Keheningan Lebaran di Manado Beriring Harap Redakan Covid-19
›
Keheningan Lebaran di Manado...
Iklan
Keheningan Lebaran di Manado Beriring Harap Redakan Covid-19
Hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah dirayakan dalam keheningan di Manado, Minggu (24/5/2020). Umat Muslim berupaya ikut imbauan ulama, pemerintah, dan organisasi keagamaan demi memutus rantai penularan Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah dirayakan dalam keheningan di Manado, Sulawesi Utara, Minggu (24/5/2020). Umat Muslim berupaya menuruti imbauan ulama, pemerintah, dan organisasi keagamaan demi memutus rantai penularan Covid-19 di Sulawesi Utara.
Sejak pagi sekitar 06.30 Wita, hampir tak terdengar panduan shalat Id dari berbagai masjid. Bahkan, Masjid Raya Ahmad Yani Manado di bilangan Lawangirung, Wenang, tidak menggelar shalat Id berjamaah. Karpet di masjid sudah digulung sejak Kamis (21/5/2020).
Suasana kota pun cenderung lengang. Kendaraan bermotor terlihat melintas, tapi jalan tetap terlihat kosong. Satu-satunya kemeriahan berasal dari alunan lagu-lagu religi yang diputar nyaring oleh sopir angkot maupun warga di perkampungan.
Tak sedikit pusat perbelanjaan yang tutup, mulai dari Mal Manado Town Square hingga area pertokoan Pasar 45. Jalan-jalan protokol, seperti Boulevard Pierre Tendean dan Jalan Sam Ratulangi, juga terbilang tenang. Beberapa toko, seperti swalayan Multimart, buka setelah tengah hari.
Esther (35) dan Wandi (33), warga Manado, menyatakan menggelar shalat Id di rumah saja, tidak secara berjamaah. ”Kami mengikuti anjuran pemerintah. Masjid dekat rumah juga tidak ada shalat Id,” kata Esther.
Meski demikian, warga tetap berziarah ke makam saudara, kerabat, dan ulama setelah shalat Id di rumah masing-masing. Di kompleks makam Sekar Kedaton, Mahakeret Timur, warga telah berdatangan sejak sekitar pukul 09.00 Wita. Mereka membersihkan makam dari rumput liar dan debu serta membaca doa.
Wandi yang berziarah ke makam ibunya mengatakan tidak terlalu khawatir tertular Covid-19. ”Tahun-tahun sebelumnya, makam selalu ramai sekali, tidak ada ruang untuk bergerak. Tetapi sekarang ini tergolong sepi sekali, lengang. Jadi enggak khawatir,” kata Wandi.
Haji Muhidin (60), imam salah satu masjid di Komo Luar, misalnya, berziarah ke kubur ulama sekaligus pejuang Perang Cilegon, Banten, Syech Mas Muhammad Arsyad Thawil Albantani. Ia selalu berziarah ke makam pendahulunya tersebut dari tahun ke tahun. Menurut dia, ziarah kubur sudah menjadi tradisi warga yang tak dapat ditinggalkan.
Tahun-tahun sebelumnya, makam selalu ramai sekali, tidak ada ruang untuk bergerak. Tetapi, sekarang ini tergolong sepi sekali, lengang. Jadi enggak khawatir.
Sementara itu, beberapa perantau yang tinggal di Manado memutuskan tidak pulang kampung karena pembatasan perjalanan dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di daerah asalnya. Sampara Tajuddin (34), perantau asal Makassar, Sulawesi Selatan, akhirnya hanya mampu bercakap dengan keluarganya via panggilan video.
Sampara sedih karena tidak bisa pulang. Sebab, istrinya baru saja melahirkan anak kedua mereka pekan lalu. ”Saya sudah merencanakan pulang, tapi virus korona makin menyebar ke mana-mana. Makassar juga sedang PSBB,” katanya.
Hampir tidak ditemui kegiatan silaturahmi di rumah-rumah warga. Ada warga yang berkunjung ke rumah teman atau kerabatnya, tetapi tidak dalam jumlah banyak.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulut Ulyas Taha berharap, pengorbanan umat Islam tidak merayakan Idul Fitri semeriah tahun-tahun sebelumnya dapat berbuah meredanya transmisi Covid-19.
”Dengan kepatuhan ini, kita berdoa, penyebaran Covid-19 bisa semakin terkendali karena orang-orang sudah dicegah berkumpul dalam jumlah besar,” tambah Ulyas.
Ada pula hal lain yang dikorbankan masyarakat Sulut, yaitu kebiasaan saling menjaga pelaksanaan ibadah sebagai bentuk kerukunan. Meski demikian, ia menyatakan, Covid-19 tidak akan melemahkan modal sosial untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Sebaliknya, kerukunan antarumat beragama sedang dipupuk dengan saling mengerti untuk tidak menggelar ibadah di rumah ibadah masing-masing agama.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulut KH Abdul Wahab Abdul Ghafur juga berharap pembatasan perayaan Idul Fitri tahun ini dapat memutus rantai penularan virus korona baru. Saat ini, hanya satu dari 15 kota kabupaten di Sulut yang tidak memiliki kasus Covid-19, yaitu Kepulauan Sitaro.