Tertahan Blokade Jalan karena Covid-19, Bayi di Flores Gagal Lahir Selamat
›
Tertahan Blokade Jalan karena ...
Iklan
Tertahan Blokade Jalan karena Covid-19, Bayi di Flores Gagal Lahir Selamat
Seorang ibu hamil di Flores harus kehilangan janinnya karena terlambat ditolong. Ambulans yang membawanya tertahan di perbatasan Sikka-Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, karena ada pemblokiran jalan terkait Covid-19.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Seorang ibu hamil di Flores harus kehilangan janinnya karena tak mendapatkan pertolongan tepat waktu. Ia diduga terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan akibat penutupan jalan di perbatasan Sikka-Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Ibu hamil ini dirujuk dari RSUD Hendrik Fernandes, Larantuka, menuju RSUD TC Hillers, Maumere, untuk melahirkan di rumah sakit itu. RSUD Larantuka tidak bisa menangani kelahiran bayi tersebut karena tidak memiliki dokter spesialis anestesi.
Ketua Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur Maria Sarina Romakia, dihubungi di Larantuka, Selasa (26/5/2020), mengatakan, Sabtu (23/5/2020) pukul 15.00 Wita, ambulans dari RSUD Hendrik Fernandes, Larantuka, membawa pasien ibu hamil untuk melahirkan di RSUD TC Hillers, Maumere. Di dalam ambulans itu terdapat dua bidan dan suami dari ibu yang hendak melahirkan, Fransiskus Fernandes. Perjalanan yang ditempuh sekitar 130 kilometer.
”Pukul 17.15 Wita, mereka masuk Desa Hikong, perbatasan Kabupaten Sikka dengan Kabupaten Flores Timur. Di titik itu, puluhan kendaraan roda empat dari arah Larantuka sudah mengantre. Mereka terhenti karena jalan diblokade oleh tim Gugus Tugas Covid-19 Desa Hikong. ”Perawat terpaksa membawa pasien itu turun dari ambulans menghadap kepala desa dan tim Gugus Tugas Covid-19 Desa Hikong,” kata Romakia.
Perawat terpaksa membawa pasien itu turun dari ambulans menghadap kepala desa dan tim Gugus Tugas Covid-19 Desa Hikong.
Proses negosiasi antara perawat dan kepala desa cukup alot, sementara kondisi ibu bayi terus mengalami pendarahan. Kepala desa dan staf desa ragu karena khawatir rombongan ambulans dari Larantuka turut membawa Covid-19 ke Maumere. Namun, setelah diberikan surat keterangan rujukan dari RSUD Larantuka ke RSUD TC Hillers, Maumere, kepala desa bersedia membuka blokade.
Akan tetapi, ambulans tidak bisa langsung menuju Maumere dengan lancar. Ambulans harus melewati puluhan mobil yang antre di depannya. Mobil-mobil itu memenuhi seluruh badan jalan sehingga ambulans sulit bergerak maju. Setelah hampir 1 jam terjebak di perbatasan itu, ambulans akhirnya lolos dan bisa bergerak menuju Maumere.
Tiba di RSUD TC Hillers pukul 19.20 Wita, ibu hamil tersebut langsung masuk IGD. Setelah dilakukan tindakan medis lebih kurang satu jam, bayi malang itu dinyatakan meninggal. Bayi berjenis kelamin laki-laki itu langsung dibawa pulang ke Larantuka malam itu dengan ambulans yang sama, bersama dua petugas medis dari Larantuka.
Sementara itu, ibu bayi dirawat di RSUD TC Hillers sampai Selasa ini. Adapun keluarga telah memakamkan bayi tersebut di Kelurahan Amagarapati, Larantuka, Flores Timur.
Sopir ambulans yang membawa ibu dan bayi malang itu, Fransiskus de Rosary, menyebutkan, ambulans itu bisa tiba di RSUD TC Hillers sekitar pukul 18.00 Wita jika tak ada kemacetan akibat penutupan jalan. Ia mengatakan, kemungkinan besar bayi itu masih bisa diselamatkan petugas medis jika datang lebih cepat.
Ambulans, menurut Rosary, tertahan di Desa Hikong sekitar satu jam. Karena selain berurusan dengan kepala desa di kantor desa, ambulans itu juga harus menunggu mobil-mobil di depannya bergeser agar bisa maju. Mobil-mobil parkir di badan jalan.
Blokade jalan Trans-Flores dilakukan sejak pandemi Covid-19 melanda daratan Flores, pertengahan Maret 2020. Jalan Trans-Flores satu-satunya akses menuju Maumere, Ende, hingga Labuan Bajo.
Kepala Desa Hikong, Sikka, Agustinus Adeodatus, kepada wartawan di Desa Hikong, membantah bahwa ibu hamil yang sedang mengalami pendarahan itu tertahan di desa tersebut selama satu jam. Mobil ambulans itu tertahan 10-15 menit saja. Hari itu ada dua ambulans, keduanya diizinkan lewat seperti biasa.
Aksi blokade jalan tersebut dilakukan untuk mencegah orang tanpa gejala Covid-19 dari Flores Timur dan Lembata masuk Sikka. Pemblokiran dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan, seperti suhu tubuh.
Direktur RSUD Hendrik Fernandes, Larantuka, dr Sanny mengatakan, semestinya pasien ibu hamil itu bisa melahirkan di RSUD Hendrik Fernandes Larantuka, tetapi rumah sakit itu tidak memiliki dokter anestesi. Selama ini, ada dokter residen dari Universitas Udayana, Denpasar, tetapi sejak masa pandemi Covid-19, ia ditarik sementara ke Denpasar dan belum pulang sampai hari ini.
”Dokter spesialis anestesi ini sangat sulit, tidak hanya di Flores Timur, tetapi juga di NTT secara keseluruhan. Belum banyak putra daerah Flores Timur atau NTT mengambil spesialis ini,” ucap Sanny.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat dalam telekonferensi dengan para bupati/wali kota se-NTT pada Selasa ini mendesak para bupati/wali kota segera membuka blokade jalan di semua wilayah. Tindakan memblokade jalan sejak masa pandemi Covid-19 tidak berdasar hukum.
Blokade jalan dilakukan jika daerah itu sedang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). NTT belum menerapkan PSBB itu. Pemblokiran jalan oleh warga di desa, kecamatan, dan kabupaten dianggap sebagai tindakan ilegal.