Lebaran yang biasanya dirayakan dalam kebersamaan dan kemeriahan, tahun ini berlangsung dalam suasana pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Namun, situasi itu tak menghilangkan makna hari raya Idul Fitri.
Oleh
M PUTERI ROSALINA
·4 menit baca
Lebaran yang biasanya dirayakan dalam kebersamaan dan kemeriahan, tahun ini berlangsung dalam suasana pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Namun, situasi itu tak menghilangkan makna hari raya Idul Fitri.
Menjelang hari raya Idul Fitri tahun ini, pemerintah dan para pemuka agama telah mengimbau masyarakat untuk menjalankan shalat Id di rumah. Masyarakat pun diminta tidak mudik dan tak mengadakan open house untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Kondisi itu ikut menjadi pembeda dalam perayaan Idul Fitri tahun ini. Jajak pendapat Kompas medio Mei lalu memotret perbedaan tersebut.
Satu perbedaan paling kentara pada Lebaran tahun ini adalah jalanan yang lengang. Lebaran tahun ini juga dirayakan dengan perubahan pola konsumsi. Tiga perempat responden merayakan Lebaran tahun ini tanpa baju baru. Kecenderungan ini muncul seiring dengan turunnya pengeluaran untuk konsumsi.
Gejala menurunnya konsumsi pakaian sudah terlihat sejak memasuki awal bulan puasa. Hal ini tecermin dari hasil survei McKinsey & Company pada 25-26 April 2020 yang dilakukan secara daring dengan 711 responden.
Sebanyak 67 persen responden dalam survei itu memutuskan mengurangi pembelian pakaian jadi dan ada 69 persen responden yang memutuskan mengurangi pembelian produk alas kaki.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, Selasa (26/5/2020), saat dihubungi dari Jakarta, menuturkan, belanja baju tak lagi menunggu Lebaran. Baju bukan lagi sesuatu yang istimewa pada hari Lebaran.
Pengeluaran berubah
Beberapa kebiasaan Lebaran yang berubah seiring pandemi turut mengubah pengeluaran masyarakat, yang kini jauh berkurang.
Gejala menurunnya pengeluaran ini terlihat sejak awal tahun 2020. Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2020 hanya 2,84 persen. Hal ini kontras jika dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2018 dan triwulan I-2019 yang ada di kisaran 5 persen.
Kecenderungan menurunnya pengeluaran juga tecermin dari hasil survei McKinsey & Company yang menunjukkan 82 persen responden sangat hati-hati membelanjakan uang karena melihat kini ada ketidakpastian ekonomi. Salah satu langkah kehati-hatian ini adalah dengan mengurangi pengeluaran rumah tangga seperti yang disebut 67 persen responden. Sebanyak 68 persen responden juga menahan diri tidak membeli barang tertentu dalam kuantitas sama seperti saat kondisi normal.
Pola konsumsi
Namun, berkurangnya pengeluaran ini tidak selalu identik dengan hilangnya tradisi di Lebaran kali ini. Jajak pendapat Kompas mengungkapkan, sebanyak tiga perempat responden masih mempertahankan kebiasaan menyiapkan hidangan khas Lebaran, seperti opor dengan sambal goreng dan aneka makanan.
Sekilas, hasil ini berseberangan dengan fenomena Lebaran tahun ini yang justru dirayakan tanpa berkumpul dengan keluarga besar dengan segala kemeriahannya.
Sunyoto menyebutkan, hidangan Lebaran tetap dipertahankan untuk konsumsi keluarga inti. Bahkan, menurut dia, harga makanan khas Lebaran di Yogyakarta pada Lebaran tahun ini lebih murah daripada saat Lebaran tahun lalu.
Merujuk hasil survei McKinsey & Company Mei 2020, sejak pandemi Covid-19, konsumen lebih memilih mengurangi konsumsi makanan jadi, baik yang disantap di luar rumah maupun yang dibeli dengan cara pesan-antar.
Sebanyak enam dari 10 responden dalam survei McKinsey & Company menyatakan mengurangi kebiasaan membeli makanan jadi. Mereka lebih memilih membeli bahan makanan yang diolah sendiri guna menjaga kualitas kebersihan dan kesehatan.
Pola membeli bahan makanan pun ikut berubah sejak pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, dua pertiga lebih responden mengaku sering berbelanja di warung. Sebanyak 67 persen responden juga terbiasa berbelanja di toko serba ada dan separuh lebih responden juga sering berbelanja di pasar tradisional.
Enam dari 10 responden juga mempertimbangkan tak lagi berbelanja ke pasar tradisional.
Namun, pola berbelanja bahan makanan berubah sejak Covid-19 menyebar di Indonesia. Sebanyak 46 persen responden dalam survei McKinsey & Company menyatakan, mereka akan mengurangi berbelanja di warung. Sebanyak 43 persen responden juga memilih menghindari berbelanja di toko serba ada.
Bahkan, enam dari 10 responden juga mempertimbangkan tak lagi berbelanja ke pasar tradisional. Mereka lalu mempertimbangkan berbelanja sayuran, buah, dan sumber protein melalui media daring.
Maka, tak mengherankan jika tradisi mengirimkan parsel atau makanan berkurang di Lebaran tahun ini. Sebanyak 57 persen responden tidak lagi mengirimkan parsel atau makanan. Sebelumnya, pengiriman bingkisan Lebaran marak dilakukan sebagai lambang berbagi kebahagiaan sekaligus menjalin tali silaturahmi.
Lebaran kali ini memang berbeda. Lebaran banyak dirayakan bersama keluarga inti. Selama ini salah dan khilaf mungkin lebih banyak terjadi dalam komunikasi dan interaksi dengan keluarga inti sehingga tak berlebihan rasanya jika berlebaran bersama mereka di tahun ini ikut memperkuat makna sejati Idul Fitri.