Penapisan Pelintas Batas Kota di Manado Dinilai Tak Efektif
›
Penapisan Pelintas Batas Kota ...
Iklan
Penapisan Pelintas Batas Kota di Manado Dinilai Tak Efektif
Pemerintah Kota Manado memberlakukan penapisan pengendara di batas-batas kota mulai Jumat (29/5/2020) demi mencegah orang terinfeksi Covid-19 masuk.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Kota Manado, Sulawesi Utara, memberlakukan penapisan pengendara di batas-batas kota mulai Jumat (29/5/2020) demi mencegah orang terinfeksi Covid-19 masuk. Namun, di sejumlah titik, penapisan belum berjalan. Efektivitas penapisan untuk mencegah penularan Covid-19 juga dipertanyakan.
Penapisan tersebut mencakup ketaatan memakai masker, pemeriksaan suhu tubuh, serta pembatasan jumlah orang dalam kendaraan. Pos-pos pemeriksaan dan tempat mencuci tangan telah didirikan di beberapa perbatasan, seperti area Winangun I (Manado-Minahasa), Teling Tingkulu (Manado-Minahasa), Malalayang II (Manado-Minahasa), dan Paniki II (Manado-Minahasa Utara).
Berdasarkan pantauan di lapangan, personel kesehatan dari kelurahan dan satuan polisi pamong praja telah bersiaga, tetapi penapisan belum dimulai, bahkan hingga sore hari. Mobil-mobil dibiarkan melintas tanpa diminta berhenti terlebih dahulu.
Padahal, Pemkot Manado menetapkan pengendara harus dipastikan mengenakan masker dan bersuhu tubuh di bawah 38 derajat celsius. Kendaraan roda empat hanya boleh terisi 50 persen dari total kapasitasnya. Akses masuk pun hanya dibatasi selama pukul 06.00-19.00.
Daniel Lelapary, Kepala Lingkungan 6 Kelurahan Paniki II, Kecamatan Mapanget, mengatakan, posnya belum menerima alat-alat seperti termometer inframerah. Mereka juga tidak bisa bertindak karena belum ada personel Dinas Kesehatan Manado serta kepolisian untuk mengatur lalu lintas. ”Tidak tahu nanti malam jalan jadi ditutup atau tidak,” kata Daniel.
Di Winangun 1, Lurah Sheny Sege juga mengatakan masih menunggu arahan dari dinas kesehatan dan kepolisian yang belum hadir hingga sore hari. ”Peralatan sudah ada, tetapi kami masih menunggu arahan. Besok pasti sudah bisa efektif mulai pukul 06.00,” kata Sheny.
Langsung dibawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat jika ada yang suhu tubuhnya di atas yang sudah ditetapkan.
Sebelumnya, Wali Kota Manado Vicky Lumentut mengatakan akan menyosialisasikan penapisan ini pada Rabu-Kamis (27-28/5/2020) kepada para lurah dan camat. Tenda dan baliho pengumuman telah disiapkan. Namun, belum semua personel bersiaga pada hari pemberlakuan.
Kendati begitu, Vicky tetap meminta para petugas di pos siaga jika ada warga yang suhu tubuhnya di atas 38 derajat celsius. ”Langsung dibawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat jika ada yang suhu tubuhnya di atas yang sudah ditetapkan,” katanya.
Di daerah lain di Sulut, kebijakan serupa telah diterapkan lebih dulu. Kabupaten Minahasa Tenggara, misalnya, telah melaksanakan penapisan dan bahkan pembuatan kartu kewaspadaan Covid-19 sejak akhir Maret. Saat itu, jumlah kasus positif di Minahasa Tenggara masih nol dan kini sudah meningkat menjadi empat.
Adapun jumlah kasus di Manado sudah mencapai 194 dari total 306 kasus di Sulut. Alih-alih mengajukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Pemkot Manado hanya memberlakukan penapisan seiring pembatasan waktu aktivitas pusat-pusat keramaian.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Adi Tucunan, menilai kebijakan penapisan tidak akan menahan laju penambahan kasus Covid-19 di Manado. Sebab, sebagian besar kasus positif tidak bergejala sehingga pengukuran suhu, kewajiban mengenakan bermasker, dan pembatasan jumlah penumpang belum tentu efektif.
”Kalau memang pemkot berasumsi ini signifikan menghambat penyebaran Covid-19, kebijakan ini sudah jauh terlambat. Ini lebih menunjukkan kepanikan pemkot karena kasus terus meningkat. Kebijakan ini bisa jadi mubazir karena orang tanpa gejala tidak dapat dideteksi dengan cara seperti ini,” tutur Adi.
Menurut Adi, Pemkot Manado seharusnya fokus pada kebijakan pembatasan aktivitas warga di luar rumah serta membangun kesadaran publik untuk mematuhi protokol kesehatan, bukan hanya memberi imbauan. Pemkot Manado juga lebih baik mempersiapkan diri untuk menerapkan PSBB.
Kendati begitu, risiko PSBB harus dikaji, terutama secara ekonomi. ”Perlu diingat, tidak ada kabupaten/kota sekitar Manado yang mampu menjadi pusat alternatif perekonomian bagi warga Manado. Justru, Manado jadi penggerak roda perekonomian bagi warga kabupaten dan kota di sekitarnya,” kata Adi.
Hasil ralat
Sebelumnya, Vicky mengumumkan, penapisan akan berlaku sejak Rabu (27/5/2020) hingga 10 Juni dengan ketetapan yang lebih ketat daripada empat poin yang berlaku sekarang. Setiap pengendara yang masuk Manado harus memiliki surat keterangan sehat berupa hasil negatif tes cepat (rapid test) atau usap tenggorok (swab)dari fasilitas kesehatan resmi, juga surat keterangan dari lurah/kepala desa.
Namun, ketetapan ini dibatalkan menyusul keberatan dari Pemerintah Provinsi Sulut. Kepala Biro Pemerintahan Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, Gugus Tugas Covid-19 Sulut menerima banyak keluhan dari warga luar Manado yang bekerja di ibu kota provinsi. Mereka khawatir harus menjalani tes cepat terlebih dahulu hanya untuk pergi bekerja.
Jemmy khawatir masyarakat akan panik dan berbondong-bondong mencari layanan tes cepat. Padahal, alat tes cepat milik pemerintah daerah hanya digunakan untuk mengecek kesehatan orang dalam pemantauan dan kontak erat pasien positif Covid-19.
”Tes di laboratorium swasta pun tidak murah, Rp 200.000-Rp 750.000, dan hanya berlaku 10 hari. Itu tentu tidak murah bagi sebagian warga,” kata Jemmy.
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Manado pun membatalkan rencana tersebut pada Selasa (26/5/2020) malam. Namun, alasan pembatalan tidak diungkap.