Membantu Petani Sayur di Masa Pandemi Covid-19
Gerakan Gelanggang Peduli Petani di Yogyakarta berupaya membantu para petani sayur yang kesulitan menjual hasil panen pada masa pandemi Covid-19. Melalui media sosial, gerakan ini membantu penjualan sayur panenan petani.
Mobil bak terbuka berisi aneka jenis sayur itu berhenti di sebuah rumah di daerah Pogung, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (16/5/2020) malam. Beberapa orang turun dari mobil dan langsung memindahkan sayur-sayuran itu ke dalam rumah. Ada kubis, tomat, sawi, cabai, bawang, dan sebagainya.
Sayur-sayuran yang masih segar itu berasal dari lahan pertanian di lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dari Boyolali, sayur-sayuran tersebut dibawa ke Sleman untuk dijual kepada sejumlah konsumen yang sudah memesan sebelumnya.
Sebelum dikirim kepada pembeli, sayur-sayuran tersebut dikemas terlebih dulu. Beberapa jenis sayuran dikemas menjadi satu paket karena sebagian besar sayur-sayuran tersebut memang dijual dalam bentuk paket, bukan dengan ukuran berat seperti di pasar tradisional atau supermarket.
Proses penjualan sayur-mayur dari Boyolali itu memang berbeda dengan jual beli sayur pada umumnya. Sebab, aktivitas yang berpusat di sebuah rumah di Sleman itu memang bukan murni jual beli, melainkan merupakan bagian dari gerakan solidaritas sosial bernama Gelanggang Peduli Petani (Genduli).
Genduli dimotori oleh sejumlah alumnus dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, yang biasa beraktivitas di Gelanggang Mahasiswa UGM. Gelanggang Mahasiswa UGM merupakan sebuah tempat di kompleks Kampus UGM yang menjadi sekretariat berbagai organisasi mahasiswa di universitas tersebut.
Namun, dalam perkembangannya, banyak orang dari luar UGM yang juga ikut bergabung dengan Genduli. ”Ada beberapa teman di luar UGM yang gabung. Total orang yang terlibat dalam Genduli itu tidak banyak, mungkin hanya sekitar 15 orang,” kata Koordinator Genduli Iqbal Tuwasikal (41) saat ditemui, Jumat (15/5/2020).
Baca juga : Malang, Nasib Petani Sayur di Malang
Iqbal menuturkan, gerakan itu bertujuan untuk membantu para petani sayur menjual sayuran hasil panen mereka selama masa pandemi Covid-19. Dia menyebut, gerakan tersebut berawal dari obrolan dengan para petani sayur di lereng Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah. Kebetulan, Iqbal sudah kenal lama dengan sejumlah petani di lereng dua gunung yang berdekatan itu.
Ia memaparkan, berdasarkan obrolan itu, para petani sayur di lereng Merapi dan Merbabu ternyata mengalami kesulitan menjual panenan mereka setelah adanya penyebaran Covid-19. ”Saya berkontak dengan petani-petani yang ada di lereng Merapi dan Merbabu. Ternyata mereka bilang, sayur hasil panen mereka susah laku. Kalaupun laku, harganya rendah,” katanya.
Menurut Iqbal, kesulitan menjual sayur-mayur itu terjadi karena banyaknya hotel dan restoran yang tutup setelah pandemi Covid-19. Padahal, selama ini, hotel dan restoran menjadi pembeli rutin berbagai produk sayur-sayuran. ”Sayur-sayuran yang biasa dikirim ke Jakarta sekarang enggak dikirim karena banyak hotel dan restoran yang tutup sehingga otomatis konsumsi sayuran sangat berkurang,” ujar Iqbal yang sehari-hari bekerja di bidang event organizer.
Kesulitan menjual sayur-mayur itu terjadi karena banyaknya hotel dan restoran yang tutup setelah pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Iqbal mengatakan, para petani sayur di lereng Merapi dan Merbabu terus aktif bertani selama pandemi Covid-19. Penyebaran penyakit Covid-19 tidak menghentikan mereka untuk menanam sayur sehingga pasokan sayur-mayur tetap ada.
Namun, karena permintaan yang menurun, mereka pun mengalami kesulitan untuk menjual. ”Petani tetap bertanam dan pada masa sekarang justru mengalami oversupply (kelebihan pasokan) karena restoran, warung, dan hotel tidak menyerap sayuran mereka,” kata Iqbal.
Baca juga : Warga Saling Bantu di Tengah Ketidakpastian Pandemi Covid-19
Melihat kondisi itu, Iqbal dan sejumlah kawannya tergerak merintis Genduli untuk membantu penjualan sayur-mayur hasil panen petani sayuran. Selain petani di Boyolali, Genduli juga menjalin kerja sama dengan petani di lereng Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. ”Isu yang kami angkat adalah bagaimana menggerakkan roda ekonomi di masa pandemi ini,” ucapnya.
Selain membantu penjualan sayuran, aktivitas Genduli juga memberi keuntungan lain bagi para petani. Sebab, Genduli membeli sayuran dengan harga di atas harga beli sayuran oleh tengkulak. Meski begitu, harga sayur-mayur yang dijual Genduli juga masih dalam batas wajar. ”Misalnya, harga cabai rawit di tengkulak sekitar Rp 10.000 per kilogram, lalu kami beli Rp 12.000 per kilogram,” ujarnya.
Di sisi lain, saat melakukan transaksi dengan Genduli, petani juga mendapat kepastian harga sejak awal. Hal ini berbeda dengan harga beli sayuran oleh tengkulak yang sering berubah-ubah dengan dalih menyesuaikan harga pasar. ”Kami memberikan harga yang pasti kepada petani karena kami sudah bicara harga dari awal. Walaupun masalah pembayarannya bisa belakangan, ada kepastian harga. Ini berbeda dengan kalau mereka setor kepada tengkulak,” ungkap Iqbal.
Media sosial
Iqbal menyebutkan, Genduli mulai aktif pada pekan kedua Mei 2020. Untuk menjangkau pembeli, Genduli menggunakan media sosial, seperti Instagram. Melalui media sosial, Genduli menawarkan paket sayuran yang bisa dibeli oleh konsumen dengan cara memesan terlebih dahulu.
Setelah pesanan masuk, pegiat Genduli akan membeli sayuran langsung dari para petani. Sesudah itu, sayuran dari petani akan dikirim ke sekretariat Genduli di Sleman untuk dilakukan pengemasan.
Seusai pengemasan dilakukan, paket sayuran dikirimkan kepada pembeli melalui jasa kurir atau ojek daring. Sebagian besar pembeli sayuran Genduli berasal dari Yogyakarta dan sekitarnya karena sayuran akan layu jika dikirim ke luar kota yang jaraknya jauh. Iqbal memaparkan, hingga saat ini, Genduli telah membuka tiga kali pemesanan terbuka (open order). Tiap kali membuka pemesanan, Genduli akan menentukan batas waktu pemesanan serta menawarkan paket sayuran dengan harga tertentu.
Pada periode 14-16 Mei 2020, misalnya, Genduli menawarkan paket sayuran seharga Rp 50.000. Paket itu terdiri atas 14 jenis sayuran, yakni daun bawang, seledri, wortel, bunga kol, sawi hijau, kubis, labu siam, buncis, tomat buah besar, bawang putih, bawang merah, cabai hijau keriting, cabai merah keriting, dan cabai rawit.
Menurut Iqbal, Genduli menjual sayuran dalam bentuk paket agar makin banyak ragam komoditas sayuran yang terjual. Sebab, makin banyak ragam komoditas sayuran yang terjual, makin banyak pula petani yang diuntungkan. ”Kalau tidak dijual paket, nanti yang laku hanya sayuran-sayuran tertentu yang favorit saja,” katanya. Ia mengatakan, pada periode 14-16 Mei 2020, Genduli mendapat pemesanan sebanyak 50 paket. Semua pesanan itu sudah dikirim kepada para pembeli yang berlokasi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pada Minggu (17/5/2020).
Baca juga : Solidaritas Meretas Kelas Sosial Antarwarga Saat Pandemi
Iqbal mengatakan, rata-rata pembeli tidak pernah mempersoalkan harga sayuran yang mereka beli. Bahkan, sejumlah pembeli rela membayar ongkos kirim yang tergolong mahal agar mereka bisa membeli sayuran dari Genduli. ”Ada yang beli sayuran Rp 80.000, tetapi ongkos kirimnya sampai Rp 30.000,” katanya.
Ia menuturkan, para pembeli itu rela mengeluarkan uang lebih karena mereka tahu bahwa Genduli merupakan gerakan solidaritas atau kerelawanan. Selain itu, jika ada keuntungan yang diperoleh dari penjualan sayuran itu, Genduli akan menyumbangkannya untuk membeli alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan. ”Genduli ini, kan, gerakan kerelawanan, ya, karena kami bukan sekadar jualan. Apalagi, keuntungannya nanti juga akan kami donasikan. Jadi, orang (pembeli) tidak lagi bicara harga sebenarnya,” ujar Iqbal.
Bahkan, ia menyatakan, ada juga pembeli dari luar kota yang membeli sayur dari Genduli, lalu meminta sayur tersebut disumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan. ”Ada juga orang-orang yang beli untuk disumbangkan. Jadi, misalnya ada orang dari Jakarta, Bali, dan Kalimantan yang beli beberapa paket, lalu minta disumbangkan ke dapur umum atau orang lain yang membutuhkan,” katanya.
Salah seorang petani asal Desa Selo, Boyolali, Wiranto (40), mengatakan, inisiatif yang dilakukan Genduli itu sangat membantu para petani sayur di Boyolali. Sebab, saat membeli sayuran hasil panen petani, Genduli telah menetapkan harga yang pasti.
Selain itu, Genduli juga membeli sayuran petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga tengkulak. Harga beli yang lebih tinggi itu dimungkinkan karena Genduli bisa memangkas peran tengkulak atau perantara. ”Adanya Genduli tentu membantu petani karena sayuran dari petani, kan, bisa langsung ke konsumen, tidak melalui banyak tengkulak,” ucap Wiranto.