Penanganan Covid-19 kini difokuskan di daerah yang penambahan kasusnya tinggi. Pada saat yang sama, sejumlah protokol normal baru mulai disiapkan.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penambahan kasus positif Covid-19 secara signifikan masih terjadi di sejumlah wilayah. Ini membuat penanganan sistemik disiapkan, terutama pada enam provinsi dengan penambahan kasus tinggi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Jakarta, Kamis (28/5/2020), mengatakan, penularan Covid-19 di DKI Jakarta mulai terkendali. Jadi, pemerintah akan mengalihkan fokus penanganan ke daerah lain yang mengalami penambahan kasus.
”Kondisi saat ini seperti banjir bandang. Itu mulai dari hulu yang bisa kita anggap dari Jakarta. Kini, banjir itu mulai terjadi di hilir, di sejumlah wilayah di Indonesia. Sebab, pergerakan orang dari Jakarta ke seluruh titik di Indonesia amat tinggi,” ujar Muhadjir.
Muhadjir mengakui, pertimbangan pemerintah memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) daripada karantina wilayah memberi konsekuensi terjadi penularan masif penyakit itu di sejumlah daerah. Pemerintah memperkirakan seluruh Pulau Jawa akan jadi wilayah penularan baru dari Jakarta.
Kondisi ini diperparah dengan tambahan kasus dari pusat penularan di Gowa, Sulawesi Selatan.
Berangkat dari kondisi ini, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan semua kementerian dan lembaga agar kini memfokuskan upaya penanganan di luar DKI Jakarta. Khususnya di enam provinsi, yaitu Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, dan Nusa Tenggara Barat.
”Kasusnya sudah pada level hilir. Jadi, kita berupaya menangani persoalan di daerah ini secara sistemik. Misalnya, Gugus tugas memusatkan perhatian sekitar 25 persen ke Jawa Timur. Kita juga tidak akan anggap remeh wilayah lain yang jumlah kasusnya belum serius,” ujar Muhadjir.
Sementara itu, sejumlah daerah mulai bersiap melonggarkan PSBB. Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menyatakan siap melonggarkan PSBB. Untuk itu, pihaknya meminta warga mematuhi protokol kesehatan. Kota Makassar dan Kabupaten Gowa telah melaksanakan PSBB.
Adapun Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusun protokol normal baru di lokasi keramaian, seperti pasar, mal, dan tempat kerja. Sosialisasi kebijakan normal baru dilakukan pekan ini. Rencana itu didasarkan pada laju reproduksi Covid-19 di Jabar, yaitu 1,09 atau satu pasien bisa menularkan kepada satu orang lain. ”Aturan normal baru mengatur protokol di tempat kerja, pasar, mal, dan lokasi keramaian lain,” ujar Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jabar Daud Achmad.
Pemerintah daerah di Tangerang Raya juga menyusun protokol normal baru. Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, normal baru akan dijalankan bertahap. Pemkab Tangerang mengkaji membuka lagi tempat ibadah.
Prosedur standar operasi sesuai protokol kesehatan Covid-19 di sektor pariwisata pun mulai disiapkan. Pembukaan sektor itu bergantung tingkat penularan Covid-19.
Adapun Kepolisian Negara RI mengedepankan upaya persuasif untuk mendisiplinkan warga dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Jika ada yang melanggar aturan, polisi bisa menjatuhkan sanksi pidana. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis telah menerbitkan Surat Telegram Nomor 249 Tanggal 28 Mei 2020 terkait penerapan tatanan kehidupan normal baru.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, per 28 Mei 2020, ada 687 penambahan kasus baru Covid-19 dibanding sehari sebelumnya. Penambahan yang tinggi terutama di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan DKI Jakarta. Itu seiring penambahan pemeriksaan terkait Covid-19 per hari, yakni 11.495 spesimen. Jumlah kasus Covid-19 mencapai 23.851 orang dan 1.473 pasien di antaranya meninggal.
Rencana pemerintah melonggarkan PSBB dan melaksanakan normal baru terlalu dini.
Yurianto menuturkan, pemerintah menyiapkan skenario agar warga bisa kembali menjalankan aktivitas produktif. Kegiatan itu tak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga proses belajar-mengajar di sekolah dan aktivitas di tempat ibadah.
Namun, pakar epidemiologi sekaligus Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Syahrizal Syarif, menilai, rencana pemerintah melonggarkan PSBB dan melaksanakan normal baru terlalu dini. Ini karena sejumlah syarat dasar belum terpenuhi, terutama terkait kedisiplinan warga mencegah penularan Covid-19.
Pelonggaran PSBB harus didasari penurunan kasus harian signifikan. Saat ini penambahan kasus di Indonesia masih fluktuatif. ”Jika dipaksakan, pelonggaran PSBB itu bisa menimbulkan korban jauh lebih besar,” ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan enam syarat suatu wilayah bisa melaksanakan normal baru. Syarat itu, antara lain, bisa mengendalikan transmisi Covid-19 serta kapasitas layanan kesehatan mencukupi untuk deteksi, melacak, dan mengisolasi kasus.
”Pemerintah perlu mengkaji dengan saksama pemberlakuan normal baru agar masyarakat tak menjadi korban,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir melalui keterangan tertulis.
Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia M Adib Khumaidi berharap rencana pelonggaran PSBB tak terburu-buru. ”Kesiapan sarana-prasarana, sumber daya manusia, dan ruang isolasi harus dipetakan agar kalau ada lonjakan kasus kita siap,” ucapnya.