainkan sebagai ekses penurunan ekonomi kota. Pada saat Lebaran, uang mereka tinggal Rp 549 miliar.
Sementara 20 juta warga kota yang menahan mudik masih mentransfer Rp 8,8 triliun kepada familinya. Total sumbangan warga dari kota untuk Lebaran desa mencapai Rp 9,4 triliun.
Peran warga dari kota terhadap uang beredar di desa selama Lebaran tahun ini beralih pada bantuan sosial dari pemerintah. Berbagai bantuan pemerintah menyasar 37,7 juta warga desa dengan nilai Rp 12,4 triliun.
Warga desa sendiri pada bulan di mana Lebaran berlangsung telah memiliki dana Rp 105,8 triliun sehingga saat Lebaran ada Rp 127,6 triliun uang yang beredar di desa.
Peran warga dari kota terhadap uang beredar di desa selama Lebaran tahun ini beralih pada bantuan sosial dari pemerintah.
Bagaimanapun, nilai ini telah menyusut hampir Rp 10 triliun. Saat Lebaran tahun lalu, uang beredar di desa mencapai Rp 136,4 triliun. Syukurlah berbagai bantuan pemerintah deras mengalir di saat Lebaran.
Mengamankan Lebaran
Sebagai penguji titik kritis pandemi Covid-19, Relawan Desa Lawan Covid-19 perlu bergerak khusus untuk mengamankan Lebaran tahun ini.
Pertama, memastikan ketersediaan air mengalir dengan bahan pembersih di ruang publik. Penting pula menyediakan masker sejak di pos gerbang desa. Apalagi, ada tendensi jumlah desa yang menyediakan masker bagi warga melambat sebulan terakhir walau kini sudah dibagikan di 33.087 desa.
Kedua, desa menyediakan vitamin dan makanan bagi kelompok rentan yang berusia lanjut dan terkena penyakit kronis atau menahun. Pendataan itu telah dilakukan di 29.847 desa dan menemukan 96.055 warga rentan.
Ketiga, berkomunikasi dengan puskesmas dan rumah sakit terdekat sebagai upaya menjaga risiko kesehatan terburuk yang terjadi di desa.
Keempat, dengan menyusutnya uang kiriman warga di kota, perlu dimaksimalkan penyaluran berbagai bantuan pemerintah. Ini bantalan ekonomi desa, terutama bagi golongan terbawah.
Kelima, bekerja sama dengan Babinkamtibmas dan Babinsa untuk mengamankan musyawarah desa penetapan keluarga penerima manfaat dan penyaluran dana bantuan.
Kita ingin Lebaran di desa tahun ini tetap aman, menyehatkan, dan menyejahterakan.
(Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi)