Salah satu saluran transmisi dampak pandemi Covid-19 secara global adalah perdagangan. Dengan semua mitra dagang utama mengalami resesi, neraca dagang kita kian tertekan.
Oleh
Editor Kompas
·3 menit baca
Salah satu saluran transmisi dampak pandemi Covid-19 secara global adalah perdagangan. Dengan semua mitra dagang utama mengalami resesi, neraca dagang kita kian tertekan.
Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) sebagai negara tujuan 42 persen ekspor Indonesia mengalami kontraksi ekonomi. China mencatat pertumbuhan minus 6,8 persen triwulan I-2020, terburuk sepanjang sejarah. Singapura diprediksi minus 7 persen tahun ini, Jepang minus 3,4 persen pada triwulan I-2020. Sebanyak 45 ekonom di dunia meyakini resesi sudah terjadi di AS. Situasi saat ini belum yang terburuk. Kontraksi lebih dalam diprediksi terjadi di triwulan depan.
Kendati triliunan dollar AS telah digelontorkan pemerintah dan otoritas moneter sejumlah negara dalam bentuk stimulus fiskal dan moneter yang agresif, pemulihan ekonomi dan perdagangan dunia masih sangat sulit diprediksikan, terutama dengan tidak adanya kepastian kapan vaksin ditemukan.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan, dampak Covid-19 ke perdagangan global jauh lebih parah ketimbang dampak krisis finansial global tahun 2008/2009, dengan perdagangan global terkontraksi 13-32 persen di 2020. Prospek 2021 tetap suram, tergantung lama pandemi dan efektivitas respons kebijakan.
Melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai pasok global, dan rendahnya harga komoditas membuat neraca dagang Indonesia April 2020 defisit 344,7 juta dollar AS, dari surplus 715,7 juta dollar AS pada bulan sebelumnya. Tekanan neraca dagang menambah berat problem defisit transaksi berjalan yang jadi momok ekonomi kita beberapa tahun terakhir.
Kita semestinya mengantisipasi kondisi ini. Jauh hari sebelumnya, berbagai lembaga dan ekonom mengingatkan, resesi global akibat pandemi Covid-19 yang datang jauh lebih cepat daripada perkiraan, dalam skala lebih dahsyat dan diprediksi berlangsung lebih lama ketimbang krisis finansial tahun 2008/2009. Beberapa lembaga bahkan meramalkan resesi masih berlanjut pada 2021 atau setelahnya.
Tekanan neraca dagang menambah berat problem defisit transaksi berjalan yang jadi momok ekonomi.
Akibat dampak korona, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I di bawah 3 persen, dan ada kekhawatiran negatif pada triwulan II. Per 12 Mei 2020, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah 1,72 juta orang. Virus korona menghapus berbagai capaian selama ini, termasuk angka kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia.
Kebijakan karantina wilayah dan terhentinya kegiatan ekonomi komersial akibat pandemi melumpuhkan hampir semua sendi ekonomi sebagian besar negara, dengan efek seketika berupa pemburukan signifikan nyaris semua indikator ekonomi dalam skala yang belum pernah ada presedennya. Termasuk kontraksi pertumbuhan, lonjakan angka pengangguran dan kemiskinan, serta membengkaknya utang.
Tak semua negara mempunyai kapasitas fiskal untuk mendanai stimulus. Dana Moneter Internasional (IMF) dibanjiri permintaan dana talangan dari negara yang paling terpukul dampak Covid-19. The Economist Intelligence Unit memprediksi, krisis utang akibat membengkaknya utang negara untuk pembiayaan stimulus berpotensi memicu resesi gelombang kedua, setelah resesi sekarang ini.