Saya pendengar setia RRI Pro 3 karena selalu menyajikan berita terbaru secara nasional dan disampaikan oleh penyiar yang profesional dan cerdas. Namun, saya terganggu dengan ”profesionalisme” stasiun radio ini karena sering menyiarkan informasi tanpa penapisan sehingga kurang mendidik masyarakat.
Misalnya, menyiarkan begitu saja opini para politisi atau pimpinan ormas yang sudah pekerjaannya selalu menyalahkan kebijakan pemerintah. Begitu juga dengan acara komentar yang beberapa kali saya nilai cenderung berisi opini yang belum jelas kebenarannya.
Mengingat pendengar RRI Pro 3 memiliki latar belakang budaya dan pendidikan yang sangat beragam, penyampaian informasi yang bersifat opini seharusnya dilakukan secara lebih hati-hati agar tidak memengaruhi kepercayaan rakyat kepada pemerintah kita.
Bagaimanapun, sebagai lembaga publik yang dibiayai oleh anggaran negara, RRI Pro 3 mempunyai tanggung jawab moral untuk meningkatkan kesetiaan warga negara kepada pemerintahnya.
Bukan berarti RRI Pro 3 tidak boleh menyampaikan kritik terhadap kekurangan kinerja pemerintah, tetapi yang disampaikan harus berupa fakta dan data, bukan opini karena opini itu sangat subyektif.
Sekali di udara tetap di udara.
Husni Jamal
Simpang Tiga Sipin, Kota Baru, Kota Jambi
Menyebut Kata ”Data”
Seorang penyiar Kompas TV menyebut ”data-data” penerima bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang selalu berubah dalam dialog interaktif dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial pada 11 Mei 2020 pagi hari.
Mendengar kata ”data-data” tersebut, saya menjadi teringat saat kuliah tahun pertama di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1977.
Di ruang kuliah, dosen mata kuliah Matematika/Statistika yang juga mantan Rektor IPB, Prof Dr Andi Hakim Nasution (almarhum), mengatakan bahwa jangan salah menggunakan kata ”data” menjadi ”data-data”. Mengapa? Karena sesungguhnya kata ”data” itu sendiri sudah merupakan kata jamak (plural). Kata tunggalnya (singular) adalah ”datum”. Sama halnya dengan kata ”alumni” (jamak) dan ”alumnus” (tunggal).
Biasakan menggunakan bahasa dan kata Indonesia yang baik dan benar agar tidak rancu pemakaiannya.
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan KLHK, Vila Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Catatan Redaksi:
Ihwal ”data-data” pernah dibahas Anton M Moeliono dalam rubrik ”Santun Bahasa” Kompas tahun 1970-an. Intinya, ”data” yang plural dalam bahasa Latin diserap bahasa Indonesia sebagai singular.
Hingga saat ini, sikap Badan Bahasa tentang kata serapan sejalan dengan cara pikir Anton puluhan tahun lalu.
”Data-data” benar dalam bahasa Indonesia sebab kita tidak pernah menyerap ”datum”, bentuk singular ”data” dalam aslinya, Latin.
Terang Bulan
Surat kepada Redaksi Dr CS Hutasoit dan Iwan Darsono tentang siapa pencipta lagu dan lirik ”Ibu Pertiwi” mendapat penjelasan oleh Redaksi (Kompas, 14/5/2020).
Bagaimana dengan lagu ”Terang Bulan” di bawah ini.
”Terang bulan/Terang di kali/Buaya timbul disangkanya mati/Jangan percaya mulut lelaki/Berani sumpah, tetapi takut mati/....”
Lagu ”jadul” itu sama dengan lagi kebangsaan negeri jiran meski liriknya berbeda.
Dapatkah Redaksi Kompas memberi penjelasan?
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Catatan Redaksi:
Lagu ”Terang Bulan” ramai dibahas tahun 2009. Lagu ini pertama kali dinyanyikan secara kor di Radio Republik Indonesia, Jakarta, 1956. Malaysia memproklamasikan kemerdekaan 31 Agustus 1957.
Lagu tersebut direkam dalam piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta, Solo, tahun 1965.