Ketua DPR: Lakukan Kajian Ilmiah Sebelum Penerapan Normal Baru
›
Ketua DPR: Lakukan Kajian...
Iklan
Ketua DPR: Lakukan Kajian Ilmiah Sebelum Penerapan Normal Baru
Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan pemerintah untuk menjadikan kajian-kajian ilmiah sebagai dasar penerapan tatanan normal baru. Pemerintah juga diingatkan untuk tidak terburu-buru menyusun teknis protokol normal baru.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengingatkan pemerintah untuk menjadikan kajian-kajian ilmiah sebagai dasar penerapan tatanan normal baru di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah diharapkan menyusun teknis protokol normal baru dengan matang, tidak terburu-buru, untuk mencegah kebingungan di masyarakat.
”Kajian-kajian ilmiah sebelum penerapan kenormalan baru harus dilakukan secara mendalam sebagai acuan pengambilan kebijakan,” kata Puan dalam rilis yang diterima Kompas, Rabu (27/5/2020).
Terkait hal itu, transparansi data menjadi penting. Pemerintah perlu menjelaskan kepada rakyat mengenai perkembangan pandemi terkini di Indonesia di dalam kurva pandemi Covid-19. Tak hanya itu, pemerintah juga harus menjelaskan prediksi perkembangannya ke depan.
”Dengan demikian, rakyat mengetahui jelas mengapa disusun protokol kenormalan baru,” tambahnya.
Puan pun mengingatkan agar teknis protokol Tatanan Normal Baru Produktif dan Aman Covid-19 disiapkan dengan rinci. ”Jangan sampai teknis protokol disiapkan terburu-buru sehingga tidak matang dan malah memunculkan kebingungan baru di masyarakat,” ujarnya.
Ini penting karena protokol normal baru akan berbeda-beda untuk setiap jenis kegiatan atau lokasi. Sebagai contoh, protokol normal baru di pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat kerja, atau tempat umum lainnya akan memiliki variasinya masing-masing.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Puan melanjutkan, telah menyusun pula sejumlah pertimbangan bagi negara-negara sebelum menerapkan normal baru. Pertimbangan itu di antaranya kemampuan untuk mengendalikan transmisi Covid-19, kemampuan rumah sakit untuk menguji, mengisolasi, serta menangani setiap kasus dan melakukan pelacakan.
”Di dalam protokol kenormalan baru harus ada skenario dan simulasi apa yang harus segera dilakukan jika tiba-tiba muncul gelombang baru penyebaran Covid-19. Harus benar-benar lengkap rincian antisipasi dan langkah-langkahnya. Termasuk pihak mana saja yang bertanggung jawab atas setiap tindakan,” tambahnya.
Hal lain yang penting, jika normal baru diterapkan, semua pihak harus melaksanakan protokol dengan disiplin. ”Baik aparat pemerintah yang mengawasi maupun disiplin dari warga,” katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Komisaris Besar Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers, Rabu, mengatakan, Polri bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan menyiagakan 340.000 personel untuk penerapan tatanan normal baru. Mereka akan ditempatkan di lokasi-lokasi keramaian dan bertugas untuk mendorong masyarakat agar disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.
Kegiatan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tatanan baru itu akan diterapkan di empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo, serta di 25 kabupaten. Setidaknya terdapat 1.800 obyek yang akan diawasi, umumnya berupa pusat keramaian seperti pasar, mal, dan tempat wisata.
”Bukan untuk penegakan hukum, tetapi lebih mengedepankan edukasi kepada masyarakat agar disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan karena ketaatan dan kedisiplinan masyarakat adalah kunci keberhasilan new normal ini,” ujar Ahmad.
Terkait perpanjangan Operasi Ketupat hingga 7 Juni 2020, Ahmad menjelaskan, kepolisian bersama TNI dan dinas perhubungan tetap menyiagakan pos pemeriksaan atau penyekatan secara berlapis. Petugas akan memeriksa masyarakat yang hendak keluar atau masuk wilayah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar.
Hingga Selasa (26/5/2020), jumlah kendaraan yang diminta petugas kepolisian untuk putar balik berjumlah 87.636 unit. Kendaraan yang diminta putar balik paling banyak berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, yakni sebanyak 41.185 kendaraan, dan diikuti Jawa Timur sebanyak 16.349 kendaraan.
Selain itu, petugas mengamankan 710 kendaraan yang melanggar larangan mudik. Kendaraan tersebut terdiri dari 698 travel gelap, 8 angkutan barang, dan 4 bus.
Secara khusus di DKI Jakarta, kata Ahmad, masyarakat yang hendak keluar atau masuk diwajibkan memiliki surat izin keluar masuk (SIKM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020. Jika tidak membawa SIKM, masyarakat akan diperintahkan untuk putar balik.
”Jika di dalam satu mobil dengan penumpang lebih dari satu orang dan yang membawa SIKM hanya satu orang, pilihannya adalah pembawa SIKM boleh turun, tetapi yang lain harus putar balik, atau semuanya putar balik,” kata Ahmad.
Jika ada masyarakat yang memaksa masuk DKI Jakarta tanpa SIKM, lanjut Ahmad, mereka harus menjalani karantina selama 14 hari. Tempat karantina akan ditentukan oleh Gugus Tugas Covid-19 DKI Jakarta.