logo Kompas.id
Asal-usul dan Evolusi Padi...
Iklan

Asal-usul dan Evolusi Padi hingga ke Nusantara

Beras berevolusi bersama manusia sejak pertama kali didomestifikasi di China sekitar 9.000 tahun lalu. Dengan mengurutkan genom padi dari berbagai penjuru dunia, kita bisa melihat riwayat penyebaran hingga kedatangannya.

Oleh
Ahmad Arif
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/uQW3PCzFg0fU5IPrjLWq0bsBPn4=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2F20190916_ENGLISH-TAJUK_C_web_1568644302.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Sejumlah petani bekerja di sawah yang menggunakan sistem irigasi subak di Tegalalang, Ubud, Bali, pada tahun 2013. Subak merupakan tradisi dari kultur Austronesia.

Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman pangan penting yang menyediakan lebih dari 20 persen kalori untuk separuh penduduk bumi. Besarnya konsumsi beras tidak bisa dilepaskan dari luasnya penyebaran tanaman ini, yang mencakup zona tropis hingga subtropis.

Tanaman padi biasanya dikelompokkan ke dalam kelompok japonica dan indica. Berdasarkan jejak arkeologi, padi japonica pertama kali didomestifikasi di lembah Yangtze, China bagian selatan, sekitar 9.000 tahun lalu. Sementara itu, padi indica mulai dibudidayakan di lembah Sungai Gangga sekitar 5.000 tahun lalu. Di Indonesia sendiri ada jenis padi javanica, tetapi IRRI memasukkannya sebagai varian japonica yang beradaptasi di kawasan tropis.

Riset genomik terbaru dari para peneliti di New York University (NYU) Center for Genomics and Systems Biology menunjukkan, diversifikasi padi japonica hingga menyebar luas ke daerah lintang tinggi di Asia Timur dan kawasan tropis di Nusantara—hingga menjadi varian javanica itu—terjadi selama masa pendinginan global sekitar 4.200 tahun lalu. Hasil kajian itu dipublikasikan di jurnal Nature Plant pada 15 Mei 2020.

Dalam studi ini, para peneliti merekonstruksi pergerakan historis beras di seluruh Asia menggunakan urutan genom lebih dari 1.400 varietas padi, termasuk varietas japonica dan indica, dua subspesies utama beras Asia. Kajian kemudian dilengkapi dengan geografi, arkeologi, dan data perubahan iklim di masa lalu.

Baca juga : Menghapus Ironi Pangan Lokal

Dengan menelusuri data genom ini, para peneliti menyimpulkan, hingga 4.000 tahun pertama sejak didomestifikasi, padi japonica ini hanya ada di China. Hingga kemudian terjadi pendinginan global sekitar 4.200 tahun yang lalu atau kerap dikenal sebagai epos 4.2k.

Mendinginnya suhu di penanggalan geologi Holocene ini menciptakan kekeringan di sebagian wilayah dan menyebabkan mundurnya peradaban Mesopotamia, Mesir, hingga lembah Yangtze. Pada saat itulah diperkirakan terjadi migrasi manusia dari kawasan China ke berbagai penjuru, di antaranya ke wilayah utara hingga Korea dan Jepang, selain juga bermigrasi ke selatan ke Kepulauan Asia Tenggara, termasuk Nusantara.

Migrasi ini diduga membawa padi japonica, yang kemudian terdiversifikasi menjadi varietas padi beriklim subtropis dan tropis. Varietas padi beriklim sedang berkembang menyebar di China bagian utara, Korea, dan Jepang. Sementara varietas tropis menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan kemudian variannya menjadi javanica.

”Data genom kami, serta pemodelan paleoklimat, menunjukkan bahwa peristiwa pendinginan terjadi pada saat yang sama dengan munculnya japonica beriklim sedang dan migrasi pertanian padi dan komunitas petani ke Asia Tenggara,”  ungkap  Rafal M Gutaker dari NYU, penulis utama studi tersebut.

Temuan ini, menurut Gutaker, didukung data tinggalan beras yang digali dari sejumlah situs arkeologis di Asia. ”Terlihat bahwa setelah peristiwa 4.2k, beras tropis bermigrasi ke selatan. Sementara beras juga beradaptasi dengan garis lintang utara sebagai varietas beriklim sedang,” kata Michael D Purugganan, anggota tim peneliti NYU.

Baca juga : Pandemi Korona Tumbuhkan Kesadaran akan Pangan Lokal

Setelah fenomena  pendinginan global, padi tropis japonica ini terus mengalami diversifikasi. Tanaman ini terutama tersebar luas di pulau-pulau di Asia Tenggara sekitar 2.500 tahun lalu, seiring dengan tumbuhnya jaringan perdagangan.

Data genom kami dan pemodelan paleoklimat menunjukkan, peristiwa pendinginan terjadi bersamaan dengan munculnya japonica beriklim sedang dan migrasi pertanian padi dan komunitas petani ke Asia Tenggara.

Iklan

Sementara itu, padi indica ini didomestifkasi pertama kali di lembah Gangga, India, sekitar 4.000 tahun lalu. Hingga 2.000 tahun kemudian, padi tersebut dibawa ke China dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pada era perdagangan.

https://cdn-assetd.kompas.id/qYW55EKzcL6-BjD0qGUTAdgmh3U=/1024x3312/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2F20200527-H08-GKT-Sejarah-Budidaya-Padi-Beras-Asia-mumed_1590591585.png

Berkembang di Nusantara

Secara arkeologis, jejak padi di Nusantara sejak ribuan tahun lalu memang masih samar. Sejumlah bukti tertua di antaranya, ditemukan jejak sekam padi di situs perapian di Goa Maros, Sulawesi Selatan, yang bertanggal sekitar 500 M (Glover 1985). Paz (2005) juga menemukan jejak padi berumur 2000 SM dari lokasi yang sama.

Arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Sony Wibisono, mengatakan, selain ditemukan di relief candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jejak sekam padi juga ditemukan di situs bata Candi Batujaya, Karawang, dari abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. Sekam padi berusia sekitar 800 SM juga ditemukan di Bali utara. ”Jejak padi di Nusantara jauh lebih tua dari ini, tetapi bukti-bukti arkeologinya terbatas,” ujarnya.

Riset genom dari NYU ini menjadi bukti sebaran padi ke Nusantara sejak 4.200 tahun lalu. Ini sejalan dengan riset ahli genetika dari University of Cambridge, Eske Willerslev, di jurnal Science pada 2018.

Dengan mengurutkan DNA fosil manusia kuno, Eske menyimpulkan, populasi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berasal dari pembauran genetika antara pemburu-peramu dan petani padi dari lembah Yangtze. Sebagian petani padi ini bermigrasi ke Taiwan dan jadi leluhur Austronesia.

Baca juga : Kontroversi Padi Emas

Sebagian lain bermigrasi ke selatan dan berbaur dengan para pemburu-peramu Hoabinhian yang lebih awal menghuni area ini. Para pendatang ini kemudian mengenalkan budaya bercocok tanam padi—kemungkinan fase awal ialah budidaya padi ladang.

Selain migrasi awal 4.000-4.500 tahun lalu, gelombang migrasi petani padi dari utara ke selatan terjadi 2.000 tahun lalu, membawa teknologi dan teknik budidaya padi lebih maju. Pada periode yang sama juga datang orang-orang dari India yang membawa benih padi indica dan teknik budidaya padi sawah.

https://cdn-assetd.kompas.id/QpVmZ4klo89MKNl1IIMQM_WM1fE=/1024x555/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2F51c5cff3-ef1b-4793-bf08-dc00c2ffd90d_jpg.jpg
Kompas/AGUS SUSANTO

Foto aerial padi rebah terkena angin kencang di Desa Sukajaya, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Gangguan distribusi serta lesunya permintaan selama pandemi Covid-19 telah menekan harga hasil panen petani.

Berada di silang geografis, selain menjadi melting pot genetik manusia, Nusantara juga menjadi tempat pertemuan dua jenis padi utama dunia, yaitu japonica tropis atau javanica dan indica. Javanica dikenal berumur panjang, postur tinggi, lemmanya memiliki ”ekor” atau ”bulu” dan nasinya pulen. Sementara padi indica umumnya berumur pendek, lebih kecil, lemmanya tidak berbulu, bulir cenderung oval, dan tidak lengket.

”Sekalipun tanaman padi memang bukan asli Indonesia, adaptasinya sudah panjang dan kekayaan hayati kita luar biasa. Ini juga menyebabkan kita memiliki sumbangan penting bagi benih unggul padi di dunia,” kata Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Kementerian Pertanian Mastur.

Salah satu kontribusi itu adalah lahirnya kultivar padai IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica kultivar Deegeowoogen dari Formosa dengan indica kultivar Peta dari Indonesia. ”Sejak tahun 2000-an, para ahli padi dunia juga mengembangkan padi unggul dengan indukan padi javanica kultivar dari Banyuwangi yang dikenal memiliki malai banyak,” kata Mastur.

Indonesia memang kaya sumber hayati, tetapi seperti diingatkan Mastur, padi bukanlah satu-satunya sumber pangan negeri ini. Bahkan, jika merunut asal-usulnya, padi merupakan tanaman pendatang yang baru datang belakangan.

Makanan asli Nusantara, sebelum padi yang sudah beradaptasi lebih lama di negeri ini, berupa aneka ragam umbi-umbian, sukun, pisang, dan juga sagu. Aneka ragam tanaman pangan ini merupakan sumber pangan penting leluhur, yang seharusnya kembali dikembangkan, di saat tanaman padi saat ini menghadapi berbagai tantangan, di antaranya perubahan iklim.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000