Setelah pemberhentian Direktur Utama TVRI Helmy Yahya memicu konflik terbuka dan membelah karyawan, Dewan Pengawas kini menetapkan direktur utama pengganti antarwaktu. Marwah lembaga penyiaran publik harus dijaga.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
Lembaga Penyiaran Publik TVRI akhirnya memiliki Direktur Utama Pengganti Antarwaktu dengan masa tugas 2020 - 2022. Ada harapan sekaligus kritik perbaikan mewarnai pelantikan. Salah satunya menyangkut marwah TVRI sebagai lembaga penyiaran publik agar tetap dijaga.
Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI melantik Direktur Utama Pengganti Antarwaktu LPP TVRI dengan masa tugas 2020 - 2022, Iman Brotoseno, Rabu (27/5/2020), di Jakarta. Pengambilan sumpah dilakukan oleh Ketua Dewan Pengawas Arief Hidayat Thamrin didampingi oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Widodo Muktiyo dan Sekretaris Utama Badan Pembina Ideologi Pancasila Karjono.
Arief menegaskan, seluruh proses seleksi Direktur Utama Pengganti Antarwaktu LPP TVRI dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku dengan tetap menghormati rekomendasi Komisi I DPR RI sebagai mitra LPP TVRI. Proses seleksinya pun tidak memerlukan izin Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Dia menerangkan, proses seleksi digelar sejak Februari 2020. Sekitar 30 orang mengikuti seleksi. Saat tahap uji kepatutan dan kelayakan, terdapat tiga orang mengikuti, yaitu Iman Brotoseno, Daniel Wellim Alexander Pattipawae, dan Farid Subkhan.
"Seleksi sudah dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab melibatkan panel ahli, tim psikologi dari Universitas Indonesia, serta melibatkan partisipasi dan masukan dari karyawan serta masyarakat," klaim Arief.
Dia menambahkan, dengan latar belakang sebagai pekerja seni di bidang film, kepemimpinan Iman Brotoseno ke depan diharapkan bisa membawa LPP TVRI ke arah kemajuan, program sesuai kebutuhan publik, dan memberikan kesejahteraan karyawan.
Layani publik, bukan kelompok/partai
Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen Bayu Wardhana memandang, TVRI sebagai LPP berarti melayani kepentingan publik, bukan pemerintah, kelompok, ataupun partai. Semangat sebagai LPP juga semestinya tidak tergantung rating. Apalagi sebagian besar biaya operasional berasal dari APBN.
TVRI sebagai LPP berarti melayani kepentingan publik, bukan pemerintah, kelompok, ataupun partai
Karena karakteristik TVRI sebagai LPP, maka pemilihan direktur utama semestinya melibatkan publik. Akan tetapi, dia berpendapat, proses pemilihan kurang mencerminkan pelibatan publik. Sebagai contoh, informasi pemilihan minim. Lalu, kini, hasil seleksi hanya diumumkan berupa artikel berformat pdf.
"Proses dari awal, berapa calon yang mendaftar, profil calon, dan tahapan seleksi sama sekali tidak ada dalam laman TVRI," kata Bayu.
Untuk jangka panjang, lanjut dia, pemilihan direktur utama dilakukan oleh Dewan Pengawas LPP TVRI secara lebih transparan dan akuntabel. Misalnya, makalah yang dibuat calon dipublikasikan. Tahapan wawancara oleh panel ahli serta uji kepatutan dan kelayakan oleh dewan pengawas bisa disaksikan oleh publik.
Bayu menambahkan, Dewan Pengawas LPP TVRI punya hak memilih dan memberhentikan direksi sesuai peraturan perundang - undangan, tetapi itu bukan berarti prosesnya tertutup. Konteksnya mirip seperti pemilihan Dewan Pengawas LPP TVRI, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Pemberatasan Korupsi. Hak memilihnya ada di tangan DPR, tetapi sebagian prosesnya sudah terbuka, seperti uji kepatutan dan kelayakan dihadiri publik.
Pengamat media dari Universitas Islam Indonesia, Masduki, mengatakan, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 13/2005 menyebut dewan pengawas memiliki hak prerogatif dalam pemilihan Direktur Utama LPP TVRI. Sejauh ini belum ada peraturan lain yang lebih menyangkut operasional pemilihan direksi.
"Oleh karena itu, legalitas pemilihan direktur utama tetap dikembalikan ke UU No 32/2002 dan PP No 13/2005," ujarnya.
Sementara untuk Dewan Pengawas LPP TVRI, Masduki menjelaskan, berdasarkan dua regulasi tersebut, mereka dipilih oleh Komisi I DPR tetapi legalisasinya oleh presiden. Apabila ada keberatan apapun terhadap keputusan dewan pengawas, idealnya adalah gugatan disampaikan ke pengadilan.
Menurutnya, kisruh yang belakangan menerpa LPP TVRI, seperti pemberhentian direktur utama, sejatinya adalah masalah manajerial biasa. Laporan keluhan semestinya diajukan ke pengadilan ketenagakerjaan. Namun, kisruh itu menjadi semakin keruh karena ada intervensi politik.
Untuk jangka panjang, lanjut Masduki yang juga pendiri pendiri Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik, figur direktur utama harus mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang masih membelit, seperti hubungan industrial. Sosok dewan pengawas harus fokus kepada pengembangan kebijakan-kebijakan untuk perbaikan LPP, misalnya mutu sumber daya manusia dan pengawasan pengelolaan anggaran.