Tahun Ajaran Baru Ditetapkan, tetapi Belum Ada Pedoman Pemelajaran
›
Tahun Ajaran Baru Ditetapkan, ...
Iklan
Tahun Ajaran Baru Ditetapkan, tetapi Belum Ada Pedoman Pemelajaran
Pada 13 Juli, tahun ajaran baru dimulai. Sejauh ini, kemungkinan kegiatan belajar-mengajar masih dilakukan secara daring. Jika tatap muka di kelas, banyak penyesuaian yang harus dirintis mulai dari sekarang.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan tahun ajaran 2020/2021 dimulai pada 13 Juli 2020 seiring menunggu meredanya pandemi Covid-19 yang dipicu virus korona baru. Kini, sekolah sibuk melakukan penerimaan peserta didik baru atau PPDB serta menyiapkan materi serta teknis pengajaran mengingat kemungkinan besar tahun ajaran baru masih akan menerapkan metode belajar di rumah.
Aturan itu diterbitkan dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 467 Tahun 2020. Di dalamnya dipaparkan bahwa walaupun tahun ajaran baru resmi dimulai pada tanggal 13 Juli, tidak serta-merta berarti sekolah dibuka kembali. Hal ini harus menunggu keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berlandaskan data serta fakta bahwa Jakarta sudah aman untuk beraktivitas kembali.
Kepala Dinas Pendidikan Nahdiana dalam surat keputusan yang lain, yakni Nomor 501 Tahun 2020, menyatakan bahwa mekanisme pelaksanaan PPDB diharapkan bisa berjalan secara daring dan dikerjakan dari rumah masing-masing. Batas waktu pelaksanaan PPDB tahap akhir, yaitu pelaporan diri, berbeda-beda tergantung pada jenjang pendidikan. Akan tetapi, paling akhir PPDB SMA dan SMK yang ditutup pada 9 Juli 2020.
Meskipun begitu, Kepala Seksi Pendidikan Menengah Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat Saryono mengungkapkan, tidak menampik fakta bahwa masih ada rumah tangga yang tidak memiliki akses internet memadai atau tidak memahami tata cara PPDB daring.
”Sudah banyak SMA dan SMK yang melapor tetap akan membuka posko PPDB. Tentunya dengan protokol kesehatan seperti bermasker, bersarung tangan, dan menjaga jarak,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Di samping itu, ia mengungkapkan tengah disusun pelaksanaan sekolah di masa normal baru. Aturan jumlah siswa sesuai ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah 20 orang per rombongan belajar (rombel) untuk pendidikan anak usia dini; 32 anak untuk rombel SD; serta 36 anak untuk SMP, SMA, dan SMK.
”Jumlah siswa yang diterima per rombel SMA tetap sesuai aturan. Namun, kalau nanti seandainya gubernur memutuskan sekolah dibuka kembali, skenario mungkin per rombel hanya boleh setengah atau bahkan kurang dari kapasitas maksimun harus diterapkan. Penerbitan aturan ini menunggu arahan dari gubernur,” tuturnya.
Salah satu contoh adalah SMAN 7 yang terletak di Karet Tengsin, Jakarta Pusat. Kepala sekolahnya, Satya Budi Aprianto, mengatakan akan mengatur piket guru dan operator teknis sekolah untuk berjaga di sekolah. Mereka akan mendampingi orangtua yang datang untuk mengunggah berkas anak.
Berdasarkan pengalaman, banyak orangtua dan wali murid yang kebingungan menavigasi sistem PPDB. Di samping itu, mereka juga kurang cakap mengoperasikan gawai elektronik di luar kebutuhan berkomunikasi melalui media sosial.
Demikian pula diutarakan oleh Saryadih, Kepala SDN 06 Makassar, Jakarta Timur. Ketika didampingi pun masih kerap ada masalah. Biasanya orangtua lupa membawa beberapa berkas yang dibutuhkan. Masih ditemukan pula kejadian ejaan nama anak berbeda-beda antara satu dokumen dan yang lain.
”Satu orangtua bisa membutuhkan pendampingan hingga setengah jam. Makanya kami harus memikirkan bagaimana cara mereka yang menunggu giliran bisa antre dengan aman,” ujarnya.
Terkait pemelajaran di situasi normal baru, Saryadih mengatakan belum ada arahan resmi dari dinas. Meskipun begitu, ia sudah sering membahasnya dengan rekan sesama guru melalui rapat-rapat virtual harian. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan mental guru menghadapi kemungkinan mengajar satu rombel yang dibagi menjadi dua sif. Energi serta penyusunan materi ajar harus dipikirkan masak-masak.
Tantangan di sekolah dasar
Sementara itu, tahun ajaran baru di masa pandemi memberikan tantangan bagi pemelajaran di tingkat SD. Hal ini diungkapkan oleh Kepala SDN 02 Petang, Jembatan Lima, Elanda Rosita. Untuk murid kelas I yang baru memasuki pendidikan formal, metode pengajaran membutuhkan banyak interaksi dan kegiatan fisik. Apalagi, pada usia itu anak mulai belajar bersosialisasi dan bekerja sama dengan teman sebaya.
Ia mengatakan, pihak sekolah masih berupaya membenahi metode pemelajaran agar lebih menarik, kreatif, dan menyenangkan. Caranya melalui video, gambar, tatap muka virtual, dan penyelesaian tugas-tugas sederhana. Walaupun begitu, perlu dicari rumusan yang bisa dipahami oleh orangtua di rumah, bisa disampaikan dengan lugas kepada anak, dan memenuhi standar capaian minimal.
”Ini tantangan yang berat sekali karena guru dan orangtua harus belajar kembali,” ujarnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Insiatif Kepemimpinan Pendidikan untuk Raih Prestasi (Inspirasi) pada bulan April 2020, pemelajaran jarak jauh membuat para kepala sekolah memusingkan manajemen keuangan sekolah. Keputusan Kemendikbud mengizinkan dana bantuan operasional sekolah dialokasikan untuk membeli paket internet bagi guru dan murid dinilai membantu.
Akan tetapi, Direktur Eksekutif Inspirasi Patrya Pratama menjelaskan bahwa pendidikan di masa normal baru tidak cukup hanya dengan memindahkan pemelajaran dari langsung ke virtual, menyiapkan gawai, dan mendanai paket internet. Tahun ajaran baru berarti membutuhkan tafsir kurikulum nasional yang tanggap darurat kebencanaan mengingat interaksi guru dan murid tidak bisa kembali seperti semula, kemungkinan untuk waktu yang lama.
Tahun ajaran baru berarti membutuhkan tafsir kurikulum nasional yang tanggap darurat kebencanaan mengingat interaksi guru dan murid tidak bisa kembali seperti semula, kemungkinan untuk waktu yang lama.
Penafsiran kurikulum nasional ini harus diarahkan oleh Kemendikbud dan diadaptasi oleh dinas-dinas pendidikan sesuai karakteristik daerah masing-masing. Sejauh ini belum tampak ada penyusunan arahan ini baik di pusat maupun daerah, padahal tahun ajaran baru datang dua bulan lagi.
”Diskusi baru sampai pada ’kapan sekolah berjalan kembali dan kapan sekolah dibuka’. Belum pada \'apa bentuk dan isi pemelajaran di tengah pandemi global serta target capaiannya\'. Ini butuh prosedur operasi khusus, sistem perlindungan anak-anak dari kelompok rentan, juga aspek psikis guru, murid, serta orangtua,” tutur Patrya.
Ia juga mengingatkan bahwa perhatian kepada sekolah dan madrasah swasta yang kebanyakan siswanya dari kalangan ekonomi lemah harus ditingkatkan. Selain masalah pemelajaran, lembaga pendidikan swasta juga cemas dengan keberlangsungan nasib mereka.
Perhatian kepada sekolah dan madrasah swasta yang kebanyakan siswanya dari kalangan ekonomi lemah harus ditingkatkan. Selain masalah pemelajaran, lembaga pendidikan swasta juga cemas dengan keberlangsungan nasib mereka.
”Sekolah swasta biaya operasionalnya dari uang sekolah. Sekarang banyak orangtua kehilangan pekerjaan sehingga tidak mampu membayar uang sekolah,” ujarrnya.