Idul Fitri tahun ini berlangsung dalam keprihatinan karena pandemi Covid-19 belum usai. Pergerakan orang mesti terus diperketat guna memutus rantai penyebaran virus korona jenis baru.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah melarang pemudik kembali ke perantauan. Langkah ini sejalan dengan kebijakan melarang mudik ke kampung halaman. Aparat akan memperketat pengawasan transportasi pasca-Idul Fitri 1441 Hijriah.
”Kami konsisten mudik dan arus balik, menjelang dan setelah Idul Fitri, tetap dilarang,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati melalui siaran pers, Senin (25/5/2020).
Hal serupa ditegaskan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Dia meminta warga yang sudah berada di kampung halaman tidak kembali ke kota besar sampai keadaan kembali pulih. Bagi mereka yang kini sudah pulang ke kampung halaman, bantuan yang disiapkan mengacu pada bantuan dana desa dan program padat karya yang diberikan hingga akhir tahun.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat jumlah kendaraan yang keluar dari Jakarta pada periode Lebaran 2020 menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada H-7 hingga H-1 Lebaran (17-23 Mei 2020) sebanyak 465.582 unit atau turun 62 persen daripada periode yang sama tahun 2019.
Adapun kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada 24 Mei 2020 tercatat 37.878 unit. Angka ini turun 81 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Arus lalu lintas yang meninggalkan Jakarta tercatat dari sisi timur, barat, dan selatan.
Sebagian kalangan menilai pergerakan kendaraan tidak bisa ditekan sampai nol. Namun, pengendalian transportasi dibutuhkan untuk mengurangi kerumunan warga. Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Harya Setyaka Dillon mengatakan kerumunan berpotensi menyebarnya virus ketika masyarakat bepergian secara massal.
Sejalan dengan ini, Polda Metro Jaya memperketat pemeriksaan warga ke Jakarta pasca-Lebaran. Mereka yang tidak memiliki surat izin masuk Jakarta diminta putar balik. Paling tidak, ada 37.642 kendaraan dihentikan di 18 titik di daerah Jabodetabek pada 24 April-24 Mei 2020. Pada 24 Mei 2020, aparat memaksa 2.717 kendaraan yang ditumpangi pemudik balik arah.
Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai pembatasan pergerakan ke Jakarta tidak efektif selama surat izin untuk keluar masuk (SIKM) tidak diterapkan pemerintah daerah penyangga Jakarta. Ini karena mereka yang dilarang masuk ke Jakarta akan bermukim di daerah-daerah penyangga Jakarta, seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang (Bodetabek).
”Kalau mau efektif, harus ada integrasi kebijakan di kawasan Jabodetabek,” kata Djoko.
Seharusnya setiap warga yang masuk ataupun keluar Jakarta memiliki SIKM
Pandangan Djoko ini muncul karena banyak kendaraan dari Bogor dan Depok menuju Jakarta serta arus sebaliknya melaju tanpa pemeriksaan petugas, Senin (25/5). Kelonggaran ini dimanfaatkan sebagian warga bepergian ke sanak saudaranya. ”Enggak ada (pemeriksaan) ya. (Saya) enggak memperhatikan juga,” ujar Sumarno (45), warga Kota Tangerang yang hendak ke rumah kerabatnya di Jakarta Barat.
Seharusnya setiap warga yang masuk ataupun keluar Jakarta memiliki SIKM sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020. Surat ini diterbitkan untuk memberi kepastian hukum bagi warga dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Sejak dibuka Jumat (15/5), 125.734 pengguna yang mengakses perizinan SIKM dari laman corona.jakarta.go.id per Minggu (24/5). Dari jumlah itu, 5.247 permohonan SIKM yang diterima.
Suasana Idul Fitri di sejumlah daerah pada tahun ini lebih sepi daripada tahun-tahun sebelumnya. Ini terjadi karena warga menjaga jarak fisik demi terputusnya rantai penularan Covid-19. Sebagian warga menjalankan shalat Idul Fitri di rumah masing-masing. Acara silaturahmi warga secara tatap muka banyak berkurang, dan digantikan dengan silaturahmi virtual.
Suasana lengang jika dibandingkan Lebaran tahun sebelumnya antara lain terlihat di Kampung Purus Kebun, Kelurahan Ujung Gurun, Padang Barat, Padang, Sumatera Barat. Di Jakarta, sebagian besar pengurus masjid tidak menggelar shalat Idul Fitri berjemaah, salah satunya di Masjid Istiqlal. Hal serupa terjadi di masjid dan ruang terbuka yang biasanya dipakai untuk shalat Idul Fitri. Meski demikian, sebagian warga masih tetap menggelar shalat berjemaah seperti yang terjadi di Kelurahan Kranji, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Situasi serupa terjadi di sejumlah negara lain. Kekhawatiran makin bertambahnya penderita Covid-19 membuat banyak pemerintah memilih membatasi gerak warganya. Arab Saudi, misalnya, memilih menerapkan pembatasan gerak sosial warganya selama libur Idul Fitri.
Otoritas Arab Saudi menggelar shalat Idul Fitri secara terbatas dengan penjagaan keamanan ekstra ketat di sekitar Masjidil Haram. Sementara di Masjid Al-Aqsa, tempat suci ketiga umat Islam, jemaah hanya diperbolehkan berdoa di luar.
Pemerintah Uni Emirat Arab memperketat pembatasan gerak sosial warganya selama Idul Fitri. Tindakan yang sama dilakukan Pemerintah Turki yang menerapkan pembatasan gerak sosial warganya selama empat hari selama Idul Fitri, sejak Sabtu (24/5) dini hari.
Sementara itu, masjid terbesar di New Delhi, Masjid Jama New Delhi, yang biasanya dipenuhi warga untuk shalat Idul Fitri, kini tak bisa digunakan. ”Sudah 1.400 tahun sejak agama Islam didirikan. Orangtua kita tidak pernah bisa membayangkan bahwa kita harus merayakan Idul Fitri dengan cara seperti itu,” kata salah satu pengusaha, Shehzad Khan.