Pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 memengaruhi kondisi relasi dan psikologis orangtua terhadap anak ataupun sebaliknya. Jika dibiarkan, situasi itu memengaruhi tumbuh kembang anak.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memperburuk tumbuh kembang anak. Dibutuhkan peran serta kader perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat untuk membantu orangtua mengatasi segala risiko negatif terhadap anak yang mungkin muncul selama pandemi.
Potensi risiko negatif pandemi Covid-19 beraneka bentuknya. Dalam buku Panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dalam Pandemi Covid-19 disebutkan beberapa risiko yang dihadapi anak pada saat pandemi Covid-19, mulai dari anak terpisah atau tidak mendapatkan pengasuhan dari orangtua, anak mendapatkan stigma sosial dan diskriminasi, hingga anak terdiskriminasi karena ada anggota keluarga terinfeksi Covid-19.
Contoh lain adalah situasi belajar dari rumah berpotensi meningkatkan kadar stres keluarga sehingga anak berpotensi menjadi korban dari perlakuan salah. Melemahnya pengasuhan dan kesulitan ekonomi berisiko meningkatkan angka pernikahan anak. Maraknya berita media sosial juga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan mental dan psikososial anak.
Gerakan PATBM sangat strategis, apalagi di tengah situasi pembatasan sosial karena pandemi Covid-19.
Buku panduan itu diterbitkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA). Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian PPPA Valentina Ginting, Kamis (28/5/2020), di Jakarta, menyampaikan, gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sudah digulirkan sejak 2016. Para kadernya berasal dari Posyandu, ketua rukun tetangga, rukun warga, dan kepala desa. Gerakan PATBM sangat strategis, apalagi di tengah situasi pembatasan sosial karena pandemi Covid-19.
”Karena kader PATBM berasal dari warga sendiri, itu memudahkan mereka bergerak ketika ada anak yang terpapar dampak pandemi. Para kader PATBM ini garda terdepan yang seharusnya bisa bergerak cepat membantu,” ujarnya.
Upaya pemberdayaan sosial, termasuk perlindungan hak anak, sampai ke tingkat desa diakui oleh negara. Valentina menyebut 70 persen dana desa bisa dipakai untuk pemberdayaan sosial.
Sampai saat ini terdapat 548 aktivis PATBM yang tersebar di 34 provinsi, 68 kabupaten/kota, dan 136 desa. Mereka telah tergabung sebagai sukarelawan pencegahan Covid-19 di tingkat desa ataupun kelurahan.
PATBM telah menyebar di 34 provinsi. Di antara para kadernya kini menjadi sukarelawan di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Gerakan PATBM bukanlah hal baru. Di tengah pandemi Covid-19, kami mendorong para kadernya lebih berperan aktif menanggulangi dampak pandemi terutama terhadap tumbuh kembang anak,” katanya. Buku panduan itu dibuat agar memudahkan gerak kader membantu menurunkan risiko tumbuh kembang anak selama pandemi, utamanya risiko tertular Covid-19 dan kekerasan.
Dalam buku panduan, para kader dibekali protokol sampai arahan evaluasi pelaporan keberhasilan. Ada pula contoh-contoh kegiatan yang dapat diterapkan.
Berjejaring
Spesialis perlindungan anak di Wahana Visi Indonesia, Nelly Siswanty Sembiring, mengatakan, cara kerja PATBM harus berjejaring, seperti dengan puskesmas, lembaga swadaya masyarakat, dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Cara kerja seperti itu berarti menuntut kader PATBM menguasai segala pengetahuan terkait pencegahan sampai pelaporan kasus dan dampak Covid-19 terhadap anak.
”Mereka pun dituntut bisa mendeteksi dini kasus di lingkungannya,” katanya.
Fasilitator Nasional PATBM Antik Bintari menyampaikan, panduan PATBM dalam pandemi Covid-19 akan lebih memperjelas peran dan tugas aktivis, kader, dan sukarelawan PATBM. Buku panduan itu menyebutkan ada empat urutan tata laksana, yaitu pembuatan perencanaan kegiatan baik daring maupun luring, pendampingan setelah terima laporan, rujukan, dan pelaporan.
Untuk tahap rujukan, aktivis, kader, ataupun sukarelawan PATBM berdiskusi terlebih dahulu dengan tim Gugus Tugas Covid-19 ketika memperoleh kasus khusus. Sementara pelaporan bisa dikumpulkan secara harian, dipilah dari kasus anak di tingkat desa atau kelurahan.