Surat Izin Keluar-Masuk Jakarta Tak Efektif Tanpa Dukungan Bodetabek
›
Surat Izin Keluar-Masuk...
Iklan
Surat Izin Keluar-Masuk Jakarta Tak Efektif Tanpa Dukungan Bodetabek
Pemudik yang kembali ke Jakarta wajib memiliki surat izin keluar atau masuk. Namun, tanpa dukungan daerah penyangga Jakarta, kebijakan ini prematur.
Oleh
STEFANUS ATO/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya memperketat pemeriksaan di sejumlah posko pemeriksaan untuk mencegah warga yang masuk Jakarta pasca-Lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah. Mereka yang tidak memiliki surat izin masuk Jakarta akan dipaksa putar balik. Namun, pembatasan akses orang untuk keluar-masuk Jakarta dinilai prematur dan tak efektif jika tidak berlaku di daerah penyangga Jakarta.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo, mengatakan, Polda Metro Jaya, Polda Banten, dan Polda Jawa Barat, sudah menggelar rapat bersama dengan instansi yang mengurusi pemerintah yang membidangi transportasi terkait rencana penindakan bagi warga yang akan balik ke Jakarta seusai Lebaran. Mereka yang tak memiliki surat izin keluar-masuk (SIKM) ke Jakarta akan dipaksa putar balik.
”(Masuk) Bodetabek juga tetap kami periksa, terutama kepatuhan terhadap aturan pembatasan sosial berskala besar,” kata Sambodo, Senin (25/5/2020), di Jakarta.
Dari catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, penyekatan oleh polisi di 18 posko pemeriksaan di daerah Jabodetabek, baik jalur arteri maupun jalan tol, sudah ada 37.642 kendaraan yang dipaksa putar balik. Jumlah itu merupakan akumulasi dari hari pertama penyekatan, pada 24 April-24 Mei 2020.
Pada saat hari raya Idul Fitri, pada 24 Mei 2020, warga yang masih nekat mudik dan dipaksa putar balik petugas sebanyak 2.717 kendaraan. Jumlah ini berkurang dibanding satu hari sebelum Lebaran yang mencapai 4.025 kendaraan.
”Proses penyekatan masih terus berjalan, karena masih ada yang nekat untuk keluar dari Jakarta. Sampai hari ini masih ada yang kami putar balikan,” tutur Sambodo.
Jalur tikus
Sementara itu, Kepolisian Daerah Banten mewaspadai pemudik yang balik ke arah Jakarta menggunakan jalur tikus. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Banten Komisaris Besar Edy Sumardi mengatakan, pihaknya masih memfokuskan pemeriksaan bagi kendaraan yang meninggalkan Jakarta, sedangkan pemeriksaan arus balik belum difokuskan, karena diperkirakan arus balik akan terjadi tiga hari pascalebaran.
”(Penyekatan) arus balik belum. Ini masih Lebaran. Masih fokus menyekat kendaraan yang mau ke Sumatera. Arus kendaraan ke Sumatera sudah turun sekali jumlahnya hari ini,” katanya.
Menurut Edy, petugas gabungan dari Polda Banten dan TNI baru mulai menyekat kendaraan yang menuju Jawa dan Jakarta pada Rabu (27/5/2020). Petugas bersiaga 24 jam menjaga sebanyak 15 titik di jalur utama. Selebihnya berjaga di 200 titik jalan arteri di wilayah Provinsi Banten.
”Kami antisipasi jalur arteri termasuk jalur. Kendaraan yang tidak bisa masuk tol biasanya lewat sana,” katanya.
Penyekatan arus balik dimulai dari pintu masuk Tol Jakarta-Merak. Setelah itu di titik pintu masuk Tol Cilegon Barat, Tol Cilegon Timur, Tol Serang hingga ke perbatasan Cikupa. Adapun penjagaan di jalur tikus lebih banyak melibatkan petugas dari polres. Penyekatan direncanakan berlangsung hingga 31 Mei 2020.
Meski pemerintah telah melarang mudik, polisi masih menemukan masyarakat yang mencoba mengelabui petugas. Di Pelabuhan Merak, Banten, polisi mendapati travel yang masih mengangkut penumpang ke Sumatera. Modus lain, pemilik kendaraan menyamarkan menjadi mobil sembako.
Pengamat transportasi publik Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno, saat dihubungi terpisah, menilai kebijakan membatasi pergerakan orang yang akan kembali ke Jakarta prematur dan tidak akan efektif selama surat izin keluar-masuk tidak diterapkan pemerintah daerah penyangga Jakarta. Sebab, mereka yang dilarang masuk ke Jakarta akan bermukim di daerah-daerah penyangga, seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang kebijakannya lebih longgar dalam mencegah arus kedatangan orang dari luar Jabodetabek.
”Mereka tak perlu sampai Jakarta (di Bodetabek). Tetapi nanti kerjanya di Jakarta. Jadi, kalau mau efektif, harus ada integrasi kebijakan di kawasan Jabodetabek,” kata Djoko.
Ia menilai, faktor lain yang menyebabkan proses penyekatan di lapangan tidak efektif mencegah orang untuk kembali ke Jakarta, karena saat arus balik, sebagian pendatang kemungkinan akan menggunakan sepeda motor. Arus balik pemudik pengguna sepeda motor dinilai lebih sulit untuk dicegah dan dilacak petugas karena pemeriksaan administrasi di titik pemeriksaan tidak sedetail pemudik yang menumpang transportasi publik dari terminal.
”Kebijakan sepeda motor di Indonesia harus direvisi. Salah satu penyebab jebolnya mudik itu karena sepeda motor,” katanya.
Djoko menilai Indonesia sudah sangat leluasa dalam mengizinkan warga memiliki sepeda motor yang bisa dimanfaatkan untuk perjalanan jarak jauh. Sudah saatnya pemerintah membatasi kepemilikan sepeda motor dengan hanya mengizinkan sepeda motor bersilinder rendah, yaitu di bawah 100 cc untuk perjalanan dekat atau sepeda motor dengan silinder di atas 200 cc karena harganya tidak mudah dijangkau masyarakat.
”Nanti saat new normal transportasi, kendalanya sepeda motor lagi. Jadi, sekarang tergantung pemerintah, karena selama sepeda motor seperti ini akan memengaruhi pola perilaku bermobilitas di Indonesia,” ujarnya.