Penuhi Hak Anak untuk Mendapat Pendidikan di Masa Pandemi
›
Penuhi Hak Anak untuk Mendapat...
Iklan
Penuhi Hak Anak untuk Mendapat Pendidikan di Masa Pandemi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tahun ajaran baru tetap dimulai pada Juli 2020. Diperkirakan, sebagian sekolah tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena masih di zona merah dan kuning Covid-19.
Oleh
Yovita Arika/Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan pendidikan di masa pandemi Covid-19 harus memperhatikan pemenuhan hak anak atas pendidikan. Untuk itu, evaluasi pembelajaran jarak jauh selama ini diperlukan untuk menjadi pijakan dasar dalam pengambilan keputusan terkait pola yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan ke depan.
Meski sejumlah kalangan mendesak agar permulaan tahun ajaran baru 2010/2021 diundur dari Juli 2020 menjadi Januari 2021, Kemendikbud tetap memutuskan permulaan tahun ajaran baru pada Juli. Salah satu indikatornya, pemerintah tetap melaksanakan Penerimaan Peserta Didik Baru 2020 sesuai jadwal.
Pembelajaran jarak jauh masih relevan dilanjutkan mengingat sampai saat ini belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir. (Anggi Afriansyah)
Menurut peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, pembelajaran jarak jauh masih relevan dilanjutkan mengingat sampai saat ini belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir. Namun, pemerintah juga harus memastikan bahwa pola ini tidak meminggirkan para siswa yang rentan.
”Setelah dua bulan ini seharusnya sudah ada evaluasi dari pemerintah pusat terkait PJJ (pembelajaran jarak jauh) yang sudah dilaksanakan. Apa kekurangan dari PJJ, apa yang mendesak untuk diperbaiki. Bagaimana efektivitas pelaksanaan PJJ, bagaimana nasib anak-anak kelas menengah ke bawah ketika PJJ dilaksanakan, dan sebagainya,” kata Anggi di Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad mengatakan, berdasarkan evaluasi yang dilakukan Badan Litbang Kemendikbud pada April lalu, pelaksanaan PJJ secara daring baru 50 persen yang efektif. Permasalahan utama adalah kendala akses internet dan perangkat teknologi informasi.
Sisanya, tambah Hamid, PJJ secara campuran daring dan penugasan secara manual, serta secara luring atau tatap muka. ”Daerah-daerah yang tidak ada internet juga tidak bisa mengakses siaran edukasi di TVRI dan RRI. Bahkan, listrik pun belum ada. Maka ada guru kunjung. Itu tugas yang sangat berat bagi guru,” tutur Hamid dalam Bincang Sore Pendidikan dan Kebudayaan secara daring, Kamis.
Pada tahun ajaran baru nanti, kata Hamid, sebagian sekolah masih akan melaksanakan pembelajaran daring. ”Ini akan diperkuat dengan dukungan platform PJJ daring, TVRI, dan penyedia kuota gratis atau murah dari penyedia telekomunikasi seluler,” kata Hamid.
Bermasalah
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia M Ramli Rahim menilai tidak ada upaya Kemendikbud menuntaskan masalah dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Dia mengutip data Kemendikbud yang menunjukkan lebih dari 60 persen guru bermasalah dalam pembelajaran jarak jauh karena ketidakmampuan guru dalam penguasaan teknologi.
”Jika penguasaan teknologi saja lebih dari 60 persen bermasalah, bagaimana kita bisa berharap guru menghadirkan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan berkualitas?” ujarnya.
Karena itu, Ramli mendesak Kemendikbud menggeser awal tahun ajaran baru 2010/2021 ke Januari 2021. Alasannya, ini akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-langkah yang jelas, terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan pembelajaran jarak jauh secara daring.
Darmaningtyas, pengurus Persatuan Keluarga Tamansiswa, juga mengatakan, mempertahankan tahun ajaran baru tetap Juli dengan alasan proses pembelajarannya dapat dilakukan secara daring hanya akan memerosotkan kualitas pendidikan dalam jangka panjang. Pembelajaran daring kurang efektif, baik untuk peningkatan kompetensi maupun pendidikan karakter, karena banyak kendala di lapangan.
”Memundurkan tahun ajaran baru menjadi Januari tidak berarti sekolah/kampus libur selama satu semester. Sekolah/kampus tetap menyelenggarakan pendidikan daring,” katanya.
Namun, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim, pengunduran tahun ajaran baru akan berisiko dan berdampak besar terhadap sistem pendidikan nasional, psikologis siswa, hingga sinkronisasi dengan perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, juga akan berisiko ekonomi pada sekolah swasta, termasuk para guru sekolah swasta.