Shalat Idul Fitri Berjemaah di Masjid, Protokol Kesehatan Jadi Pegangan
Shalat Idul Fitri 1441 H dinilai sebagian warga tetap harus ditunaikan secara berjemaah di masjid. Di sisi lain, imbauan shalat di rumah bertujuan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.
Meski telah diimbau untuk mengadakan shalat Idul Fitri 1441 H di rumah, tak sedikit umat Islam yang tetap melaksanakannya secara berjemaah di masjid. Salah satunya dilakukan di Masjid Jami Al Muflihun, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Para jemaah silih berganti memasuki dan memenuhi masjid hingga bagian teras, tanpa jarak satu dengan yang lain. Jemaah perempuan dan anak-anak berada di lantai dua, sementara laki-laki berada di lantai satu.
Endang (64), warga daerah Kebayoran Lama, memperhatikan satu per satu jemaah yang masuk ke Masjid Jami Al Muflihun, sekitar pukul 06.30. Ia akan turut masuk ke masjid saat shalat hendak dimulai dan berencana untuk duduk di paling belakang.
”Kalau duduknya di paling belakang, saya jadi bisa mengatur posisi untuk jaga jarak. Setelah selesai, saya bisa langsung keluar karena sebenarnya saya juga khawatir, takut kena Covid-19,” kata Endang.
Baginya, shalat Id harus tetap dilaksanakan berjamaah di masjid sehingga tidak mengurangi makna kemenangan setelah sebulan berpuasa. Ia berdalih, karena selama ini tidak ada warga di wilayahnya yang terkena Covid-19, shalat berjemaah menjadi aman untuk dilakukan.
Pandangan serupa disampaikan Amir (55). Baginya, shalat Id di rumah berbeda dengan shalat berjemaah di masjid yang dapat mendengar dan melihat secara langsung ceramah yang disampaikan oleh ustaz.
”Khawatir (terkena Covid-19) jelas iya, tetapi kami semua, termasuk saya, tadi selalu mengenakan masker, tidak berjabat tangan, dan tetap jaga jarak dengan jemaah lain. Nanti sampai rumah saya juga akan langsung mandi,” ujar Amir.
Baca juga: Pesan Lebaran dari Presiden Jokowi
Menurut Amir, meski masih ada jemaah yang melaksanakan shalat Id di masjid, jumlahnya sangat berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apabila tahun lalu sepanjang jalan dipenuhi mobil yang parkir, tahun ini tidak ada mobil yang parkir yang di bahu jalan.
Respons lain datang dari Esti (58), warga sekitar Masjid Jami Al Muflihun. Ia memilih shalat Id di rumah bersama anak. Ia hanya keluar rumah sejenak untuk menyerahkan sajadah kepada suaminya yang akan ikut shalat berjemaah di masjid.
”Saya enggak berani ikut shalat berjemaah di masjid, masih takut ada di kerumunan, lagi pula pemerintah, kan, sudah mengimbau untuk tidak shalat berjemaah dahulu di masjid. Jadi, saya milih shalat di rumah saja,” tutur Esti.
Imbauan mengadakan shalat Id dari rumah sudah diumumkan sejak Jumat (22/5). Tak hanya dari pemerintah, imbauan juga datang dari para pemuka agama dan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.
Imbauan dilakukan sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran Covid-19 semakin meluas. Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan, kasus positif Covid-19 terus meningkat dan Jakarta menjadi wilayah dengan kasus terbanyak di Indonesia.
Tradisi
Seperti tahun-tahun sebelumnya, seusai shalat Id, masih ada jemaah yang melanjutkan kegiatan Idul Fitri dengan berziarah ke makam keluarga. Warga menilai ziarah sudah menjadi tradisi yang tidak boleh dilewatkan.
Anton (50), warga daerah Pademangan, Jakarta Utara, melakukan ziarah ke makam orangtua di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Ia datang bersama adik, istri, dan anak setelah menunaikan shalat Id di masjid daerah Mangga Dua, Jakarta Utara.
Baca juga: Umat Islam Diimbau Shalat Idul Fitri di Rumah
Seusai mendoakan almarhum dengan bantuan jasa pembaca doa, Anton mengatakan akan segera pulang ke rumah. Berbeda dengan tahun lalu yang dilanjutkan dengan keliling rumah keluarga untuk saling bersilaturahmi.
”Malah seharusnya kami pulang kampung ke rumah istri di Kalimantan, tetapi batal karena ada Covid-19. Jadi, sementara, ya, silaturahmi dengan keluarga pakai telepon dan video call dahulu,” kata Anton.
Adapun Ade Rifadin (47), warga daerah Ciputat, Tangerang Selatan, melakukan ziarah ke makam ayahnya di TPU Tanah Kusir setelah menunaikan shalat Id di rumah. Suasana ziarah kali ini, kata Ade, jauh lebih sepi.
”Biasanya saya dari rumah ke sini (TPU Tanah Kusir) itu macet, bisa sampai 30 menit. Tadi hanya 10 menit langsung sampai. Bacain doa untuk almarhum ayah juga rasanya jadi lebih khusuk,” ujarnya.
Belum berdamai
Setelah hampir tiga bulan kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan pada awal Maret, jumlah kasus dan sebaran orang yang terinfeksi penyakit ini terus meningkat. Laporan Gugus Tugas Covid-19 hingga 23 Mei 2020, Covid-19 menginfeksi 21.745 dengan 1.351 orang meninggal dunia.
Sementara itu, LaporCovid-19.org, platform berbagi data dan informasi warga, menemukan, jumlah kematian orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 3,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien positif yang meninggal, yang diumumkan pemerintah. Banyaknya PDP dan ODP yang meninggal dan tidak dilaporkan secara resmi ini tidak bisa dilepaskan dari kurangnya dan terlambatnya pemeriksaan Covid-19 di Indonesia.
Inisiator LaporCovid-19.org, Irma Hidayana, menyampaikan, hari raya Idul Fitri 1414 H merupakan momentum kemenangan, sekaligus ujian bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia. Masyarakat patut merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, tetapi semestinya ikhlas tidak melakukan tradisi kumpul bersama sanak saudara karena masih menyebarnya virus korona tipe baru.
”Perjuangan kita belum berakhir. Di hari yang fitri ini, kita juga harus mengingat saudara-saudara kita yang masih berjuang di rumah sakit, bahkan yang telah mendahului kita karena nyawa mereka direnggut Covid-19,” ujar Irma.
Sekalipun saat ini mulai ada peningkatan pemeriksaan, tes massal harus terus diperjuangkan dan penelusuran kontak harus dilakukan. Mereka yang telah terinfeksi, baik yang bergejala maupun tidak, harus segera ditemukan, diisolasi dan yang sakit segera dirawat.
”Kita tidak bisa berdamai dengan Covid-19, apalagi menyerah. Kita harus terus berjuang bersama melawan pandemi ini. Kita tidak bisa membiarkan tenaga kesehatan berjuang sendiri. Setiap orang bisa berperan melawan wabah ini dengan menjaga diri agar tidak tertular,” ucap Irma.
Selama wabah belum bisa dikendalikan, untuk menghentikan penyebaran Covid-19, Irma mendorong kita agar tetap belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah. Mereka yang terpaksa keluar wajib menerapkan jarak fisik dan mengenakan masker.