Menkeu dan Gubernur BI Akan Terbitkan SKB Baru untuk Pembiayaan Pemulihan Ekonomi
›
Menkeu dan Gubernur BI Akan...
Iklan
Menkeu dan Gubernur BI Akan Terbitkan SKB Baru untuk Pembiayaan Pemulihan Ekonomi
Hasil penerbitan SBN akan disimpan dalam satu rekening khusus di BI. Ketentuan mengenai skema dan mekanisme pembelian SBN oleh BI di pasar perdana akan diatur melalui SKB baru.
Oleh
Karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia akan menerbitkan surat keputusan bersama baru untuk mendanai program Pemulihan Ekonomi Nasional melalui pembiayaan investasi. Total kebutuhan anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional tahun ini sebesar Rp 641,17 triliun.
Surat Keputusan Bersama (SKB) itu merupakan regulasi teknis untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, program PEN akan didanai melalui pembiayaan defisit APBN 2020 (above the line) dan pembiayaan investasi (below the line). Persentase pembiayaan dari defisit APBN ataupun investasi belum ditentukan.
”Saat ini pemerintah tengah merumuskan program PEN, termasuk skema pembiayaannya dan dukungan dari otoritas lain, seperti Bank Indonesia (BI),” kata Luky, yang dihubungi Kamis (28/5/2020) di Jakarta.
Saat ini pemerintah tengah merumuskan program PEN, termasuk skema pembiayaannya dan dukungan dari otoritas lain, seperti Bank Indonesia.
Pembiayaan investasi untuk program PEN mengacu Pasal 21 dalam PP No 23/2020. Regulasi itu menyebutkan, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) yang dapat dibeli oleh BI di pasar perdana. Pembelian SBN dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan riil program PEN.
Nantinya, hasil penerbitan SBN akan disimpan dalam satu rekening khusus di BI. Ketentuan mengenai skema dan mekanisme pembelian SBN oleh BI di pasar perdana akan diatur melalui SKB baru. Adapun ketentuan tata cara pengelolaan rekening khusus diatur dalam peraturan Menteri Keuangan.
Hasil penerbitan SBN akan disimpan dalam satu rekening khusus di BI. Ketentuan mengenai skema dan mekanisme pembelian SBN oleh BI di pasar perdana akan diatur melalui SKB baru.
SKB untuk pembiayaan investasi ini berbeda dengan SKB tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana untuk Menjaga Kesinambungan Pengelolaan Keuangan Negara yang ditandatangani 16 April 2020.
Luky mengatakan, SKB yang ada ditujukkan untuk pembiayaan defisit APBN 2020, sedangkan SKB baru untuk pembiayaan investasi.
Detail SKB baru masih dalam proses penyusunan dan koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Sejauh ini belum disepakati tenggat waktu penerbitan SKB.
”Kebutuhan pembiayaan investasi sementara Rp 153,5 triliun, dan bisa bertambah,” kata Luky.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada 11 instrumen kebijakan pemulihan ekonomi nasional tahun 2020. Instrumen kebijakan itu terdiri dari dukungan konsumsi senilai Rp 172,1 triliun, subsidi bunga Rp 34,15 triliun, insentif perpajakan 123, 01 triliun, subsidi biodiesel 30 persen (B30) Rp 2,78 triliun, percepatan pembayaran kompensasi Rp 90,42 triliun.
Selanjutnya, tambahan belanja kementerian/lembaga Rp 65,1 triliun, dukungan untuk pemerintah daerah Rp 15,1 triliun, pinjaman kredit modal kerja baru untuk UMKM Rp 6 trilliun, penyertaan modal negara Rp 25,27 triliun, dana talangan untuk modal kerja Rp 19,65 triliun, dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi kredit UMKM Rp 87,59 triliun.
Bukan bailout
Dalam konteks pembelian SBN di pasar perdana (SBN), peran BI itu baru diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 dan regulasi turunannya PP No 23/2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, diperbolehkannya BI membeli SBN dan surat berharga syariah negara (SBSN) di pasar perdana jangan disamakan dengan bailout atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
”Mohon jangan diartikan sebagai bailout ataupun BLBI. BI hanya sebagai the last resources jika pasar tidak bisa memenuhi kebutuhan SBN dan SBSN,” kata Perry.
Dihubungi terpisah, Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, wewenang BI membeli SBN di pasar perdana memang menyalahi UU. Namun, langkah itu diperlukan dalam situasi tidak normal seperti saat ini.
Langkah-langkah luar biasa ditempuh agar kebutuhan pembiayaan yang tinggi bisa terpenuhi. Terlebih, sebagian besar pembiayaan program PEN bersumber dari penerbitan SBN pemerintah.
”BI diberikan wewenang membeli SBN pemerintah di pasar perdana. Ini sesuai dengan peran BI sebagai lender of the last resort (LOLR) atau otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis,” katanya.
Ari menambahkan, masuknya BI ke pasar perdana akan menjaga penyerapan SBN pemerintah di tengah pengetatan likuditas global sekaligus menurunkan imbal hasil surat utang RI akibat peningkatan risiko domestik. Wewenang BI untuk masuk ke pasar perdana akan memberikan sentimen positif terkait penanganan ekonomi domestik.